Adakah Harapan Lain untuk Dunia Selain Konsumerisme dan Otoritarianisme?

SiswantoBBC Suara.Com
Senin, 22 Agustus 2022 | 10:00 WIB
Adakah Harapan Lain untuk Dunia Selain Konsumerisme dan Otoritarianisme?
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Oleh: Jon Alexander dan Ariane Conrad

Penulis buku 'Citizens: Why the Key to Fixing Everything is All of Us'

Apakah Anda adalah seorang 'subyek', 'konsumen' atau 'warga'? Penulis Jon Alexander dan Ariane Conrad berpendapat bahwa masyarakat kita membutuhkan narasi baru, di luar narasi yang dijual oleh otoritarianisme dan konsumerisme.

Kabar berita yang sarat dengan malapetaka di zaman kita seperti mengatakan, hanya ada dua masa depan yang ditawarkan.

Baca Juga: Luhut Usul Perwira Aktif TNI Dapat Bertugas di Kementerian, Pakar: Sangat Berbahaya dan Akan Jadi Model Otoritarianisme

Pada satu sisi, otoritarianisme Orwellian menang. Dalam ketakutan menghadapi krisis yang semakin parah - iklim, wabah penyakit, kemiskinan, kelaparan orang menerima tawaran dari "Sang Kuat".

Yaitu, perlindungan pemimpin, yang ditukar dengan kesetiaan tanpa ragu sebagai "subyek". Akibatnya adalah pelepasan kekuasaan, pilihan, dan tanggung jawab pribadi.

Di sisi lainnya, setiap orang adalah "konsumen" dan kemandirian menjadi upaya ekstrem. Orang-orang terkaya punya hunian di Selandia Baru dan tiket ke Mars. Sisanya, kita semua, berusaha untuk menjadi seperti mereka.

Kita berjuang untuk diri sendiri saat robot mengambil pekerjaan dan ketika persaingan menjadi semakin intensif dalam memperebutkan sumber daya yang semakin langka.

Manfaat teknologi, kecerdasan buatan, bio-, neuro- atau agroteknologi, dirasakan orang-orang terkaya. Seperti halnya semua kekuatan di masyarakat. Ini adalah masa depan yang dibentuk oleh keinginan para miliarder di Silicon Valley.

Baca Juga: Pakar Hukum Tata Negara UGM: Jangan Main-main dengan Masa Jabatan Presiden, Itu Bisa Jadi Jebakan Otoritarianisme

Meskipun sepertinya masa depan ini menitikberatkan pada kebebasan pribadi, pengalaman sebagian besar orang sejatinya adalah pengucilan: ini adalah dunia yang berpusat pada mereka yang di atas, dunia kaya dan si miskin.

Namun terlepas dari banyaknya perhatian dan diskusi mengenai distopia kembar ini, ada arah yang lain. Kami menyebutnya "masa depan warga".

Selama beberapa tahun terakhir kami meneliti untuk menulis buku berjudul Citizens, di mana kami mengusulkan narasi yang lebih penuh harapan untuk abad ke-21.

Di masa depan ini, orang adalah warga, bukan subjek atau konsumen.

Dengan identitas ini, lebih mudah untuk melihat bahwa secara kolektif, kita semua lebih pintar dari individu. Strategi untuk melewati masa-masa sulit adalah memanfaatkan beragam ide, energi, dan sumber daya setiap orang.

Bentuk kewarganegaraan ini bukan tentang paspor yang kita pegang, dan jauh melampaui kewajiban untuk memilih dalam pemilu.

Baca juga:

Makna kata yang diwakili lebih dalam, berasal dari akar etimologis yang diterjemahkan secara harfiah sebagai "orang-orang bersama": manusia yang dibentuk oleh saling ketergantungan mendasar, di mana hidup menjadi tanpa makna jika tanpa komunitas. Ini adalah perilaku, dan bukan status atau kepemilikan. Lebih merupakan kata kerja daripada kata benda.

Sebagai warga negara, kita melihat sekeliling, mengidentifikasi domain di mana kita memiliki pengaruh, menemukan kolaborator, dan ikut terlibat. Dan, secara kritis, institusi kita mendorong untuk melakukannya.

Merebut masa depan ini, bagaimanapun, akan tergantung pada bagaimana kita melihat dan menerima konteks yang lebih besar: siapa kita sebagai manusia.

Bagaimana cara melakukannya?

Saat menulis buku kami, kami menemukan banyak sekali contoh perspektif warga negara. Lihat di luar berita utama, dan kita akan segera menemukan fenomena global, lintas sektor. Apa yang nampak seperti satu contoh khusus, sebenarnya saling terhubung dengan narasi utama.

Contohnya, tata kelola. Kota Paris baru saja menyetujui pembentukan Majelis Warga tetap untuk memandu kebijakan, dan telah berkomitmen mendistribusikan lebih dari 100 juta per tahun melalui anggaran partisipatif.

Mexico City mengumpulkan urun daya konstitusi untuk sembilan juta penduduknya, sementara Chili sedang mengembangkan Konvensi yang didorong oleh warga negara, untuk seluruh bangsa.

Di Reykjavik, desainer game membangun platform demokrasi partisipatif yang membawa ratusan orang ke dalam pengoperasian kota.

Mungkin yang paling mengesankan, Taiwan menunjukkan kepada dunia jalan melalui pandemi, dan membangun responsnya berdasarkan tiga prinsip Cepat, Menyenangkan, dan Adil.

Pemerintah Taiwan membuka datanya, membuat tantangan berhadiah bagi aplikasi untuk melacak ketersediaan masker wajah (dan banyak lagi selain itu), dan memercayai orang untuk membatasi pergerakan berdasarkan "pengawasan diri partisipatif".

Mereka bahkan membuat hotline agar setiap warga negara bisa menyumbangkan ide-ide untuk apa lagi yang bisa dilakukan. Hasilnya? Salah satu tingkat kematian kasus terendah di dunia, tanpa pernah memberlakukan lockdown.

Masa depan warga negara juga mendapatkan pijakan di dunia bisnis. Banyak bisnis sekarang ingin menciptakan "nilai pemangku kepentingan" bukan hanya "nilai pemegang saham".

Mantan CEO Unilever, misalnya, menetapkan tujuan perusahaan menjadi kontributor "positif bersih" bagi masyarakat.

Beberapa perusahaan terbesar dan beberapa perusahaan dengan pertumbuhan tercepat di dunia sedang bereksperimen dengan urun daya dan urun dana.

General Electric, misalnya, secara rutin melakukan urun-daya untuk mencari solusi atas beberapa permasalahan utamanya. Merek kosmetik Body Shop melembagakan Kolektif Pemuda perintis sebagai bagian dari struktur tata kelolanya.

Lebih banyak lagi yang terjadi di bawah radar konvensional, berakar pada model bisnis yang dibangun untuk menyebar, dan bukan membesar.

Platform kooperativisme (di mana Airbnb dan Uber bersaing dengan Ride Austin dan Peepl Eat, yang pelanggannya juga pemiliknya) dan urun dana ekuitas (mengaburkan batas antara pemegang saham dan pelanggan dan memperkuat bisnis mapan seperti Brewdog dan bisnis baru seperti Yuup) adalah contoh model yang mendasarinya.

Masa depan warga negara juga terbentuk di sektor nirlaba, seiring organisasi menempatkan diri mereka sebagai penggerak gerakan yang dipimpin warga.

Di Inggris, organisasi seperti Royal Society for the Protection of Birds (RSPB), World Wide Fund for Nature (WWF), dan Friends of the Earth mengembalikan strategi mereka ke arah partisipasi, mengikuti kampanye yang sudah ada dan bukannya memulai sendiri.

Greenpeace AS merangkul pendekatan yang lebih kolektif, berusaha menjadi, dalam kata-kata kepala eksekutif Annie Leonard, "pahlawan di antara pahlawan". Platform baru bernama Restor mendorong proyek konservasi alam oleh akar rumput dari seluruh dunia merencanakan dampaknya, terhubung, dan berkolaborasi.

Pada saat yang sama, kelompok masyarakat menolak model lama bantuan dan amal, dan mencari solusi lokal sebagai gantinya. Penawaran berbagi komunitas, misalnya, adalah inovasi Inggris yang memudahkan masyarakat lokal untuk berinvestasi di komunitas mereka sendiri.

Di Grimsby, Inggris utara, grup bernama East Marsh United berhasil mengumpulkan tawaran berbagi komunitas senilai 500.000 (Rp 8,9 miliar) yang akan memungkinkan mereka membeli 10 rumah, menciptakan pekerjaan lokal untuk memperbaruinya, dan kemudian bertindak sebagai 'tuan tanah sosial', dan menciptakan aliran pendapatan yang berkelanjutan untuk sisa operasi mereka.

Dan jika ada satu warga negara yang menonjol dalam keseluruhan cerita ini, itu adalah Kennedy Odede. Dia adalah seorang pria yang memulai dengan sepak bola dan teater jalanan di salah satu daerah kumuh Nairobi yang berkembang menjadi organisasi Shining Hope for Communities.

Skala organisasi ini memungkinkan lebih dari dua juta penghuni daerah kumuh saling mendukung melewati masa pandemi. Mereka juga menjadi tuan rumah bagi Forum Komunitas Dunia yang baru lahir, alternatif yang lebih kolektif dari Forum Ekonomi Dunia di Davos.

Tantangannya bukanlah bahwa masa depan warga sulit dibentuk atau rumit untuk diartikulasikan. Ini adalah konsep sederhana, berakar pada kebenaran yang dalam, dan muncul di mana-mana.

Namun masa depan warga tersembunyi karena setiap hari orang menceritakan kepada diri mereka sendiri kisah-kisah lain dari masyarakat, dan peran mereka di dalamnya. Secara kritis, institusi memperkuat narasi lain ini, mengambil imajinasi, seperti itu hanya satu-satunya kemungkinan.

Kami bukan orang pertama yang menyarankan bahwa cerita dapat membentuk masyarakat.

Dalam esai penting yang ditulis 25 tahun yang lalu, Donella Meadows, pelopor pemikiran sistem, berpendapat agar masyarakat berpegang teguh pada pola pikir atau paradigma yang dia gambarkan sebagai "kesepakatan sosial bersama tentang sifat realitas... rangkaian keyakinan terdalam tentang cara kerja dunia". Mereka, menurutnya, adalah "sumber sistem".

Baru-baru ini, sosiolog Arlie Russell Hochschild berusaha memahami komunitas AS yang dia pelajari melalui "kisah mendalam" mereka, sebuah "lensa subjektif" tempat mereka melihat dunia.

Kami mengusulkan bahwa salah satu cerita mendalam yang paling meresap adalah "kisah konsumen". Seperti ini: peran kita sebagai individu adalah untuk mengejar kepentingan diri kita sendiri, atas dasar yang akan menghasilkan hasil terbaik bagi masyarakat.

Kita mendefinisikan diri melalui kompetisi. Sepanjang jalan, pilihan kita mewakili kekuatan kita, kreativitas kita, identitas kita menjadikan diri kita. Setiap organisasi dan institusi, dari bisnis, badan amal hingga pemerintah, hadir untuk menawarkan pilihan ini.

Semua direduksi menjadi penyedia produk dan layanan. Kisah konsumen ini adalah bagaimana kita mencapai Masa Depan B, pelarian Mars di masa depan, miliarder dengan kekuatan yang tidak proporsional, dan ketidaksetaraan yang ekstrem.Adapun Masa Depan A, masa depan Orwellian itu sesuai dengan kembalinya "cerita subjek", dalam arti "hambanya Raja".

Dalam cerita ini, pemimpin tahu yang terbaik, memetakan jalan ke depan dan menentukan tugas kita. Kita rakyat yang polos, tidak mengerti hal-hal penting. Kesepakatan ini menjadi lebih menarik ketika bahayanya semakin besar, itulah sebabnya kisah ini muncul kembali hari ini.

Pemerintah dan organisasi yang muncul dari cerita subjek bersifat paternalistik dan hierarkis, dengan segelintir orang yang dianggap lebih unggul berada di puncak piramida.

Seperti bisa dilihat di China, konsekuensi dari cerita ini jelas. Proyek Skynet negara itu memiliki lebih dari 400 juta kamera pengintai, dengan semakin banyak kamera yang secara otomatis terhubung ke program pengenalan wajah dan program kecerdasan buatan lainnya.

Pemerintah mengetahui hampir semua hal yang dilakukan warganya, mulai dari pembelanjaan, perilaku mengemudi, postingan media sosial hingga jumlah waktu yang dihabiskan untuk bermain video game. Ada juga Sistem Kredit Sosial, sistem pengumpulan dan pemrosesan data yang sangat besar, yang secara otomatis memberikan penghargaan atau hukuman.

Salah satu hukuman yang sudah meluas adalah dilarang membeli penerbangan, menurut angka Pusat Informasi Kredit Publik Nasional China, telah terjadi 17,5 juta kali pada akhir 2018.

Hukuman lain yang dilaporkan termasuk kecepatan internet yang dikurangi secara otomatis, atau penyitaan hewan peliharaan.

Cerita subjek mendahului cerita konsumen. Cerita ini dominan selama berabad-abad, membentuk interaksi mayoritas umat manusia, setidaknya dari tahun 1600-an, hingga runtuh selama dua perang dunia abad ke-20.

Kisah konsumen, tak terelakkan seperti yang sering terlihat, hanya muncul dari abu subjek, dan baru menjadi kisah dominan umat manusia selama 70 tahun terakhir.

Berbeda dengan subjeknya, kisah konsumen seperti menjanjikan mimpi emas, dengan distribusi sumber daya dan kekayaan yang lebih luas, penggantian aristokrasi dengan meritokrasi.

Tapi sekarang cerita konsumen retak, runtuh di bawah beban kontradiksinya sendiri, dan mengancam menjatuhkan kita bersamanya.

Kita memiliki ketidaksetaraan yang begitu luas sehingga mengancam keselamatan semua orang (bahkan yang paling kaya), sementara cerita mengatakan bahwa tanggung jawab utama kita adalah bersaing untuk menimbun lebih banyak.

Kita mengalami kerusakan ekologis, sementara ceritanya menegaskan bahwa identitas dan status kita bergantung pada konsumsi yang terus meningkat. Kita mengalami epidemi kesepian dan tantangan kesehatan mental, namun ceritanya meminta kita berdiri di atas kaki sendiri.

Warga masa depan

Yang rusak adalah cerita lama, bukan kemanusiaan.

Runtuhnya cerita subjek dan bangkitnya konsumen adalah bukti bahwa perubahan pada level cerita yang mendalam adalah mungkin.

Cerita warga dapat menggantikan konsumen, sebagaimana konsumen menggantikan subjek.

Untuk mewujudkan masa depan warga negara, kita tidak boleh menerima saja apa yang diberikan kepada kita sebagai satu-satunya kemungkinan, seperti yang dilakukan subjek.

Kita juga tidak boleh atau membuang mainan kita dari kereta bayi ketika tidak menyukai apa yang ditawarkan, seperti yang dilakukan konsumen.

Sebagai warga negara, kita harus mengusulkan, bukan hanya menolak. Kita harus membangun fondasi kepercayaan satu sama lain.

Kita harus mulai dari tempat kita berada, menerima tanggung jawab, dan menciptakan peluang yang berarti bagi satu sama lain untuk berkontribusi saat kita melakukannya. Kita harus menerima tanggung jawab, dan menerima peran.

