Suara.com - Dugaan kasus kekerasan seksual terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang dituduhkan kepada Brigadir J kini memasuki babak baru. Sebab, Komnas HAM kembali menghidupkan narasi bahwa Putri Candrawathi diduga menjadi korban kekerasan seksual Brigadir J.
Adapun hingga kini, Putri Candrawathi tetap bersikeras bahwa dirinya menerima perbuatan tidak mengenakkan dari ajudan suaminya tersebut dan menyebut dirinya sebagai korban.
Kemudian, Komnas HAM juga menyebut pembunuhan tersebut adalah sebagai bentuk extrajudicial killing sebagai respons Sambo dan rekan-rekan tersangkanya.
Padahal, dugaan kasus pelecehan seksual tersebut sempat di-drop oleh kepolisian lantaran tidak ditemukan adanya tindakan demikian. Sehingga, kasus tersebut mengalami naik turun yang kini kembali dihidupkan oleh Komnas HAM dalam narasi mereka.
Baca Juga: Polisi Tak Tahan Putri Candrawathi, Pakar Hukum Pidana: Tidak Akan Kurangi Hukuman
Simak perjalanan kasus kekerasan seksual Putri Candrawathi berikut.
Awal mula kasus: jadi dalih pembunuhan Brigadir J
Pada awal kasus pembunuhan Brigadir J mencuat, keterangan resmi yang diekspos ke publik oleh kepolisian bahwa pembunuhan tersebut didasari lantaran sang Brigadir melakukan dugaan kekerasan seksual terhadap Putri.
Karopenmas Divisi Humas, Polri Brigjen Ahmad Ramadhan juga menyebut bahwa Brigadir J memasuki kamar istri sang eks Kadiv Propam dan melecehkannya sembari menodongkan senjata.
"Berdasarkan keterangan dan barang bukti di lapangan bahwa Brigadir J memasuki kamar pribadi Kadiv Propam dan melecehkan istri Kadiv Propam dengan todongan senjata,” kata Ramadhan, Senin (11/7/2022) lalu.
Baca Juga: Viral! Wajah Seorang Sopir Bus Mirip Salah Satu Tersangka Pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo
Sontak, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E berlari ke Putri lantaran mendengar suara teriakan. Saat itu, Bharada E menemukan Brigadir J yang kemudian menembaknya tanpa peringatan.
"Bharada E turun memeriksa sumber teriakan," ungkap Ramadhan.
Sebagai balasan, Bharada E melepaskan beberapa tembakan yang akhirnya menewaskan rekannya tersebut.
Ditemukan kejanggalan, rekayasa skenario, hingga akhirnya di-drop oleh kepolisian
Seiring perkembangan penyelidikan kematian sang Brigadir, mulai terkuak bahwa kekerasan seksual dan tembak-menembak tersebut adalah rekayasa skenario Sambo.
Melalui pengakuan Bharada E, tidak ada 'duel pistol' antara dirinya dengan Bharada E.
"Tidak ada memang, kalau informasi tidak ada baku tembak. Pengakuan dia tidak ada baku tembak," kata eks pengacara Bharada E, Muhammad Burhanuddin, Senin (8/8/2022) kepada awak media.
Melalui pengacaranya itu, Bharada E juga mengaku bahwa proyektil bekas tembakan hanyalah alibi. Sambo juga disebut menembaki tembok TKP, yakni rumah dinasnya di Duren Tiga untuk membuat seolah-olah ada baku tembak antara Richard dan Yosua.
Kabareskrim memimpin gelar perkara yang akhirnya tak menemukan adanya unsur pidana terkait laporan pelecehan seksual tersebut. Akhirnya, kepolisian resmi menutup laporan kasus pelecehan seksual yang dituduhkan kepada mendiang Brigadir Yosua.
Kembali mencuat karena narasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan
Sempat ditutup kepolisian, kini Komnas HAM kembali membuka narasi bahwa adanya pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri.
Komnas HAM juga kemudian menyebut pembunuhan tersebut merupakan extrajudicial killing alias membunuh di luar hukum.
"Berdasarkan temuan faktual dalam peristiwa kematian Brigadir J, disampaikan bahwa terjadi peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J yang merupakan tindakan Extra Judicial Killing yang memiliki latar belakang adanya dugaan kekerasan seksual," ujar komisioner Komnas HAM Choirul Anam di kantornya di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Senada dengan Anam, Ketua Komisioner Komnas Perempuan, Andy Yentriyani juga menyebut bahwa ada dugaan kuat Yosua melecehkan Putri.
Kejadian tersebut diduga terjadi saat Brigadir J menemani Sambo dan keluarga pada Kamis 7 Juli 2022 di Magelang, Jawa Tengah.
Adapun terkait dengan kondisi Putri, Andy menyebut istri Sambo tersebut merasa takut diancam Brigadir J jika melaporkan kejadian tersebut.
"Kami perlu menegaskan bahwa keengganan pelapor (Putri) untuk melaporkan kasusnya sedari awal itu, karena memang merasa malu," kata Andy saat konferensi pers di Komnas HAM, Jakarta, Kamis (1/9/2022).
"Dalam pernyataannya ya, merasa malu, menyalahkan diri sendiri, takut pada ancaman terduga pelaku (Brigadir J), dan dampak yang mungkin mempengaruhi seluruh kehidupannya," lanjutnya.
Hingga kini, Andy enggan menyebut bentuk ancaman yang diduga dilakukan Brigadir J dan menyerahkannya kepada penyidik untuk ditelusuri lebih lanjut.
"Kalau dari keterangannya demikian, tapi (ancaman) ini perlu diselidiki lebih lanjut. Nanti ditanyakan saja pada penyidik itu sudah disampaikan semuanya itu dalam laporan," ujarnya.
Tak tanggung-tanggung, Andy menyebut bahwa Putri sempat berkata ingin mati karena dugaan kekerasan seksual yang dialaminya.
"Dalam kasus ini posisi sebagai istri dari seorang petinggi Kepolisian, pada usia yang jelang 50 tahun, memiliki anak perempuan, maupun rasa takut pada ancaman, dan menyalahkan diri sendiri, sehingga merasa lebih baik mati. Ini disampaikan berkali-kali," ujar Andy.
Kontributor : Armand Ilham