Suara.com - Pemimpin junta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing dijadwalkan kembali melawat ke Rusia pada hari Senin (5/9/2022) setelah sebelumnya berkunjung ke negara tersebut pada bulan Juni dan Juli.
Kunjungan tersebut disinyalir sebagai bagian dari upaya penguasa Myanmar itu untuk mengumpulkan dukungan dari sekutu-sekutu di tengah tekanan dari berbagai negara di dunia, termasuk larangan baginya untuk mewakili Myanmar dalam pertemuan-pertemuan internasional.
Berbagai tekanan dan kecaman sejak ia memimpin kudeta di awal tahun lalu terhadap pemerintah terpilih yang dipimpin peraih Nobel Aung San Suu Kyi telah memaksa Aung Hlaing untuk mengambil langkah strategis guna memastikan keberpihakan negara-negara sekutu.
Sebelumnya, Aung Hlaing mengunjungi Moskow pada Juni lalu dalam lawatan perdananya sebagai pemimpin Myanmar di mana kedua negara sepakat untuk memperkuat kerja sama di bidang militer.
Lalu, di bulan Juli, Aung Hlaing kembali ke Moskow dalam kunjungan yang disebut sebagai lawatan pribadi.
Rusia merupakan salah satu negara yang menyuarakan dukungan bagi Aung Hlaing pasca kudeta dan merupakan pemasok vaksin COVID-19 di Myanmar.
Sementara itu, Myanmar tersebut juga berencana mengimpor bahan bakar minyak dari Rusia untuk mengatasi kelangkaan di dalam negeri.
Di sisi lain, Rusia juga tengah berupaya mencari mitra bisnis baru setelah sanksi-sanksi diberlakukan di banyak negara sebagai konsekuensi dari invasi ke Ukraina.
Dan akibat kudeta yang dilakukan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan para aktivis telah menuduh junta Myanmar melakukan kekejaman dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Para jenderal dan jaringan bisnis militer pun telah dijatuhi sejumlah sanksi.
Rusia kini menjadi satu-satunya sumber peralatan militer bagi Myanmar dengan memasok pesawat nirawak, jet tempur, dan sistem pertahanan udara.
Militer Myanmar mengatakan pihaknya sedang memerangi "teroris" dan berusaha memulihkan perdamaian dan menegakkan kembali demokrasi setelah pemilu 2020 yang mereka sebut dirusak oleh kecurangan. [Antara]