Profil Munir, Aktivis HAM dan Pendiri KontraS yang Kasusnya Disinggung Bjorka

Senin, 12 September 2022 | 12:35 WIB
Profil Munir, Aktivis HAM dan Pendiri KontraS yang Kasusnya Disinggung Bjorka
Sejumlah aktivis mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) melakukan aksi di Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Senin (5/9/2022). [ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/aww]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketika bulan September datang, ingatan orang-orang, terutama yang berasal dari kalangan aktivis, langsung ingat dengan sosok Munir Said Thalib.

Hal ini disebabkan Munir ditemukan tewas dalam pesawat terbang saat menuju Belanda pada 7 September 2004 silam.

Hingga kini aktor utama di balik kematian Munir belum terungkap, meski pengadilan telah memvonis sejumlah orang, alah satunya adalah pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto.

Baru-baru ini, hacker yang menamakan dirinya Bjorka menyebut bahwa dalang di balik kematian Munir adalah mantan Deputy Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono.

Baca Juga: Bantah Alihkan Kasus Ferdy Sambo, Hacker Bjorka Senggol Nama Kapolri

Namun siapakah sosok Munir Said Thalib? Berikut ulasannya.

Profil Munir

Munir Said Thalib dikenal sebagai aktivis Hak Asasi Manusia (HAM). Selama hidupnya, ia begitu getol memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas dan terpinggirkan.

Munir lahir di Kota Batu, Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965. Ia dikenal sebagai sosok yang aktif. Saat duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) ia sudah aktif di kegiatan ekstrakurikuler pencinta alam.

Kegemarannya berorganisasi juga terlihat ketika ia mengenyam pendidikan di Fajultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.

Baca Juga: Dibongkar Hacker Bjorka, Luhut dan Puan Ternyata Baru Dua Kali Vaksin Covid-19

Tak hanya ingin duduk di dalam kelas, Munir juga aktif menjadi anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir.

Munir juga tercatat pernah bergabung dengan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Latar belakangkeaktifannya di organisasi inilah yang menjadi titik awal keseriusan dirinya dalam terjun ke dalam masalah-masalah sosial.

Membela hak-hak kaum tertindas

Setelah lulus kuliah pada 1989, langkah Munir membela HAM kelompok yang terpinggirkan dimulai ketika ia menjadi relawan di Lembaga bantuan hukum (LBH) Surabaya.

Di sana ia aktif mengadvokasi masyarakat miskin yang berkasus dengan aparat keamanan setempat. Ia juga tak gentar menyuarakan nasib kalangan buruh, mahasiswa dan kelompok masyarakat lainnya ketika resim orde baru sedang berkuasa,

Seiring bergulirnya reformasi di Indonesia pada 1998, kasus-kasus pelanggaran HAM bermunculan satu persatu. Bukan hanya yang terjadi ketika peralihan dari era orde baru ke era reformasi, tapi juga kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, yang terjadi di era orde baru.

Mendirikan KontraS

Karena itulah pada 1998, ia dan sejumlah rekannya mendirikan lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).  

Sejumlah kasus pelanggaran HAM yang pernah ditangani Munir dantaranya kasus penghilanan paksa aktivis dan mahasiswa di Jakarta pada periode 1997-1998, kasus Tanjung Priok yang terjadi pada 1984 dan penembakan mahasiswa pada tragedi Semanggi I dan II pada 1998-1999.

Lantangnya Munir bersuara mengenai Hak Asasi Manusia, membuat namanya semakin dikenal orang. Dan dalam waktu yang bersamaan, sejumlah pihak juga dibuat gerah dengan sepak terjangnya.

Ditemukan tewas di atas pesawat

Pada 2004, Munir berencana melanjutkan studinya di Universitas Ultrech, Amsterdam, Belanda. Dan pada 7 September 2004, ia berangkat ke negeri kincir angina tersebut.

Ketika pesawat Garuda Indonesia yang ia tumpangin tinggal landas dari bandara Changi, Singapura, Munir meminum segelas air jeruk yang disuguhkan di atas pesawat.

Setelah itu ia meraskan sakit perut yang hebat. Ia menduga sakit maagnya kambuh akibat jus jeruk yang ia minum sebelumnya.

Munir lalu meminta obat maag pada pramugari, namun obat yang ia minta tida ada. Munir akhirnya hanya bisa menahan sakit perutnya itu dan serulang kali mengalami muntaber.

Di atas pesawat Munir sempat mendapatkan pertolongan medis dari seorang dokter yang baru saja ia kenal saat transit di bandara Changi, yakni Tarmizi.

Oleh Tarmizi, Munir diberikan sejumlah obat pereda sakit perut, obat maag hingga suntukan obat anti mual dan muntah.

Sakit perutnya sempat mereda, dan munir tertidur selama 2 hingga 3 jam. Namun setelah itu sakit perutnya datang lagi.

Tarmizi sempat menyuntikkan obat penenang kepada Munir, namun obat tersebut tak banyak menolong. Munir tetap tersiksa oleh sakit perutnya.

Namun Munir sempat kembali tertidur, 2 jam sebelum pesawat mendarat di bandara Schipol. Ketika pesawat sudah mendarat, Munir sudah ditemukan dalam keadaan tewas.

Dua bulan kemudian, tepatnya pada 12 November 2004, kepolisian Belanda yang mengotopsi jenazah Munir menyatakan bahwa ditemukan senyawa arsenik dalam tubuh Munir. Senyawa itu diduga masuk ke tubuh Munir melalui jus jeruk yang ia minum di atas pesawat.

Kontributor : Damayanti Kahyangan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI