Kucing Liar Ditembak oleh TNI di Tengah Tingginya Populasi di Bandung

SiswantoBBC Suara.Com
Senin, 22 Agustus 2022 | 10:39 WIB
Kucing Liar Ditembak oleh TNI di Tengah Tingginya Populasi di Bandung
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Monica Rose bergegas menuju Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI, Jalan RAA Martanegara Kota Bandung, Jawa Barat, setelah mendengar laporan penembakan terhadap kucing-kucing liar di kawasan tersebut, Selasa (16/8) petang. 

Setibanya di lokasi, aktivis Rumah Singgah CLOW (Cat Lovers in The World) perwakilan Bandung itu menemukan empat ekor kucing mati dan dua ekor lainnya dalam kondisi kritis.

Keempat kucing yang mati telah dikuburkan warga, tapi perempuan yang biasa dipanggil Monik ini, meminta kuburannya dibongkar.

“Saya minta tolong supaya yang mati ini digali semua kuburannya, supaya saya bisa lihat memang ada penembakan.  Dan betul bahwa memang itu luka tembakan,” ungkap Monik kepada wartawan Yuli Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Baca Juga: Komunitas Pencinta Hewan Tuntut Jenderal Penembak Kucing Dihukum Berat

Monik sempat membawa mayat keempat kucing ke klinik untuk diautopsi demi memastikan penyebab kematian mereka.

Sementara itu, dua ekor kucing yang kritis diberi pertolongan pertama di Bandung, sebelum esok paginya dibawa ke Jakarta untuk dirawat lebih lanjut.

Monik menuturkan, luka tembakan yang dialami keenam ekor kucing berada di sekitar rahang, leher, dan mata.  Sedangkan dua kucing yang selamat mengalami luka akibat letusan peluru yang mengarah ke mata sehingga menghancurkan rahang.

Menurut penuturan saksi mata kepada Monik, ada setidaknya 10 kucing yang ditembak oleh pelaku.

“Kalau dari saksi mata, itu sebetulnya kucing di sana tuh banyak. Saksi mata melihat mereka terluka, tapi kemudian cari tempat sembunyi itu ada empat ekor lagi kurang lebih.  Itu yang mereka lihat sendiri.  Jadi kurang lebih ada 10 ekor korban,” beber Monik.

Baca Juga: Mandiri Banget, Kucing Ini Bisa Minum Sendiri dari Dispenser Majikannya

“Kebetulan dulu, saya sempat rutin suplai makanan ke sana, jadi ada beberapa kucing yang saya tahu.  Itu memang ada beberapa kucing yang masih hilang, tapi kita belum nemu badannya.”

Video penemuan bangkai kucing itu kemudian diunggah oleh akun Rumah Singgah CLOW di media sosial, hingga viral dan memicu reaksi warganet.

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa turut merespons video itu dan memerintahkan anak buahnya mengusut kasus tersebut.

Dua hari setelah kejadian, Pusat Penerangan TNI membenarkan bahwa telah terjadi penembakan terhadap beberapa ekor kucing di area Sesko TNI.

Pelakunya adalah seorang Brigadir Jenderal berinisial NA. Brigjen NA menembak kucing-kucing itu menggunakan senapan angin miliknya pribadi pada Selasa siang.

“Berdasarkan pengakuannya, Brigjen TNI NA melakukan tindakan ini dengan maksud menjaga kebersihan dan kenyamanan di lingkungan tempat tinggal/tempat makan Perwira Siswa Seko TNI dari banyaknya kucing liar dan bukan karena kebencian pada kucing,” kata Kepala Puspen TNI, Mayjen TNI Prantara Santosa melalui siaran pers.

Brigjen NA pun telah ditangkap dan terancam hukuman penjara maksimal 6 bulan serta denda maksimal Rp5 juta karena diduga melanggar Undang-Undang Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Menurut Monik, apa yang dilakukan oleh Brigjen NA lebih tepat disebut sebagai “pembantaian”, bukan “menjaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan” seperti yang diklaim pelaku.

“Dia cari mana nih kucing yang kelihatan.  Yang ada itu semua ditembak sama dia sampai ke kucing-kucing yang posisinya saat itu sedang santai di teras depan kamar siswa, dia tembak satu per satu,” ujar Monik.

