Munir kemudian mendapat penanganan oleh dokter Tarmizi dan ditempatkan di kursi nomor 4 bisnis kelas agar dekat dengan dokter. Ia terus mengalami muntah dan buang air besar berkali-kali, meski sudah diberikan obat diare dan susu serta air garam.
Munir diberikan sejumlah obat sakit perut, obat mual hingga obat perih kembung. Munir juga sempat diberi suntikan obat antimual an muntah Primperam. Rasa sakit yang dirasakan Munir sempat mereda dan ia sempat tertidur selama 2-3 jam.
Namun beberapa jam kemudian Munir kembali kesakitan. Dokter Tarmzi berusaha memberinya minum, namun dimuntahkan kembali. Akhirnya, sang dokter memberikan suntikan dan Munir sedikit tenang, meski masih merasakan sakit.
Dua jam sebelum mendarat di Banara Schipol, seorang awak kabin melihat Munir tertidur dalam posisi miring. Namun ada yang aneh pada pergelangan tangan Munir.
Awak kabin tersebut melihat pergelangan tangan Munir membiru. Ia lalu memanggil dokter Tarmizi untuk memeriksanya. Dua jam sebelum mendarat di Bandara Schipphol, Amsterdam, sekitar pukul 04.05 UTC (diperkirakan
diatas negara Rumania), Munir dinyatakan meninggal dunia.
Dua bulan kemudian, tepatnya pada 12 November 2004, kepolisian Belanda yang mengautopsi jenazah Munir menyatakan bahwa ditemukan senyawa arsenik dalam tubuh Munir.
Kontributor : Damayanti Kahyangan