Pembunuhan Munir, Suciwati: Kasus Kemanusiaan Tidak akan Pernah Kedaluwarsa

Siswanto Suara.Com
Rabu, 07 September 2022 | 17:26 WIB
Pembunuhan Munir, Suciwati: Kasus Kemanusiaan Tidak akan Pernah Kedaluwarsa
Suciwati, istri mendiang aktivis HAM Munir [Suara.com/Ummy Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pada 7 September 2004, Munir Said Thalib dibunuh dengan menggunakan racun arsenic secara terencana.

Pengadilan telah memutus dua orang aktor lapangan.

Pada 7 September 2022, kasus Munir akan memasuki kedaluwarsa karena akan melampaui 18 tahun sejak peristiwa terjadi karena konstruksi yang dibangun dalam penyelesaian kasus Munir adalah pembunuhan biasa.

Tapi menurut Suciwati, istri mendiang Munir, kasus kemanusiaan tidak akan pernah kedaluwarsa. “Buat kami ini tetap adalah kasus pelanggaran HAM berat,” kata Suciwati kepada jurnalis Beritajatim.com.

Baca Juga: Komnas HAM Umumkan Nama Anggota Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran Pembunuhan Munir, Salah Satunya Usman Hamid

Suciwati menyebut pembunuhan terhadap suaminya sebagai rekayasa.

“Dalam hal ini kita bisa lihat juga ketika di pengadilan banyak sekali kejanggalan. Kejadian itu seperti sebuah proses ada unsur kesengajaan, ini sebuah rekayasa yang dilakukan oleh orang-orang yang mereka punya kekuasaan,” kata Suciwati.

Suciwati mengatakan bahwa kasus pembunuhan terhadap Munir merupakan pelanggaran HAM berat. 

“Tidak ada CCTV yang menyala satu pun di bandara, terus bisa dilakukan di pesawat yang itu milik negara, dari situ saja jelas itu sebagai pelanggaran HAM berat,” kata dia.

Suciwati mengungkapkan bahwa dia pernah bertanya kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengenai statement resmi yang menyebutkan kasus Munir masuk kategori pelanggaran HAM berat.

Baca Juga: Kasus Pembunuhan Aktivis HAM Munir Diangkat Lagi Oleh Komnas HAM, Tim Ad Hoc Dibentuk

“Dia (Komnas HAM) bilang kenapa nggak dari dulu meminta ini sebagai kasus pelanggaran HAM berat. Pertanyaan saya yang kerja di Komnas HAM siapa. Mereka yang kerja di situ kenapa justru minta itu pada korban?” kata dia.

Suciwati mengatakan seharusnya Komnas HAM membuktikan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat, bukan justru meminta korban yang mengusulkannya.

“Kita bahkan sudah memberikan legal opinion dari para ahli. Dan kemudian mereka malah mengulur-ulur lagi,” kata Suciwati.

Suciwati menyayangkan langkah Komnas HAM menetapkan tanggal 7 September sebagai hari pejuang HAM nasional karena dia menilai tidak dibarengi dengan konsistensi keseriusan.

“Malah saat ini, tim ad hoc baru dibentuk saat masa jabatan sudah akan selesai. Dari kami pihak keluarga Munir, apapun, akan menyatakan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat. Bukan kasus pidana biasa, salah itu. Sampai kapanpun keadilannya belum didapatkan artinya kami tidak tertutup untuk kami terus mencari tahu soal itu,” kata dia.

Dia juga menyayangkan langkah Presiden Joko Widodo.

“Karena Jokowi selalu melempar pembentukan TPF, bukan di zamannya. Jokowi, saya rasa, tidak paham kewajiban kerjanya sebagai presiden. Bagi kami Jokowi gagal kasus pelanggaran HAM. Dan hanya membuat kasus Hak Asasi Manusia itu jadi komoditi untuk berkuasa, untuk memuaskan kekuasaannya,” kata Suciwati.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI