Suara.com - Eks Kapolres Bandara Soekarno-Hatta, Kombes Edwin Hatorangan Hariandja dipecat atau diberhentikan dengan tidak hormat (PDTH). Pemecatan dilakukan lantaran yang bersangkutan tidak profesional dan melakukan penyalahgunaan wewenang dalam penanganan kasus narkoba.
Selain Edwin, sanksi berupa pemecatan dengan tidak hormat juga dijatuhkan kepada mantan Kasat Reserse Narkoba Polres Bandara Soekarno-Hatta AKP Nasrandi dan Kasubnit Satresnarkoba Polres Bandara Soekarno-Hatta Iptu Triono A.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memandang, tak ada yang dapat dibanggakan atas sanksi etik yang dilakukan Polri tersebut. Sanksi etik tersebut justru semakin menunjukkan kesan kemunafikan Korps Bhayangkara yang tengah memperbaiki citra usai mencuatnya kasus Ferdy Sambo.
"Alih-alih tegas, sanksi etik terhadap perilaku koruptif yang dilakukan secara berjamaah oleh Kapolres Bandara Soekarno-Hatta justru menunjukkan kemunafikan institusi Polri yang sedang gencar-gencarnya memperbaiki citra pascakasus Sambo," kata pengacara publik LBH Jakarta, Teo Reffelsen saat dikonfirmasi, Kamis (1/9/2022).
Baca Juga: Diduga Terima Uang Hasil Narkoba, Kapolres Bandara Soetta Dipecat
LBH Jakarta turut mengecam proses etik terhadap Kombes Edwin beserta bawahannya karena tidak dibarengi dengan proses pidana. Pasalnya, Edwin menerima uang dari Nasrandi yang berasal dari barang bukti dalam penanganan kasus narkotika.
"Perbuatan yang jelas-jelas merupakan tindak pidana tersebut, tidak pantas hanya diganjar sanksi etik. Seharusnya, proses etik dan pidana dapat sekaligus," papar Teo.
Teo berpendapat, seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pengusutan. Hal tersebut karena terdapat dugaan tindak pidana suap maupun penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidsna Korupsi (Tipikor).
"Sehingga tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak mengusut kasus ini," sambungnya.
Polri yang kini tengah diterpa kasus pembunuhan berencana yang menyeret nama eks Kadiv Propam itu, lanjut Teo, tetap saja tidak melakukan evaluasi dan koreksi, apalagi mereformasi. Artinya, menjadi hal yang wajar jika publik menyebut ada permasalahan serius di tubuh Polri saat ini.
Baca Juga: Dipecat, Mantan Kapolres Bandara Soetta Terima Suap dari Kasat Reserse Narkoba
"Oleh karenanya, menjadi valid jika publik menilai bahwa memang ada permasalahan serius di tubuh kepolisian RI baik secara instrumental, struktural, dan kultural," tegas Teo.
Untuk diketahui, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo menyebut Edwin diduga menerima uang dari Nasrandi yang berasal dari hasil barang bukti pengungkapan kasus narkoba sebesar USD 225 ribu atau setara Rp3,3 miliar dan SGD 376 ribu atau setara Rp3,9 miliar. Uang tersebut kemudian dipergunakan oleh Edwin untuk keperluan pribadi.
Sanksi pemecatan ini dijatuhkan kepada Edwin, Nasrandi, dan Triono berdasar sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar di Gedung TNCC Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Selasa (30/8/2022). Selain mereka ada Kanit Satresnarkoba Polres Bandara Soetta Iptu Pius Sinaga dan tujuh anggota lainnya yang juga disidang.
"Berdasarkan hasil sidang KKEP terduga pelanggar terbukti telah melakukan ketidakprofesionalan dan penyalahgunaan wewenang sehingga komisi memutuskan sanksi bersifat etika yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, dan sanksi administratif berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai anggota Polri," kata Dedi dalam kepada wartawan, Rabu (31/8/2022).
Sementara Pius, kata Dedi, dijatuhkan sanksi demosi lima tahun. Sedangkan, tujuh anggota lainnya diberi sanksi demosi dua tahun.
"Langkah ini sebagai wujud komitmen Kapolri dengan menindak tegas anggota yang bermain-main dengan tindak kejahatan terutama narkoba dan judi," pungkas Dedi.