Seperti yang ditulis oleh arsitek dan perancang perintis Buckminster Fuller: "Anda tidak pernah mengubah sesuatu dengan melawan kenyataan. Untuk mengubah sesuatu, ciptakan model baru yang membuat model yang ada menjadi usang."

Proses penulisan ulang cerita ini penuh tuntutan untuk kita semua. Ketika retakan muncul pada kepercayaan lama, akibatnya adalah kecemasan dan rasa sakit. Ketika dunia tertentu digantikan oleh ketidakpastian besar, risikonya adalah kita semakin berpegang teguh pada apa yang kita ketahui.

Tarikan gravitasi dari apa yang familiar tersebut bekerja dengan sendirinya, tidak peduli bahwa kita sebenarnya tahu apa yang familiar itu sebenarnya disfungsional.

Ketika menyadari hal ini, kita dapat menahan ruang untuk keruntuhan dan transisi ini dengan lebih lembut, lebih hormat, dengan lebih hati-hati.

Jika tidak, kecemasan berubah menjadi kemarahan, orang-orang kehilangan kepercayaan dan keyakinan satu sama lain dan institusi mereka. Hasilnya berisiko menjadi lingkaran setan: ketika tantangan zaman kita semakin berat, kita kurang memercayai pemimpin kita, saluran yang kita cari dalam ketidakpuasan kita (seperti kepercayaan anti-ilmiah, atau teori konspirasi) menjadi lebih ekstrem, dan para pemimpin pun pada gilirannya kurang percaya pada kita.

Mereka menjadi lebih cenderung untuk tetap berpegang pada apa yang mereka ketahui, cerita lama. Yaitu menyangkal hak pilihan kita karena mereka berada dalam upaya sia-sia untuk memecahkan tantangan bagi kita, tanpa kita.

Inilah sebabnya mengapa pekerjaan yang paling penting saat ini seharusnya adalah membayangkan ulang tentang apa itu kepemimpinan.

Jika mereka yang berada di posisi kekuasaan bertindak seolah-olah tidak ada yang salah dan tidak ada yang bisa dilihat di sini, ketidakpercayaan kita pada mereka semakin dalam.

Para pemimpin yang membangun masa depan warga negara, memulai dengan mengakui ketidakpastian, berbagi pertanyaan dan tantangan dengan kita, dan bukannya memberikan (atau gagal memberikan) jawaban untuk kita.

Mereka menciptakan peluang bagi kita untuk berpartisipasi dan berkontribusi. Mereka mengembangkan apa yang disebut "ketidakpastian yang aman": mengakui yang tidak diketahui, bukan menyangkalnya.

Mereka tidak berpura-pura tahu masa depan akan menjadi seperti apa. Mereka meyakinkan kita bahwa kita akan membangun masa depan dengan bekerja sama. Seperti yang dikatakan oleh filsuf dan aktivis adrienne maree brown: "Tidak ada seorang pun yang istimewa; semua orang dibutuhkan."

Untuk bertahan hidup dan berkembang, kita harus melangkah ke masa depan warga. Kita harus melihat diri kita sebagai warga: orang yang secara aktif membentuk dunia di sekitar kita, yang menumbuhkan hubungan bermakna dengan komunitas dan institusinya, yang dapat membayangkan kehidupan yang berbeda dan lebih baik.

Warga yang peduli dan bertanggungjawab, menciptakan peluang bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Yang terpenting, para pemimpin lembaga kita juga harus melihat manusia sebagai warga, dan memperlakukan kita seperti itu.

Jika dapat melangkah ke masa depan warga, kita akan mampu menghadapi banyak sekali tantangan: ketidakamanan ekonomi, darurat ekologis, ancaman kesehatan masyarakat, polarisasi politik, dan banyak lagi.

Kita akan mampu membangun masa depan. Kita dapat memiliki masa depan bersama-sama.

Jon Alexander dan Ariane Conrad adalah penulis buku Citizens: Why the Key to Fixing Everything is All of Us. Anda dapat membaca versi asli artikel ini yang berjudul Citizen future: Why we need a new story of self and society di BBC Future.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI