Sebelumnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan bahwa anak yatim selama ini tidak mendapat bansos karena tidak masuk dalam daftar keluarga penerima bansos maupun PKH.
Fakta itu sangat disayangkan Nisauul karena anak yatim, piatu, dan yatim piatu selama ini belum dimasukkan dalam PKH.
Padahal, dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan disebutkan bahwa sasaran PKH merupakan keluarga dan/atau seseorang yang miskin dan rentan, serta terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin, yang mencakup komponen kesehatan, pendidikan, dan/atau kesejahteraan sosial.
Lebih lanjut, Nisaaul menjelaskan bahwa komponen kesehatan meliputi ibu hamil/menyusui dan anak berusia 0 (nol) sampai dengan 6 (enam) tahun.
Sementara, komponen pendidikan meliputi anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah atau sederajat hingga anak sekolah menengah atas atau madrasah aliyah atau sederajat, dan anak usia 6 (enam) sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 (dua belas) tahun.
“Dengan kriteria tersebut, seharusnya anak yatim, piatu, dan yatim piatu masuk dalam PKH. Jika anak-anak tersebut masuk dalam PKH, setidaknya pemenuhan hak kesehatan dan pendidikan mereka lebih terjamin,” katanya.
Oleh karena itu, Nisaaul menyarankan Kementerian Sosial agar memasukkan anak yatim, piatu, dan yatim piatu ke dalam PKH, selain dengan tetap memberikan bansos yang direncanakan akan cair bulan September mendatang.
"Sebenarnya jumlah besaran bantuan PKH belum sepenuhnya membantu pemenuhan kebutuhan pendidikan dan kesehatan secara maksimal. Bansos yang akan dicairkan bulan September mendatang diharapkan dapat membantu pemenuhan kebutuhan mendasar tersebut," katanya. [ANTARA]
Baca Juga: Harga Telur Meroket, Pedagang di Bekasi Singgung Soal Bansos dari Pemerintah