Suara.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik khawatir nasib pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J akan berproses seperti kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah.
Bukan tanpa alasan, pasalnya terdapat beberapa kesamaan kedua kasus pembunuhan tersebut. Kesamaan itu adalah mulai dari para tersangka yang memberikan keterangan beda-beda hingga tersangka yang sekaligus jadi saksi.
Lantas siapa Marsinah, kasus yang diharapkan Komnas HAM tidak terjadi pada kasus Brigadir J? Simak penjelasan berikut ini.
Sekilas Kasus Pembunuhan Marsinah
Kasus pembunuhan Marsinah terbilang panjang dan tidak mendapat keadilan. Para terdakwa di kasus Marsinah divonis bebas oleh majelis kasasi. Bahkan pembunuh Marsinah belum diketahui secara jelas hingga saat ini.
Marsinah merupakan seorang aktivis dan buruh pabrik pada masa Orde Baru yang bekerja di pabrik arloji PT. Catur Putra Surya Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Ia diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari.
Aktivis kelahiran 10 April 1969 itu ikut pemogokan massal pada tanggal 3-4 Mei 1993 di pabriknya dengan tuntutan kenaikan upah 20 persen dari gaji.
Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Ia menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS dengan tuduhan telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja.
Baca Juga: Besok, Ferdy Sambo Diperiksa Pakai Lie Detector, Polisi Bilang Begini
Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelahnya sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.