Suara.com - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Demokrat, Anwar Hafid berharap pemerintah konsisten dengan jadwal Pilkada serentak pada November 2024.
Pemerintah tetap menjaga komitmen untuk tidak melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, seiring adanya usulan memajukan Pilkada serentak menjadi September 2024.
"Kami tentu berharap idealnya itu bahwa kami konsisten. Konsisten terhadap kesepakatan awal kita bahwa tidak ada revisi, revisi undang-undang kan begitu," kata Anwar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022).
Anwar sendiri melihat memang ada sejumlah pertimbangan yang dapat menjadi dalih memajukan pelaksanaan Pilkada menjadi September. Mulai dari rentang waktu atau jarak dari pelaksanaan Pemilu yang dinilai cukup, hingga soal target waktu pelantikan para kepala daerah terpilih.
Baca Juga: Ketua DPR RI Tinjau Harga Bahan Pangan di Pasar Kebon Roek
Kendati begitu, ia kembali mengingatkan agar semua pihak dapat berkomitmen dan konsisten atas keputusan sebelumnya, tidak ada revisi.
"Kalau idealnya ya kita konsisten saja dengan undang-undang yang ada," kata Anwar.
Tak Ada Alasan Kuat
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera menilai belum ada alasan kuat untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Hal itu disampaikan Mardani menanggapi munculnya usulan KPU untuk memajukan pelaksanaan Pilkada serentak di 2024 dari sebelumnya November menjadi September.
"Kalau mau diubah berarti revisi itu harus kuat landasannya apa gitu. Saya tidak melihat landasan yang kuat dari usulan KPU kecuali ada sedikit pragmatis," kata Mardani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022).
Mardani menyoroti sikap pemerintah terdahulu yang enggan melakukan revisi terhadap UU tersebut. Padahal diakui Mardani, PKS termasuk salah satu yang gencar menyuarakan revisi.
Ia lantas mengingatkan agar tidak ada pihak-pihak yang justru saat ini mencoba bermain-main atas pelaksanaan Pemilu maupun Pilkada.
Terlepas dari itu, Mardani melihat memajukan pelaksanaan Pilkada serentak menjadi September 2024 justru terlalu berisiko. Sebabnya rentang waktu tersebut masih terbebani dengan pelaksanaan Pemilu Pilpres dan Pileg pada 14 Februari.
"Itu boleh jadi di September belum selesai urusan penuntasan sengketa di Pileg dan Pilpres, sementara mau menyelenggarakan Pilkada. Ini cukup berisiko," kata Mardani.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI fraksi PDIP, Junimart Girsang menyampaikan, memang ada peluang untuk memajukan jadwal Pilkada Serentak melalui revisi UU Pilkada. Namun hal itu harus dilalui dengan berbagai pertimbangan.
"Peluang untuk itu dimungkinkan dengan berbagai pertimbangan," kata Junimart kepada wartawan, Jumat (26/8/2022).
Junimart usulan yang disampaikan KPU sah-sah saja dilakukan. Namun menurutnya DPR dengan pemerintah sudah menyepakati bersama terkait Pemilu 2024.
"Yang pasti dalam rapat kerja Komisi II dengan Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu sudah disepakati dan diputuskan di Rapat Paripurna DPR-RI bahwa Pilkada dilaksanakan pada 27 November 2024," tuturnya.
Lebih lanjut, Junimart mengatakan, dalam waktu dekat Komisi II DPR sudah menjadwalkan rapat dengar pemdapat bersama KPU pada pekan depan. Pihaknya akan menunggu KPU berani mengusulkan hal tersebut atau tidak.
"Kita tunggu saja apakah dalam Rapat ini KPU akan mengusulkan pemajuan jadwal Pilkada tersebut yang tentunya dengan simulasi objektif-rasional," pungkasnya.
Usulan KPU
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, bila pencoblosan dilakukan bulan November, maka akan sulit untuk mewujudkan pelantikan secara serentak dengan hasil pemilu serentak pada Desember 2024.
"Dalam persepsi politik dan publik, Pilkada 2024 bukan hanya coblosannya tapi pelantikannya. Kalau coblosannya November, untuk mencapai keserentakan pelantikan Desember 2024 kok agak susah," ujarnya, dikutip dari Terkini.id—jejaring Suara.com—Jumat (26/8/2022).
Hasyim juga menjelaskan, jika pencoblosan dilakukan November, maka kesempatan untuk menggugat ke MK akan memakan waktu.
Akibatnya, juga bisa bertabrakan dengan pelantikan pemenang pemilu serentak 2024.
"Orang gugat ke MK, kemudian putusannya suara ulang, hitung ulang, rekap ulang. Tercapainya keserentakan agak berat di situ. Kalau tujuan Pemilu mengisi dan membentuk pemerintahan termasuk daerah, unsurnya kepala daerah dan DPRD, sudah terbentuk di time yang sama, maka tujuan 5 tahunannya bisa tercapai," ungkap Hasyim.
Hal lain yang menjadi pertimbangan yakni soal masa akhir jabatan presiden yang bakal berakhir di Oktober 2024.
Jika Pilkada Serentak 2024 baru dilaksanakan di November, maka dikhawatirkan bisa berdampak pada stabilitas nasional.
"Kalau coblos September, salah satu pintu pencalonan Pilkada kan lewat Parpol, harus dapat kepastian punya kursi berapa," kata Hasyim.
Meski begitu, perubahan jadwal Pilkada Serentak 2024 juga memerlukan perubahan pada UU Pilkada.