Perubahan Iklim: 2022 Disebut Tahun Panas dan Kekeringan

SiswantoBBC Suara.Com
Sabtu, 27 Agustus 2022 | 19:52 WIB
Perubahan Iklim: 2022 Disebut Tahun Panas dan Kekeringan
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dunia sedang mengalami salah satu kekeringan paling meluas dalam beberapa dekade, kata para ilmuwan; sejumlah daerah bahkan memecahkan rekor. Kekeringan "kilat" yang terjadi secara tiba-tiba juga menjadi lebih umum.

"Ini adalah tahun yang cukup luar biasa untuk kekeringan di belahan bumi utara, dengan kekeringan panas yang hampir memecahkan rekor atau memecahkan rekor secara bersamaan dialami Amerika Utara, Eropa dan Mediterania, dan China," kata Benjamin Cook, seorang ilmuwan senior dan peneliti kekeringan di Nasa.

Tetapi wilayah lain juga terkena dampak parah, termasuk Afrika Timur, Amerika Selatan, beberapa wilayah Asia dan beberapa bagian Australia, kata para pakar.

Di antara yang terparah adalah wilayah Tanduk Afrika, tempat musim hujan tidak turun selama bertahun-tahun, dan menyebabkan keadaan yang disebut oleh Nuur Mohamud Sheekh, juru bicara blok perdagangan regional (IGAD), sebagai "kekeringan terburuk dalam 40 tahun". Ini berdampak pada ketahanan pangan bagi sekitar 50 juta orang, katanya.

Baca Juga: Kisah Tasiman Petani di Pegalongan Banyumas, Panen Hanya Dua Kali Setahun Karena Dampak Perubahan Iklim

Afrika menderita kekeringan lebih sering daripada benua lain, menurut laporan oleh Konvensi PBB untuk Memerangi Desertifikasi (UNCCD). Dari 134 kekeringan di benua itu antara tahun 2000-2019, 70 terjadi di Afrika Timur, kata laporan tersebut.

China juga telah mengumumkan darurat kekeringan tahun ini, karena suhu yang terik telah mengeringkan beberapa sungai termasuk bagian dari Yangtze, sungai terpanjang ketiga di dunia.

Daya listrik yang dihasilkan di PLTA provinsi Sichuan telah turun secara signifikan yang menyebabkan pemadaman, pengiriman dengan kapal telah dihentikan di beberapa jalur air dan lebih dari dua juta hektar lahan pertanian di enam provinsi telah terdampak, kata para pejabat pemerintahan seperti dikutip berbagai media.

Rekor curah hujan rendah telah dipecahkan di Eropa barat, menurut Layanan Pemantauan Atmosfer Copernicus, sementara negara-negara Asia Tengah seperti Afghanistan dan Iran sudah mengalami kondisi kekeringan parah selama lebih dari satu tahun sekarang.

Di belahan bumi selatan, Amerika Selatan sangat terpengaruh dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: Dampak Cuaca Ekstrim: Sebagian Warga AS Jadi "Migran Perubahan Iklim"

Kondisi kekeringan menyebabkan penurunan panen sereal 2020-2021 hampir 3%, sementara Chili Tengah telah mengalami "kekeringan besar" selama 13 tahun - yang terpanjang di kawasan itu selama satu milenium, menurut laporan PBB.

"Selain itu, kekeringan multi-tahun di Cekungan Parana-La Plata, yang terburuk sejak 1944, berdampak pada Brasil tengah-selatan dan sebagian Paraguay dan Bolivia," kata laporan itu.

Kekeringan kilat

Di masa lalu, kekeringan biasanya berkembang dalam beberapa musim atau tahun, namun ini mulai berubah di banyak tempat, kata para ilmuwan.

Kombinasi curah hujan rendah dan panas ekstrem menyebabkan kekeringan yang terjadi dengan cepat, seperti yang terlihat di beberapa daerah musim panas ini di belahan bumi utara.

"Yang kita lihat sekarang adalah hal yang kita sebut kekeringan 'kilat'," kata Roger Pulwarty, ilmuwan senior di US National Oceanic and Atmospheric Administration.

"Ini bisa berlangsung hanya satu hingga tiga bulan tetapi jika terjadi pada puncak musim panen, atau risiko kebakaran hutan, mereka bisa sangat menghancurkan."

Titik panas yang rentan terhadap kekeringan kilat ada di Brasil, Sahel, Great Rift Valley, India, AS tengah, Rusia barat daya, dan China timur laut, katanya.

Dengan empat bulan tersisa sebelum akhir tahun, para ilmuwan mengatakan terlalu dini untuk mengatakan apakah kekeringan di 2022 akan lebih buruk daripada 2012, tahun terburuk dalam sejarah baru-baru ini.

Catatan dari abad ke-20 juga tidak sempurna, jadi sulit untuk mengatakan dengan tepat di mana peringkat kedua tahun dalam tabel liga kekeringan jangka panjang, namun para ilmuwan berkata kepada saya tahun ini telah menyaksikan salah satu peristiwa kekeringan paling luas dalam beberapa dekade.

Dan prediksi masa depan juga tidak memberi semangat.

Para ilmuwan iklim sudah lama mengatakan bahwa pemanasan global akan meningkatkan risiko kekeringan di wilayah-wilayah yang rentan, akibat dari berkurangnya curah hujan, serta penurunan kelembaban udara dan tanah - dan mereka memperkirakan kekeringan akan menjadi lebih parah, dan lebih sering.

Jika pemanasan global mencapai 3C pada tahun 2100 - seperti yang diperkirakan, jika tingkat emisi saat ini tidak berkurang secara signifikan - kerugian akibat kegagalan panen dan konsekuensi ekonomi lainnya dari kekeringan bisa lima kali lebih tinggi daripada sekarang, menurut Drought in Numbers, sebuah laporan yang dibuat pada awal tahun ini oleh UNCCD.

"Terlepas dari bagaimana perubahan iklim mempengaruhi kekeringan spesifik ini [tahun ini]," kata Benjamin Cook dari NASA, "ini adalah peristiwa yang harus kita persiapkan seiring kita terus bergerak ke masa depan yang lebih hangat."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI