Suara.com - Menteri Hukum dan HAM Yassonna Laoly mengatakan bahwa hukuman mati Indonesia masih mengadopsi sistem Belanda. Ia pun menyalahkan negara yang pernah menjajah Indonesia itu atas hukuman tersebut.
"Saya bilang, 'Excellency, I'm sorry, it's your fault. It's the Dutch fault' (Yang Mulia, mohon maaf, ini salah Anda, ini kesalahan Belanda -red)," kata Yasonna Laolu saat Kick Off RKUHP, Selasa (23/8/2022).
Hukuman mati di Indonesia sudah masuk dalam salah satu pilihan sanksi pidana dan masuk dalam sanksi berat. Hukuman mati di Indonesia juga diberlakukan untuk para narapidana yang memiliki kasus luar biasa, seperti narkoba dan pembunuhan. a
Hukuman mati sudah mulai berlaku di Indonesia sejak munculnya KUHP pada Januari 1998 pasal 10.
Baca Juga: Empat Terdakwa Kasus 106 Kg Sabu Dituntut Hukuman Mati
Pasal ini mengatur soal dua jenis pidana, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Penetapan sanksi atau hukuman kepada narapidana juga didasarkan dengan kasus yang menyeret mereka dan kerugian yang didapatkan, sehingga jika jenis kriminal yang dilakukan satu orang dan orang lainnya sama, namun tidak berarti hukuman mereka sama.
Sejarah Hukuman Mati di Indonesia
Sanksi hukuman mati di Indonesia ternyata sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda, tepatnya saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Henry Willem Daendels berkuasa di Indonesia sejak 1808.
Biasanya, hukuman mati ini diberikan kepada warga pribumi yang tidak mau dijadikan suruhan atau tidak menuruti perintah Daendels. Bahkan, Daendels tak segan memberitahu orang lain bahwa seseorang akan dieksekusi mati.
Peraturan hukuman mati ini pun tetap ada hingga order Demokrasi Liberal tahun 1951. Pada tahun ini, banyak warga negara Indonesia yang memberontak pemerintah bahkan banyak gerakan beberapa daerah ingin memerdekakan diri dari Indonesia. Hal ini dianggap pemerintah saat itu sebagai sanksi yang bagus agar pemberontakan dapat mereda.
Baca Juga: Hotman Paris Wanti-wanti Ferdy Sambo Bisa Lolos dari Hukuman Mati, Ini Penjelasannya
Selanjutnya, hukuman mati masih diberlakukan pada orde Demokrasi Terpimpin tahun 1956-1966. Presiden RI saat itu, Presiden Soekarno mengeluarkan UU Darurat tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Tak hanya itu, Soekarno juga mengeluarkan Penpres No.5 Tahun 1959 dan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 21 Tahun 1959 dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Beberapa kasus luar biasa di Indonesia seperti gembong narkoba biasaya berakhir dengan hukuman mati bagi para bandar dan pengedar.
Dalam hal ini, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengaku bahwa ia juga sudah berkomunikasi dengan pemerintah Belanda atas pemberlakuan hukuman mati ini karena Eropa sendiri sudah tidak memberlakukan hukuman mati di negara mereka.z
Kemudian pada masa Orde Baru, hukuman mati dicantumkan untuk mencapai stabilitas politik dan mengamankan agenda pembangunan.
Kontributor : Dea Nabila