Suara.com - Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC memeriksa dugaan kebocoran 105 juta data pemilih oleh anggota forum situs breached.to dengan nama identitas Bjorka.
"Data tersebut bisa dicek validitasnya, misalnya dengan data lain hasil kebocoran data seperti 91 juta data Tokopedia yang bocor di awal 2020 atau data bocor registrasi SIM card," kata Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Pratama Persadha, hari ini.
Apalagi, Bjorka juga membuka akses Telegram grup bagi siapa pun yang ingin menguji validitas data. Dalam hal ini, kata Pratama, anggota grup bisa meminta request dengan nama maupun nomor induk kependudukan, kemudian Bjorka akan memberikan datanya secara spesifik lengkap.
Pratama mengemukakan hal itu ketika merespons dugaan kebocoran data pemilih. Kebocoran tersebut diunggah pada hari Selasa (6/9/2022) oleh anggota forum situs breached.to dengan nama identitas Bjorka yang juga membocorkan data riwayat browsing pelanggan Indihome dan 1,3 miliar data registrasi SIM card.
Baca Juga: "Stop Being An Idiot", Pesan Balasan Hacker Bjorka Untuk Kominfo
Disebutkan pula bahwa data yang diunggah, antara lain, provinsi, kota, kecamatan, kelurahan, tempat pemungutan suara, NIK, kartu keluarga, nama, tempat lahir, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, dan alamat.
Data berjumlah 105.003.428 tersebut, kata Pratama, dijual dengan harga 5.000 dolar Amerika Serikat dalam file sebesar 4 gigabita bila dalam keadaan dikompres.
Menyinggung asal data pemilih yang bocor ke publik itu, pakar keamanan siber itu menyebutkan ada beberapa institusi yang memiliki data tersebut, yaitu KPU, Dukcapil, Bawaslu RI, dan bahkan partai politik atau lembaga lain.
"Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI lebih tahu soal ini. Oleh karena itu, perlu diaudit satu per satu agar tahu di mana kebocorannya," kata Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi KPU pada pemilu 2014. [Antara]
Baca Juga: Hacker Bjorka Kritik Pedas Kominfo, Johnny G. Plate Ogah Terpancing