Suara.com - Kontroversi perkataan Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum yang menyebutkan solusi mencegah HIV/AIDS adalah poligami banyak yang protes. Bahkan karibnya sendiri protes, yaitu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
"Allah SWT tidak akan membuat sebuah larangan kecuali kalau dilanggar akan mendapatkan kemudharatan, kemafsadatan, kepayahan, kerugian," kata dia.
"Begitu juga Allah SWT tidak akan mengimbau melaksanakan sesuatu apakah itu ibadah sunnah, wajib, kecuali kalau dilaksanakan ada manfaat, mashlahat, kebarokahan, juga kebaikan, termasuk menikah tujuannya ibadah dan berpoligami tujuannya juga ibadah," ucap Uu dalam keterangan persnya.
Begitulah omongan Uu. Hal itu dia ungkapkan untuk menanggapi banyak mahasiswa di Bandung yang terjangkit HIV AIDS karena seks bebas. Selain itu di luar Bandung juga banyak suami, ibu hamil dan anak-anak bayi tertular HIV AIDS.
Baca Juga: Ridwan Kamil Beda Pendapat Dengan Uu Ruzhanul Ulum Soal Cara Atasi Penularan HIV/AIDS
Pemicu dari HIV/AIDS itu salah satunya suami yang melakukan hubungan seks tanpa pengaman dengan pekerja seks. Selain IRT, sebesar 6,9 persen atau 414 kasus terjadi pada mahasiswa.
Bisa bikin sesat pengetahuan soal HIV/AIDS
MUI Jawa Barat tak setuju dengan komentar Uu Ruzhanul. Ketua MUI Jabar Rachmat Syafe'i mengatakan itu bukan menjadi solusi dalam pencegahan HIV.
Dikutip dari Ayobandung (jaringan Suara.com), menurut Rachmat, dibandingkan mengusulkan berpoligami, Rachmat menuturkan bahwa MUI Jabar mendorong kepada pemerintah Jawa Barat khususnya Wagub, untuk melakukan pendampingan secara khusus kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Protes juga dilayangkan Koordinator Nasional Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Ayu Oktariani. Bahkan Ayu mengecam keras pernyataan Uu Ruzhanul.
Baca Juga: Wagub Jabar Dihujat, Usul Poligami sebagai Solusi Cegah Penularan HIV/ AIDS
Bahkan ucapan Uu Ruzhanul itu dinilai berbahaya sekali. "Ini sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan kesalahan yang lebih fatal bagi masyarakat lebih luas dan perempuan secara khusus," ujarnya.
"Poligami dan pernikahan di usia muda malah akan menjadi pintu gerbang pada kasus kekerasan pada perempuan. Kita bisa melihatnya dalam Ringkasan Eksekutif, Catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2022, bahwa kekerasan paling tinggi terjadi di ranah personal yaitu 335.399 kasus dimana di dalamnya ada kekerasan dalam rumah tangga," paparnya.
Cara berpikir yang salah
Dari kalangan partai, Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat, Ono Surono juga kritik Uu Ruzhanul. Ono menegaskan poligami bukan solusi penanganan HIV-AIDS.
"Saya kira poligami bukan solusi. Itu cara berpikir yang salah. Apalagi solusi yang disebutkan Pak Wagub ini mengedepankan nafsu syahwat," kata Ono kepada media di Pangandaran, Rabu (31/8/2022).
"Ini kan bisa saja sekarang misalnya seseorang melakukan kawin kontrak atau poligami karena tak kuat menahan hasrat kemudian besok cerai lagi. Pada akhirnya menimbulkan masalah sosial yang baru. Saya yakin semua agama, aliran kepercayaan pun melarang perzinahan itu," imbuhnya.
Ridwan Kamil tak setuju
"Pendapat pribadi Pak Wagub Uu Ruzhanul Ulum terkait poligami sebagai solusi, saya pribadi tidak sependapat," tulis Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, pada akun Twitter pribadinya, Selasa (30/8/2022).
Ridwan Kamil menegaskan Pemprov Jabar fokus pada kegiatan pencegahan HIV yang ia sebut rutin dilakukan. Di antaranya melakukan skrining dini tes HIV pada provinsi kunci WPS (wanita pekerja seks), LSL (laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki), warga penasun (pengguna NAPZA dan jarum suntik), ibu hamil, pasien TB, warga binaan pemasyarakatan di layanan maupun secara mobile.
Selain itu melakukan perluasan layanan konseling tes HIV, layanan perawatan dukungan, dan pengobatan. Melakukan peningkatan kapasitas petugas Puskesmas dalam pengembangan layanan tes dan treatment.
Hal lain, melakukan evaluasi triple eliminasi dengan sasaran ibu hamil yang di tes HIV, sifilis, dan Hepatitis untuk eliminasi pada bayi baru lahir dari ibu positif HIV, sifilis, dan hepatitis.
Pemprov Jabar juga melakukan pemantauan desentralisasi obat ARV di 27 Kabupaten/Kota, pemeriksaan viralis bagi ODHA untuk melihat evaluasi penggunaan ARV, dan melakukan kegiatan pemetaan populasi kunci untuk mendapatkan gambaran estimasi populasi kunci.