Kasus Ferdy Sambo, Pengacara: Bukan Bripka Ricky Rizal yang Berbuat, Dia Korban Keadaan

Siswanto Suara.Com
Sabtu, 10 September 2022 | 08:44 WIB
Kasus Ferdy Sambo, Pengacara: Bukan Bripka Ricky Rizal yang Berbuat, Dia Korban Keadaan
Tersangka Irjen Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022). [Suara.com/Alfian Winnato]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Erman Umar, pengacara Bripka Ricky Rizal Wibowo, menyebut kliennya menjadi korban keadaan dari skenario yang dirancang Ferdy Sambo saat terjadi pembunuhan terhadap Brigadir Yosua.

“Peristiwa ini sesuatu yang sangat disesalkan, tapi bukan Bripka RR yang berbuat, dia korban keadaan,” katanya, baru-baru ini.

Ricky Rizal telah menjalani pemeriksaan lanjutan untuk kelengkapan berkas perkara yang dikembalikan oleh kejaksaan.

Erman mendampingi Ricky Rizal selama pemeriksaan yang diawali dengan pemeriksaan psikologi guna mengetahui kondisi kesehatan serta mempertegas keterangan yang telah diberikan.

Baca Juga: Hasil Tes Kebohongan Ferdy Sambo Tak Diungkap ke Publik, Ini Alasan Polri

Ricky Rizal disebut Erman lebih tepat dijadikan saksi karena tidak memiliki niat jahat melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.

“Kalau menurut saya, posisi klien saya pantasnya sebagai saksi, pertama dia tidak punya mens rea (niat jahat), disuruh nembak tidak berani dia,” katanya.

Ia juga menyebut kliennya tidak menerima uang yang dijanjikan Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, usai penembakan.

Menurut dia, uang pemberian Ferdy Sambo diberikan tiga hari setelah kejadian penembakan. Dalam keterangannya, uang tersebut bukan terkait Brigadir Yosua, tetapi uang pemberian Ferdy Sambo atas kerjanya menjaga istrinya, Putri Candrawathi.

Namun, Erman menyangkal kliennya belum menerima uang tersebut.

Baca Juga: Putri Candrawathi Akhirnya Mengaku, Ferdy Sambo Terguncang hingga Menangis, Semua Terbongkar, Bripa RR Akui Hal Janggal

“Oh (uang) tidak ada, itu setelah kejadian. Setelah skenario, Pak Sambo sampaikan ini ada uang, dalam BAP yang saya baca, uang itu diberikan karena kalian sudah menjaga ibu, bukan karena masalah bayaran penembakan. Tapi itu bisa saja, kalau Sambo bisa seperti itu, tapi keterangan itu berbeda-benda,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan kliennya tidak mengetahui adanya peristiwa pelecehan Putri Candrawathi di Magelang. Saat kejadian, dia sedang perjalanan ke sekolah anak Ferdy Sambo bersama Bharada Richard Eliezer.

Saat di perjalanan, Bharada Richard menerima telepon dari Putri Candrawathi diminta untuk kembali ke rumah dinas di Magelang. Setibanya di rumah, Bripka Ricky Rizal tidak melihat penghuni rumah di lantai satu, begitu naik ke lantai dua, didapati tersangka Kuat Ma’ruf dalam keadaan tegang dan panik.

“Klien saya bertanya ke Kuat ada apa? Dijawab oleh Kuat tidak tahu itu si Yosua ngapain kok ditanya lari,” katanya meniru ucapan kliennya.

Pada saat itu, kata dia, kliennya melihat Brigadir Yosua berupaya masuk bertemu Putri Candrawathi di kamarnya tetapi ditahan memakai pisau oleh tersangka Kuat Ma’ruf.

Erman menuturkan Bripka Ricky Rizal sempat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan menemui Putri Candrawathi di kamar dan menanyakan apa yang terjadi. Namun, pertanyaan itu tidak mendapat jawaban, yang ada Putri menanyakan balik di mana Brigadir Yosua.

Kemudian Bripka Ricky Rizal mencari Brigadir Yosua dan menyampaikan pesan bahwa Putri Candrawathi memanggil Brigadir Yosua. Setelah itu, Brigadir  Yosua masuk kamar, lalu Bripka Ricky pergi ke luar dan tidak mendengar apa yang dibicarakan di antara keduanya.

“Bripka Ricky sempat bertanya kepada Josua ada apa, tapi dijawab sudah tidak ada apa-apa Bang. Jadi selama di Magelang, Bripka Ricky Rizal tidak mendapatkan informasi tentang pelecehan,” ujarnya.

Saat diminta oleh Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir Yosua di rumah Saguling III, Erman juga menjelaskan kliennya menolak perintah atasannya itu karena tidak berani dan tidak kuat. Hingga kemudian diminta untuk memanggil Bharada Richard Eliezer.

Erman mengatakan kliennya tidak terpikir akan ada penembakan Brigadir Yosua terlebih dilakukan di rumah dinas. Pada saat diminta Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir Yosua, Bripka Ricky sempat berpikir ada peristiwa apa yang sebenarnya terjadi, karena pada saat itu Ferdy Sambo tampak terguncang dan menangis.

“Bripka Ricky dalam hati sempat bertanya apa benar mau ditembak, karena menurut dia pasti mau minta klarifikasi lagi. Kalau toh misalnya kejadian (ditembak) apa mungkin terjadi di rumah dinas,” kata dia.

Pada saat penembakan terjadi di TKP Rumah Dinas Duren Tiga, lanjutnya, kliennya tidak melihat secara langsung apakah Ferdy Sambo menembak, karena berdiri di belakang Bharada Richard Eliezer, dan tidak terlalu ingat berapa tembakan yang dilepaskan ke tubuh Brigadir Yosua.

Pada saat tembakan terjadi, panggilan lewat handy talkie masuk dari ajudan lain yang menanyakan ada kejadian apa, diduga mendengar tembakan.

Saat jeda menerima panggilan tersebut, Bripka Ricky tidak melihat wajah Brigadir Yosua, karena posisi terhalang kulkas. Ketika selesai menjawab panggilan dan berbalik melihat ke arah Bharada Richard Eliezer, didapati Ferdy Sambo menembak ke arah dinding.

“Jadi beberapa kali ditanya, Bripka Ricky tidak melihat Ferdy sambo menembak Brigadir Yosua. Cuma melihat Pak Sambo tembak dinding, bisa saja apa yang terjadi sebelumnya,” katanya.

Menurut dia, apa yang disampaikan kliennya adalah peristiwa yang sebenarnya dilihat, didengar, dan disaksikan. Keterangan yang disampaikan pun telah diuji menggunakan uji kebohongan (poligraf).

Bripka Ricky Rizal juga tidak terlalu mengenal dekat pribadi Brigadir Yosua. Ia ditarik dari Satlantas Polres Brebes menjadi ajudan Ferdy Sambo pada tahun 2021. Keduanya kenal saat Sambo menjadi kapolres di wilayah tersebut tahun 2014.

Mantan anggota Satlantas Polres Brebes itu menjadi salah satu di antara lima tersangka pembunuhan berencana Brigadir Yosua, dijerat dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP ancaman hukum maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. [rangkuman laporan Suara.com/Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI