Imbau Masyarakat Tetap Tenang, Menkes Pastikan Cacar Monyet Tak Seganas Covid-19

Senin, 22 Agustus 2022 | 12:51 WIB
Imbau Masyarakat Tetap Tenang, Menkes Pastikan Cacar Monyet Tak Seganas Covid-19
Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan memberikan paparan kepada peserta G20 di Hotel Marriott Jogja, Senin (20/6/2022). [Hiskia Andika Weadcaksana / Suarajogja.id]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penyakit cacar monyet atau monkeypox telah terdeteksi di Indonesia. Menyikapi hal tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengimbau agar masyarakat Indonesia untuk tetap tenang dengan temuan perdana kasus cacar monyet di Indonesia ini.

Menteri Kesehatan memastikan bahwa karakter virus cacar monyet ini tidak seganas SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

"Cacar monyet sudah terjadi di dunia sebanyak 35 ribu kasus yang terindentifikasi positif. Pada saat yang sama, kasus COVID-19 jumlahnya sudah jutaan pada waktu yang sama," kata Budi Gunadi Sadikin dalam agenda konferensi pers 3rd HWG di Hotel Hilton Nusa Dua Bali, Senin (22/8/2022).

Dalam konferensi pers tersebut, Menkes menjelaskan jika penularan cacar monyet jauh lebih sulit dibandingkan dengan penularan Covid-19. 

Baca Juga: Menkes Budi Gunadi Pastikan Cacar Monyet Tak Seganas COVID-19

Berbeda dengan Covid-19 yang tanpa gejala bisa menular pada orang lain dengan imunitas tubuh yang lemah, Budi mengatakan bahwa penularan cacar monyet terjadi pada saat sudah bergejala. 

Pada umumnya, gejala yang timbul pada pasien cacar monyet ditandai dengan bintik dan bernanah. Jika dua gejala tersebut belum keluar, Menkes mengungkapkan tidak terjadi penularan.

"Kalau belum keluar bintik, dia tidak menular. Sehingga menghindarinya jauh lebih mudah," katanya.

Lebih lanjut, Menkes menerangkan jika penularan cacar monyet juga tidak semudah Covid-19 yang bisa menginfeksi dalam kurun waktu inkubasi virus maksimal 14 hari melalui droplet atau cairan mulut. Sementara itu, penularan cacar monyet harus ada kontak fisik dengan pasien.

"Kalau orang sakit dan sudah bintik-bintik, jangan sampai ada kontak fisik sama yang bersangkutan," katanya.

Baca Juga: Gelombang Pandemi Bisa Terjadi Berulang, Menkes: Tak Akan Selesai Tanpa Pemerataan Riset dan Manufaktur

Budi meyakini masyarakat yang lahir sebelum era vaksinasi cacar di tahun 1980, memiliki tingkat antibodi yang lebih kuat dari masyarakat yang lahir setelahnya.

"Virus cacar monyet, vaksinasinya sampai 1980, dan itu berlaku seumur hidup. Untuk yang sudah lahir sebelum tahun itu, harusnya masih terproteksi (dari cacar monyet), mungkin tidak 100 persen," katanya.

Terkait kejadian kematian akibat cacar monyet, Budi menyebut angkanya di dunia sangat rendah. Dari sekitar 35 ribu kasus yang dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga sekarang yang teridentifikasi meninggal mencapai 12 orang.

"Itu pun bukan meninggal karena virus Monkeypox, karena di kulit tidak bisa menyebabkan meninggal," katanya.

Penyebab utama pasien Monkeypox meninggal dipicu bakteri dari garukan jari maupun tangan yang menginfeksi jaringan paru-paru atau otak.

"Akibatnya karena infeksi kulit. Saat gatal, digaruk dan infeksi masuk ke dalam tubuh dan kena bakteri, di paru biasanya karena Peunemonia, atau Meningitis di otak karena bakteri. Bukan karena infeksi kulit cacar monyet," katanya.

Menurut Budi saat ini ada dua tipe virus Monkeypox yang beredar di dunia, yakni berasal dari Afrika Barat dan Afrika Tengah. "Yang satu fatal, dan satu tidak fatal. Di Indonesia termasuk yang tidak fatal karena pasiennya masih baik-baik saja," ujarnya.

Budi mengimbau masyarakat untuk tetap disiplin menjaga protokol kesehatan menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan. Selain itu juga harus konsisten menjaga kebersihan. [ANTARA]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI