Suara.com - Direktur Eksekutif Lembaga Riset dan Konsultasi Publik Algoritma Aditya Perdana menyebut wacana calon presiden alternatif untuk pemilu 2024 perlu dimunculkan karena ada kejenuhan publik terhadap nama-nama tokoh yang sudah lebih dulu populer saat ini.
Menurut Aditya, masyarakat sebenarnya tidak sepenuhnya yakin dengan figur calon presiden yang beredar saat ini.
Aditya mengutip survei yang dilakukan Algoritma, meskipun beberapa calon memiliki tingkat kesukaan dan elektabilitas tinggi, masyarakat belum yakin mereka bisa mengatasi persoalan bangsa dan negara.
"Di situlah kami punya keyakinan bahwa masih ada peluang bagi para capres lain yang sebenarnya mau mengatasi problem yang kita hadapi, seperti polarisasi masyarakat, pemberantasan korupsi, hukum, pemulihan ekonomi, kalau itu semua bisa dipenuhi, curilah ruang itu," kata Aditya dalam pernyataan pers, hari ini.
Baca Juga: Syarat Capres 2024: Mantan Anggota PKI, HTI hingga FPI Dilarang Ikut
Menurut Aditya masih ada ruang bagi para capres alternatif untuk muncul dan mengambil peran dan menjawab kegelisahan responden di atas serta peluang mengkapitalisasi kemampuan dan kapasitasnya sebagai capres.
"Maka saya berpikir seharusnya para capres alternatif ini perlu membuat skenario yang komprehensif dan sistematis untuk menantang calon yang ada sehingga dampaknya dapat dimonitor dengan baik. Tentu tantangannya tidak mudah, tapi perlu ada gerakan perlawanan," kata dia.
Koordinator Komite Pemilih Jeirry Sumampow mengemukakan bahwa masyarakat sudah mengenal calon-calon presiden yang saat ini tinggi elektabilitasnya sejak 5 tahun silam. Maka, tokoh-tokoh tersebut sama seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu dan tidak ada perbedaan signifikan.
“Itu tentu memperlihatkan ada kebosanan publik. Problemnya begini, media terlalu mempopulerkan nama tokoh, jadi publik ke arah sana, dan seolah-olah tak punya pilihan lain. Membuat figur-figur ini populer, dan populernya ini berpengaruh pada elektabilitasnya," ujarnya.
Menurutnya, figur atau nama-nama capres yang lalu-lalang sekarang paling banyak adalah kepala daerah, militer, atau petugas partai. Orang-orang yang tampil sekarang memang orang-orang yang memegang jabatan publik, ada yang juga sengaja di-branding untuk maju sebagai calon presiden.
Baca Juga: Syarat Capres 2024: Wajib Punya Riwayat Bebas dari Mabuk, Judi, dan Zina
Menariknya bahwa survei Algoritma beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa publik tak yakin para calon teratas itu mampu menyelesaikan persoalan kebangsaan, seperti pembelahan dalam masyarakat, persoalan ekonomi, korupsi, dan lain-lain. "Itu menunjukkan bahwa masyarakat mengharapkan adanya calon alternatif atau figur baru, bukan figur yang selama ini sudah muncul," katanya.
Beberapa figur alternatif yang bisa ditawarkan karena memiliki kemampuan dan kapasitas, seperti mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Mendagri Tito Karnavian, dan cendekiawan Ilham Habibie.
Ilham Habibie merupakan putra pertama dari Presiden Indonesia periode 1998–1999 B. J. Habibie. Ilham memiliki background kepakaran bidang teknologi.
"Nama-nama ini sebetulnya cukup oke, tapi kurang mendapat perhatian media sehingga tak muncul ke permukaan. Kami berharap publik juga sebaiknya mengusulkan atau memunculkan nama-nama lain, dianggap punya kemampuan memimpin bangsa ini dan punya kapasitas untuk menyelesaikan persoalan yang ada," katanya.
Peneliti Formappi Lucius Karus menyebut sudah sewajarnya publik merasa jenuh lantaran dominasi capres masih dipegang oleh nama-nama besar, yang selama ini aktif berkeliling menjajakan diri untuk menaikan elektabilitasnya.
"Belum lepas dari sini, banyak muncul figur lain, tapi sejauh ini tidak ada kenaikan signifikan dalam tingkat elektabilitas mereka menurut potret dalam survei," katanya.