Populasi kucing meningkat selama pandemi

Menurut Monik, sempat ada sekitar 40 ekor kucing yang berkeliaran di Sesko TNI Bandung. Namun karena banjir dan penyebaran virus, jumlahnya berkurang menjadi sekitar 20 ekor.

Secara umum, Kota Bandung memang mengalami overpopulasi kucing.

Menurut Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung, setidaknya ada 25.000 ekor kucing di kota itu.

Sekitar 15.000 ekor di antaranya adalah kucing liar yang hidup di kawasan permukiman, pasar tradisional, dan lain-lain.

Menurut Kepala DKPP Bandung, Gin Gin Ginanjar populasi kucing meningkat selama pandemic karena upaya pengendalian terhenti.

“Biasanya kami rutin melakukan baksos (bakti sosial) untuk pemeriksaan kastrasi (kebiri pada kucing jantan) dan penangkapan kucing, tapi memang hamper dua tahun ini kita relative berhenti,” kata Gin Gin melalui sambungan telepon.

Overpopulasi kucing, lanjut Gin Gin, terlihat dari banyaknya keluhan warga yang mereka terima.

Pada Februari lalu, warga di Cipamokolan, Bandung mengeluhkan banyaknya kucing yang merusak sepeda motor dan mobil.

Namun warga bisa menyelesaikan persoalan itu sebelum petugas dari kelurahan bertindak.

Pasar tradisional jadi ‘tempat pembuangan’

Pasar tradisional biasanya menjadi “tempat pembuangan” kucing-kucing liar.

Seorang pedagang di Pasar Kiaracondong, Bandung, Diah Halimah bercerita bahwa ada sekitar 60 ekor kucing liar di pasar itu.

“Soalnya yang membuang (kucing) juga dari mana-mana, dibuang ke pasar ini. Tujuannya biar ada makanan,” cerita Diah ketika ditemui.

Sejauh ini, Diah mengaku tidak terganggu dengan keberadaan kucing-kucing tersebut.

Namun ada beberapa pedagang, terutama yang menjual daging, terusik dengan tingkah kucing-kucing liar itu.

Bahkan, lanjut Diah, ada pedagang yang pernah menusuk seekor kucing saking kesalnya.

Pemerintah Kota Bandung sendiri, menurut Gin Gin, belum memiliki tempat penampungan sementara atau shelter untuk kucing-kucing liar.

“Jadi sekarang yang digunakan milik beberapa komunitas yang dengan kesadarannya menampung kucing-kucing liar,” kata Gin Gin yang juga mengatakan akan berkomunikasi dengan sejumlah komunitas pecinta kucing mengatasi overpopulasi ini.

“Pemerintah kesulitan, selain memang masalah tempat, juga terkait sumber daya manusia dalam menangani ini,” lanjut dia.

DKPP berencana akan kembali menggelar operasi kastrasi yang menargetkan kucing-kucing jantan di pasar-pasar tradisional.

Selain itu, akan dibuka Pusat Kesehatan Hewan untuk melayani kastrasi gratis.

Tidak ada anggaran sterilisasi

Sayangnya, upaya pengendalian populasi kucing belum dilengkapi dengan program sterilisasi terhadap kucing-kucing betina.

Gin Gin mengakui hal itu disebabkan oleh terbatasnya anggaran.

Padahal menurut Monik, cara itu akan efektif untuk menekan populasi kucing.

Satu ekor kucing betina bisa melahirkan empat sampai enam bayi. Dalam setahun, kucing betina juga bisa beranak hingga dua kali.

Kalau ada steril gratis utuk betina,  itu sudah pasti akan membantu menekan populasi,” ujar Monik yang selama lima tahun terakhir telah mensterilisasi ratusan kucing betina menggunakan dana pribadi.

‘Kalau terganggu tidak perlu menyakiti’

Setelah kasus yang terjadi di Sesko TNI, Monik berharap pemerintah dan komunitas pecinta kucing bisa bekerja sama mengedukasi warga agar “pembantaian” seperti itu tidak terulang.

“Memang kita tidak bisa memaksa semua orang untuk suka kucing, tapi minimal tidak sukanya mereka atau terganggunya mereka tidak perlu sampai menyakiti,” tutur Monik.

Wartawan di Bandung, Yuli Saputra, berkontribusi pada laporan ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI