Subsidi BBM Dicabut Akan Picu Kenaikan Jumlah Orang Miskin, Jokowi Akan Mengulang Era SBY?

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 05 September 2022 | 16:17 WIB
Subsidi BBM Dicabut Akan Picu Kenaikan Jumlah Orang Miskin, Jokowi Akan Mengulang Era SBY?
Presiden Jokowi dan SBY di Istana Merdeka pada 2017 [BPMI Setpres]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masyarakat Indonesia, terutama dari kalangan perekonomian menengah ke bawah, terus menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan kenaikan harga BBM sejak Sabtu 3 September akhir pekan lalu.

Sebab, kenaikan harga berbagai jenis bahan bakar minyak tersebut terbilang besar dan memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya.

Pemerintah awalnya batal mengumumkan kenaikan harga BBM dua hari sebelumnya, Kamis 1 September.

Baca Juga: Pemkab Boyolali Klaim Kenaikan Harga BBM Belum Berdampak ke Sembako, Harga Telur Malah Turun

Warga yang sudah banyak mengantre di SPBU merasa terkena prank. Tapi dua hari kemudian, rencana itu benar-benar dijalankan oleh pemerintahan Presiden Jokowi.

Sabtu 3 September pukul 14.30 WIB, Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, serta Menteri Sosial Tri Rismaharini menggelar konferensi pers dari Istana Negara tentang kenaikan harga BBM.

Jumat 26 Agustus, Menkeu Sri Mulyani sudah menggelorakan wacana untuk mencabut subsidi BBM. Ia mengklaim, mayoritas subsidi BBM tersebut ternyata dinikmati oleh orang kaya.

"Dari subsidi Pertalite Rp 93,5 triliun ini, 80 persen dinikmati oleh rumah tangga yang relatif mampu, bahkan sangat kaya," kata Sri Mulyani.

Ia menjelaskan, 80 persen dari total subsidi Pertalite Rp 93,5 triliun itu adalah setara Rp 60 triliun.

Baca Juga: Tarif Transportasi Darat dan Laut Antar Kabupaten di Kayong Utara Naik, Mulai Rp80 Ribu Hingga Rp300 Ribu

Artinya, anggaran subsidi Pertalite ini hampir seluruhnya dinikmati orang pemilik mobil. Sementara sisanya sebesar 20 persen hanya dikonsumsi pemilik motor.

Sedangkan untuk konsumsi Solar, penikmat subsidi ini lebih gila lagi. Hampir 95 persen dinikmati orang kaya, sementara sisanya 5 persen baru orang miskin.

"Untuk masyarakat tidak mampu hanya mencapai 5 persen. Sementara 95 persen dinikmati oleh orang-orang mampu dari nilai subsidi mencapai Rp149 triliun," katanya.

Namun, tetap saja yang menjerit-jerit kesusahan setelah harga BBM dinaikkan adalah masyarakat kecil.

Misalnya, sopir-sopir angkot di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang terpaksa menaikkan ongkos dari Rp 3 ribu menjadi Rp 4 ribu.

Gunawan Firdaus (34) supir angkot lintas 03 mengatakan, kenaikan tarif angkutan tersebut sudah mulai diberlakukan pada Minggu (5/9/2022), setelah pemerintah menaikan harga BBM.

"Tarif untuk umum dari Rp 3 ribu menjadi Rp 4 ribu, dan pelajar SMP/SMA semula dari tarif Rp 2 ribu jadi Rp 3 ribu, sedangkan untuk murid sekolah dasar asalnya Rp 1 ribu naik ke Rp 2 ribu," kata Firdaus, Senin (5/9).

Menurutnya, para penumpang banyak mengeluhkan kenaikan tarif tersebut, namun ada juga yang memakluminya.

"Karena sudah pada mengetahui harga Pertalite naik, penumpang banyak yang memakluminya. Tapi ada juga penumpang yang membayar dengan tarif normal," ucapnya.

Pengendara sepeda motor mengantre mengisi BBM di SPBU Ciceri Kota Serang, Sabtu (3/9/2022). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]
Pengendara sepeda motor mengantre mengisi BBM di SPBU Ciceri Kota Serang, Sabtu (3/9/2022). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

Yanto (55), sopir angkot di Tegal, Jawa Tengah, juga mengeluhkan kenaikan harga BBM.

‎"Keberatan sekali harga BBM naik. Harga BBM naik, tapi pendapatan terus berkurang," kata Yanto saat mengantre mengisi BBM di SPBU Jalan Mayjen Sutoyo, Kota Tegal, Sabtu (3/9).

Yanto mengatakan, dia harus mengeluarkan uang Rp100 ribu untuk BBM dalam beberapa kali perjalanan pulang-pergi menyusuri rute Banjaran, Kabupaten Tegal-Kota Tegal. Sedangkan setoran yang harus diberikan ke pemilik angkot sebesar Rp50 ribu.

Dengan potongan untuk BBM dan setoran tersebut, ditambah kondisi penumpang yang kian sepi, dia kerap hanya memperoleh penghasilan ‎hanya Rp20 ribu sehari.

"Penumpang semakin ke sini semakin sepi. Lihat saja penumpang dari Banjaran ke Tegal cuma satu orang. ‎Ini harga BBM naik ya tambah mumet," ujarnya.

Paling tinggi dalam kepemimpinan Jokowi

Jokowi, sejak menjabat Presiden RI selama dua periode, tercatat sudah beberapa kali menaikkan harga BBM. Sejak 2014, besaran kenaikan harga BBM yang paling tinggi terjadi September tahun ini.

Tercatat, Presiden Jokowi mulai menerapkan kebijakan kenaikan harga BBM per tanggal 17 November 2014. Kala itu, harga BBM bersubsidi naik dari Rp 6.500 per liter menjadi Rp 8.500 per liter. Sedangkan BBM jenis solar naik dari Rp 5.500 per liter menjadi Rp 7.600 per liter.

Selang sebulan, persisnya 1 Januari 2015, sempat menurunkan harga BBM bersubsidi dari Rp 8.500 per liter menjadi Rp 7.600 per liter. Harga Solar juga ikut turun, dari Rp 7.600 per liter menjadi Rp 7.250 per liter.

Jokowi kembali menurunkan harga BBM tanggal 19 Januari 2015. Harga BBM premium yang tadinya Rp 7.600 per liter turun menjadi Rp 6.600 per liter.

Tapi, selang sebulan, 1 Maret 2015, Jokowi kembali menaikkan harga BBM bersubsidi. Harga premium yang tadinya Rp 6.600 per liter naik menjadi Rp 6.800 per liter.

Belum sebulan dinaikkan, harga BBM jenis premium dan Solar lagi-lagi naik per 28 Maret 2015.  Baik BBM premium dan solar naik Rp 500, di mana premium menjadi Rp 7.300 per liter dan solar menjadi Rp 6.900 per liter.

Namun, menjelang tutup tahun 2015, yakni 10 Oktober, Jokowi kembali menurunkan harga BBM jenis solar dari Rp 6.900 menjadi Rp 6.700 per liter. Sementara harga premium masih sama.

5 Januari 2016, harga BBM premium kembali diturunkan pemerintah, dari Rp 7.300 per liter menjadi Rp 6.950 per liter. Hal serupa juga dilakukan terhadap solar yang dari Rp 6.700 per liter, turun menjadi Rp 5.650 per liter.

Empat bulan kemudian, 1 April 2016, pemerintahan Jokowi menurunkan harga BBM jenis premium, dari Rp 6.950 per liter menjadi Rp6.450 per liter. Solar juga turun dari Rp 5.650 turun ke angka terendah Rp 5.150 per liter.

Selang dua tahun, persisnya 10 Oktober 2018, harga BBM premium yang tadinya Rp 6.450 per liter mengalami kenaikan menjadi Rp 7.000 per liter untuk wilayah Jawa, Madura dan Bali.

Pemerintah baru kembali menaikkan harga BBM pada 1 April 2022. Jenis BBM yang dinaikkan harganya tersebut adalah non-subsidi RON 92 atau Pertamax.

Harga Pertamax berubah dari Rp 9000 per liter menjadi Rp 12.500 per liter. Kenaikan harga ini didasari atas melonjaknya harga minyak mentah pada Maret 2022 yang lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya.

Sementara pada Agustus 2022, pemerintah menyatakan akan menaikkan harga BBM antara Rp2.000 hingga Rp3.000 per liter. Kemudian laman resmi Pertamina mengumumkan harga BBM yang turun hanya di beberapa daerah.

Termutakhir, Sabtu 3 September 2022, kenaikan harga BBM subsidi jenis Pertalite mengalami kenaikan signifikan, dari yang awalnya Rp 7.650 per liter melesat menjadi Rp 10.000 per liter.

Angka kenaikan ini tercatat menjadi tertinggi karena berada di atas Rp 2.000, mengalahkan tahun 2014.

Jumlah orang miskin bakal naik?

Sudah bukan lagi rahasia kalau harga BBM naik, maka harga-harga kebutuhan pokok, ongkos transportasi, bahkan harga makanan camilan pun akan ikut berubah menjadi tinggi.

Kondisi itulah yang membuat khawatir banyak kalangan. Kekhawatiran mereka terutama pada kemungkinan terus meningginya jumlah masyarakat miskin di Indonesia.

Badan Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang, jumlah ini mengalami penurunan sebesar 1,38 juta orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sementara jika dibandingkan September 2021 lalu, jumlah penduduk miskin juga berkurang sebesar 340 ribu orang.

"Pada Maret 2022, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 26,16 juta jiwa atau setara dengan 9,54 persen," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Jumat (15/7/2022).

Tapi, dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah, Selasa 31 Agustus 2022, Margo Yuwono mewanti-wanti agar pemerintah mewaspadai kenaikan angka kemiskinan kalau terjadi penyesuaian harga BBM.

Logikanya, kalau harga BBM naik dan berpengaruh tinggi pada inflasi, maka konsekuensinya adalah berdampak pada kemiskinan.

Pemandangan kawasan Rumah Susun Radial Palembang, Sumsel, Kamis (2/6/2022). [ANTARA FOTO/Feny Selly/hp]
Pemandangan kawasan Rumah Susun Radial Palembang, Sumsel, Kamis (2/6/2022). [ANTARA FOTO/Feny Selly/hp]

Margo menggambarkan situasi itu seperti pengalaman kenaikan harga BBM tahun 2005.

Menurut data BPS Maret 2005, pemerintahan Presiden SBY atau Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga Bensin 32,6 persen dan Solar 27,3 persen.

Oktober 2005, Presiden SBY kembali menaikkan harga bensin hingga 87,5 persen serta Solar 104,8 persen.

Kenaikan harga BBM yang sangat tinggi itu berdampak pada inflasi yang membengkak menjadi 17,15 persen dari sebelumnya 11,7 persen.

Setahun kemudian, 2006, BPS mencatat terdapat kenaikan signifikan jumlah orang miskin dari 35,10 juta jiwa menjadi 39,30 juta jiwa.

Tingkat kedalaman kemiskinannya juga demikian, naik dari 2,78 ke 3,43. Tingkat keparahannya pun naik dari 0,76 menjadi 1.

Presiden Jokowi sendiri sudah mengumumkan bakal mencairkan dana bantuan langsung tunai alias BLT kepada masyarakat setelah kenaikan harga BBM. Program BLT ini persis seperti yang dilakukan Presiden SBY seusai menaikkan harga BBM.

Jokowi mengatakan, dana subsidi BBM yang dicabut pemerintah akan dialihkan kepada masyarakat melalui salah satunya program BLT.

Pemerintah sudah menyiapkan Rp 12,4 triliun sebagai dana BLT, yang akan dibagikan ke 20,65 juta warga Indonesia yang kurang mampu. 

Setiap warga yang terdata sebagai keluarga miskin bakal mendapat Rp 150 ribu per bulan. BLT akan diberikan selama 4 bulan berturut-turut sejak September.

"Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp 9,6 Triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan dalam bentuk bantuan subsidi upah yang diberikan sebesar Rp 600.000," tuturnya. 

Sebenarnya, Jokowi dulu sempat mengkritik kebijakan Presiden SBY yang memberikan BLT setelah menaikkan harga BBM.

Persisnya tanggal 28 Maret 2012, saat Jokowi masih menjabat Wali Kota Solo, ia mengatakan bantuan langsung boleh diberikan, tapi tidak begitu saja.

Menurut Jokowi, bantuan tunai itu harus dijadikan pancingan guna memberdayakan ekonomi rakyat, bukan diberikan cuma-cuma dalam bentuk uang tunai.

"Kalau diberikan langsung tunai begitu, namanya kita mendidik masyarakat hanya menjadi tangan di bawah, menengadahkan tanga saja," kata Jokowi saat itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI