Suara.com - Pihak berwenang Saudi mengatakan sedang menggelar penyelidikan atas sebuah video daring yang memperlihatkan sejumlah aparat keamanan memukuli beberapa remaja perempuan di sebuah panti asuhan.
Dalam rekaman yang belum diverifikasi, seorang polisi dan beberapa orang berpakaian sipil terlihat menggerebek Rumah Pendidikan Sosial di Khamis Mushait, Arab Saudi.
Seorang petugas tampak menyeret seorang remaja perempuan yang berteriak-teriak di lantai. Sementara, seorang polisi memukulnya dengan ikat pinggang.
Para remaja perempuan lainnya terlihat dikejar-kejar dan dipukul dengan tongkat kayu.
Baca Juga: Mengkhawatirkan, DP3AKB Balikpapan Temukan 34 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak
Situasi persisnya dan waktu kejadian tidak jelas, namun seorang pengguna Twitter yang mengklaim dirinya yang mengedit video itu, menulis bahwa gadis-gadis itu melakukan "pemogokan melawan korupsi dan ketidakadilan" setelah mereka "menuntut hak-hak mereka dari panti asuhan dan ditolak".
Dia kemudian mengunggah foto-foto beberapa perempuan yang disebutnya mengalami memar-memar akibat tindakan kekerasan itu.
Dia kemudian menuduh bahwa seorang pejabat senior mengancam mereka jika video itu tidak dihapus dari media sosial.
Para aktivis hak asasi manusia dan kelompok oposisi menyatakan kegeraman mereka atas isi rekaman video yang beredar pada Selasa malam.
Sementara tagar "Khamis_Mushait_Orphans" mulai menjadi tren di Twitter di Arab Saudi.
Baca Juga: Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Masih Jadi PR Besar di Jatim
Baca juga:
- Mengapa perempuan di Arab Saudi bisa dipenjara kalau tidak mematuhi perintah ayah?
- Remaja Saudi yang kabur setelah keluar dari Islam mendapat suaka di Kanada
- HRW: Arab Saudi terus melakukan penggerebekan terhadap pegiat HAM
Pegiat HAM mengutuk 'serangan ganas' itu
Kelompok hak asasi yang berbasis di Inggris, ALQST, mengatakan rekaman itu "mengganggu" dan bahwa otoritas Saudi "harus meminta pertanggungjawaban kepada para pelaku".
Kelompok oposisi yang tergabung dalam Partai Majelis Nasional, yang terdiri para pembangkang yang diasingkan, mengutuk "serangan ganas" tersebut.
Mereka menuntut agar pemerintah Arab Saudi "melindungi para remaja perempuan di tempat penampungan dan panti asuhan, supaya mereka dapat menggunakan hak-hak dasarnya".
Seperti apa reaksi otoritas Arab Saudi?
Gubernur wilayah Asir barat daya mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Rabu (31/08), bahwa dia telah membentuk komite untuk menyelidiki isi rekaman itu.
Dia juga mengatakan, hasil temuannya akan diberikan kepada pihak berwenang terkait.
Insiden kekerasan ini terjadi pada saat meningkatnya kekhawatiran internasional tentang hak-hak perempuan di Arab Saudi.
Baca juga:
- Aktivis 'penganjur perempuan boleh mengemudi di Arab Saudi' dibebaskan dari penjara
- Perempuan boleh menyetir di Arab Saudi, anak muda 'antusias' namun kaum ibu pilih 'disopiri'
- Perempuan Saudi akan mendapatkan konfirmasi perceraian melalui pesan teks
Siapa aktivis perempuan Saudi yang dipenjara?
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Arab Saudi telah mencabut larangan mengemudi bagi perempuan.
Negara itu juga melonggarkan aturan perwalian laki-laki, namun di sisi lain mereka memenjarakan sejumlah aktivis perempuan terkemuka.
Tindakan ini dianggap sebagai bagian dari tindakan keras terhadap adanya perbedaan pendapat.
Baca juga:
- Misteri kematian dua perempuan bersaudara dari Arab Saudi yang jasadnya ditemukan di Australia
- Rahaf al-Qunun: Cuitan perempuan Saudi yang mungkin menyelamatkan hidupnya
- Remaja Saudi yang kabur setelah keluar dari Islam mendapat suaka di Kanada
Kelompok hak asasi manusia, Dawn, yang berbasis di AS melaporkan pekan ini bahwa ada seorang perempuan Saudi dijatuhi hukuman 45 tahun penjara karena menggunggah pernyataannya di media sosial, yang mengkritik para pemimpin kerajaan.
Dokumen pengadilan menunjukkan bahwa Nourah binti Saeed al-Qahtani dihukum karena "menggunakan internet untuk memporakpandakan tatanan sosial" dan "melanggar ketertiban umum dengan menggunakan media sosial", kata kelompok hak asasi itu.
Perempuan Saudi lainnya, mahasiswa program Doktoral di Universitas Leeds, Inggris, Salma al-Shehab, dipenjara selama 34 tahun karena aktivitas Twitter-nya pada awal bulan ini.