Suara.com - Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) menyatakan, kenaikan harga BBM adalah kebijakan sesat di rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi). Melonjaknya harga BBM bersubsidi itu dinilai sebagai bentuk abai dan tidak pedulinya pemerintah terhadap kesusahan dan penderitaaan rakyat.
Ketua Umum GSBI, Rudi HB. Daman mengatakan, rezim Jokowi-Maruf Amin lebih memilih menaikkan harga BBM di tengah harga minyak dunia menurun.
Artinya, kebijakan tersebut makin menambah masalah rakyat dibandingkan memenuhi amanat konstitusi untuk mensejahterakan rakyat.
"Kebijakan ini merupakan penipuan kepada rakyat," kata Rudi dalam siaran persnya, Selasa (6/9/2022).
Rudi menilai, kenaikan harga BBM tentunya akan diikuti oleh kenaikan bahan pokok lainnya. Imbasnya, yang menjadi korban adalah kaum buruh dan kaum tani di pedesaan.
Rudi berpendapat, angka Rp 502,4 triliun anggaran Subsisidi BBM itu tidak ada di dalam nomenklatur kompensasi BBM dalam Perpres 98/2022. Perpres itu, jelas dia, memuat revisi atas Perpres Nomor .104/2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2022.
"Dalam Perpres tersebut, tercantum perihal subsidi BBM hanya senilai Rp 14,57 triliun. Hal ini sebagaimana dikatakan Anggota DPR RI dan para Ekonom. Maka yang mengatakan subsidi BBM membengkak hingga Rp 502,4 triliun itu jelas tidak benar dan kebohongan," jelas dia.
BBM Naik, Rakyat Tercekik
Pemerintah secara resmi menaikkan harga BBM bersubsidi mulai hari Sabtu (3/9/2022) siang. Kenaikkan harga BBM tersebut berlaku satu jam dari pengumuman.
Baca Juga: Tolak Kenaikan Harga BBM, Kelompok Masyarakat di Jogja Siap Turun ke Jalan Rabu Besok
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Hari ini tanggal 3 September Tahun 2022 pukul 13.30 pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM subsidi," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif dalam konferensi persnya, Sabtu (3/9/2022).