Suara.com - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto telah mengumumkan akan maju menjadi calon presiden di Pilpres 2024 mendatang. Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai Prabowo memiliki motivasi yang kuat untuk maju sebagai calon presiden keempat kalinya.
Kata Pangi, Prabowo ingin memastikan Partai Gerindra tertolong di Pilpres 2024. Pangi menjelaskan, pengaruh Prabowo Effect dianggap lebih kuat dibanding Gerindra Effect.
"Karena bukan apa-apa, pengaruh Prabowo effect dianggap lebih kuat ketimbang Gerindra effect, dari bentangan emperis yang sudah-sudah," ujar Pangi kepada wartawan, Rabu (24/8/2022).
Diketahui, Prabowo pernah menjadi calon wakil presiden pada Pilpres 2009. Prabowo ketika itu berpasangan dengan calon presiden (capres) Megawati Soekarnoputri.
Baca Juga: Gerindra Kembali Dorong Prabowo Subianto Jadi Presiden, Ini Alasannya
Selanjutnya di Pilpres 2014, Prabowo menjadi capres dan berpasangan dengan Hatta Rajasa. Lalu Pilpres 2019, Prabowo maju sebagai capres bersama cawpres Sandiaga Uno.
Pangi mengungkapkan Prabowo pernah merasakan keberkahan "Cottail effect" majunya beliau sebagai kandidasi capres 2019, signifikan terhadap peningkatan perolehan suara Gerindra. Kata dia, majunya Prabowo soal eksistensi dan masa depan partai Gerindra, apalagi pemilu kita serentak (concurrent) antara memilih partai dan memilih presiden.
"Sebuah keniscayaan kalau partai tidak mengusung kadernya maju sebagai capres," papar dia.
Selain itu, Pangi menilai majunya Menteri Pertahanan itu juga makin membatasi "kesempatan" Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diusung parpol sebagai capres. Apalagi kata dia, kuota 20 persen parpol koalisi sebagai syarat mengajukan capres-cawapres. Kata dia hal tersebut tentu menyulitkan secara matematika. Sehingga tak mudah bagi Anies yang bukan kader parpol dan tidak punya partai.
"Dengan demikian majunya Prabowo sebagai Capres tentu saja semakin menutup ruang Anies untuk mendapatkan “boarding pass” dari partai politik," ungkap Pangi.
Baca Juga: Keponakan Ungkap Alasan Prabowo Subianto Selalu Didorong Maju di Pilpres oleh Gerindra
Lanjut Pangi, jika nantinya Prabowo kalah atau menang, tetap Partai Gerindra yang menang banyak. Majunya Prabowo sebagai capres kata Pangi, secara tidak langsung sangat menguntungkan Ganjar.
Namun pada saat yang sama menunjukkan bahwa Anies Baswedan mungkin terganjal sebagai capres-cawapres. Sebab kata dia, elite penentu di partai mengunci kandidasi.
"Artinya boleh jadi elektabilitas yang tinggi hanya akan menjadi "hiasan" berita media, cukup menghibur di awal saja," imbuhnya.
Karena itu kata Pangi, elektabilitas yang moncer di awal, idak menjamin serta merta bisa maju sebagai kandidasi pilpres 2024.
"Bagaimana cara menganjal kemenangan Anies dan bagaimana memuluskan jalan Ganjar menjadi presiden, "kausalitas" kunci penentunya terkait "maju" atau “tidak” Prabowo sebagai capres nantinya," kata Pangi.
Sehingga kata Pangi, Prabowo harus maju sebagai kandidasi dalam rangka memecah suara.
"Kalah atau menang tak ada beban, hasil diujung dalam politik selalu ada deal-deal politik di belakang layar, karena cukup berhasil menganjal Anies sebagai calon potensial capres 2024, soal apa deal-deal politiknya sebagai ucapan terima kasih, tentu saja kita terlalu jauh untuk membahasnya lebih detail," ucap Pangi.
Lebih lanjut, Pangi membeberkan data crostabb by column Voxpol Center Research and Consulting bulan maret 2022 menunjukkan bahwa pemilih partai Gerindra memilih Prabowo sebesar 55,9 persen. Sementara pemilih partai Gerindra yang memilih Anies Baswedan presentasenya sebesar 44,7 persen.
Dari data tersebut kata Pangi menunjukkan bahwa pemilih partai gerindra split ticket voting terbelah ke capres Anies dan capres Prabowo secara signifikan.
"Jadi saya bisa maklum, apa yang mendasari, melatarbelakangi dan menggapa Prabowo ngotot banget maju sebagai capres?," katanya