Suara.com - Komisi A DPRD DKI mendesak Inspektorat Pemerintah Provinsi DKI untuk melakukan investigasi perihal dugaan praktik jual beli jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Anggota Komisi A DPRD DKI Gembong Warsono menyebut Inspektorat memiliki kewenangan untuk menelusuri jika terjadi adanya dugaan jual beli jabatan.
"Tindak lanjut itu kan begini, BKD (Badan Kepegawaian Daerah) itu kan tataran administrasi. Ketika terjadi penyimpangan apakah itu ranahnya BKD bukan, bukan ranah BKD Itu ranahnya inspektorat," ujar Gembong saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (25/8/2022).
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono itu menilai Inspektorat lambat menelusuri dugaan jual beli jabatan di era kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan. Padahal informasi adanya isu dugaan juali beli jabatan di Pemprov telah disampaikan saat rapat yang digelar Senin (22/8/2022).
"Dalam rapat kerja itu kan ada juga inspektorat dan harusnya Inspektorat segera turun untuk melakukan investigasi terhadap laporan itu terhadap penyampaian dalam rapat kerja komisi itu," papar Gembong.
Namun Gembong melihat karena tak ada pergerakan dari inspektorat untuk menelusuri dugaan jual beli jabatan, dirinya mendorong pembentuka Panitia Khusus (Pansus), sehingga komprehensif.
Sebab kata Gembong adanya jual beli jabatan sudah bukan rahasia umum, melainkan semakin terdengar isunya. Sehingga kata dia perlu dibentuk Pansus agar lebih komprehensif untuk membuktikan adanya isu jual beli jabatan.
"Ini kan desas desus kalau yang dari kemarin kemarin kan yang kaya ginikan bukan rahasia umum. Tetapi diakhir akhir makin nyaring desas desus itu, karena nyaring banget saya suarakan. Untuk bisa membuktikan itu maka langkah yang harus dilakukan DPRD adalah membentuk panitia khusus tentang kepegawaian agar lebih komprehensif penanganannya," katanya.
Dugaan Praktik Jual Beli Jabatan di Pemprov DKI
Baca Juga: Isu Jual Beli Jabatan di Pemprov DKI Jakarta, BKD Minta Bukti
Sebelumnya Gembong Warsono menuding terjadi praktik jual beli jabatan di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ia pun mengungkapkan jual beli jabatan yang terjadi di Pemprov DKI berkisar antara puluhan hingga ratusan juta. Bahkan kata Gembong, kisarannya dapat mencapai Rp 300 juta.
"Iya (Jual beli jabatan). Ada tiga ratus (Rp 300 Juta), macam-macam lah, ada dua ratus (Rp 200 juta), ada enam puluh, macam-macam lah," ujar Gembong di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (24/8/2022).
Gembong melanjutkan bahwa untuk menjadi camat, ASN tersebut harus membayar sekitar Rp 200 Juta hingga Rp 250 Juta. Kemudian untuk menjadi lurah, harganya bervariasi dan umumnya sekitar Rp 100 juta.
"(Jadi Camat) Sekitar Rp 200 (juta), Rp 250 juta , seperti itu. Lurah bervariasi ada yang Rp 100 juta," tutur Gembong.
Sedangkan untuk naik jabatan dari kepala sub seksi, menjadi kepala seksi dalam eselon, dibanderol sekitar Rp 60 juta.
Mulai dari harga Rp 60 (Juta) itu hanya geser dari posisi yang sama. Misalnya sub seksi. Jadi seksi itu dimintain 60 juta Geser dari posisi kepala sub seksi, itu kan tingkatan paling rendah gitu loh. Geser jadi kepala seksi. Hanya geser-geser aja dikit. Itu dalam eselon yang sama, dalam eselon yang sama," imbuh dia.
Lebih lanjut, Gembong menilai adanya praktik jual beli jabatan di Pemprov DKI Jakarta karena banyaknya tim yang dibentuk Anies.
"Karena tangannya banyak. Sekarang yang ikut campur jadi lebih banyak. Artinya gini, Anies punya tim yang begitu banyak jadi tangan-tangan itu lah yang kadang-kadang ngerecokin SKPD Persoalannya di situ," kata Gembong.