Adakah Kekerasan Polisi dalam Kematian Aktivis Trans Asal Peru di Bali?

SiswantoABC Suara.Com
Sabtu, 27 Agustus 2022 | 16:58 WIB
Adakah Kekerasan Polisi dalam Kematian Aktivis Trans Asal Peru di Bali?
Ilustrasi jenazah [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Polisi Indonesia membantah sejumlah tuduhan terkait kematian seorang aktivis transgender asal Universitas Harvard yang meninggal setelah ditangkap saat sedang berbulan madu di Bali.

Menurut penuturan keluarganya dalam sebuah pernyataan di Instagram hari Minggu (21/08) lalu, Rodrigo Ventocilla yang berusia 32 tahun dari Peru ditahan oleh polisi bea cukai ketika dia tiba bersama suami barunya yang juga orang Peru.

Dalam pernyataan tersebut, pihak keluarga juga menuduh otoritas Bali melakukan "kekerasan polisi ... diskriminasi rasial dan transfobia."

"Supaya mereka bebas, polisi menuntut sejumlah uang yang angkanya terus naik setiap jamnya, mulai dari $13.000 ke $100.000," tambah pihak keluarga.

Seorang juru bicara kepolisian Bali mengatakan kepada Reuters bahwa Rodrigo tengah diperiksa atas dugaan pelanggaran kepemilikan narkoba setelah adanya produk dugaan berasal dari ganja ditemukan di bagasinya.

Sebelumnya, organisasi berjaringan internasional, the Network of LGBTI Litigants of the Americas, mengatakan Rodrigo diresepkan ganja medis untuk kesehatan mentalnya.

Ganja medis masih illegal di bawah hukum Indonesia.

Dua hari setelah dia ditangkap, Rodrigo dilarikan ke rumah sakit setelah muntah-muntah dan kondisinya memburuk.

Ia meninggal dunia pada 11 Agustus karena "kegagalan fungsi organ tubuh", kata Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto.

Baca Juga: Viral Mahasiswa Ngaku Dirinya Non Biner, Apa Bedanya dengan Transgender dan Interseks?

Stefanus mengatakan Rodrigo jatuh sakit setelah menelan obat yang bukan bagian dari barang yang disita polisi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI