Suara.com - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar, memberikan pandangannya terkait Putri Candrawathi (PC), istri Irjen Ferdy Sambo tidak dilakukan penahanan setelah menjadi tersangka pembunuhan berencana Brigadir J.
Ia menjelaskan, institusi penegak hukum tentunya punya hak subjektif dalam suatu penanganan perkara. Termasuk hak untuk memutuskan menahan atau tidaknya tersangka.
"Penahanan dalam suatu proses perkara pidana sepenuhnya merupakan hak subjektif penegak hukum (penyidik, jaksa PU dan Hakim)," kata Fickar saat dihubungi, Sabtu (20/8/2022).
Menurut Fickar seorang tersangka yang melakukan tindak pidana dan bisa ditahan oleh aparat jika ancaman hukumannya lima tahun penjara atau lebih. Sementara urgensi seorang tersangka diputuskan ditahan atau tidak dinilai dari tiga kekhawatiran yang diatur dalam KUHAP.
Baca Juga: Sidang Kode Etik Dipercepat, Ferdy Sambo Cs segera Dipecat dari Polri
"Dikhawatirkan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatan. Jadi ukurannya secara umum adalah tiga hal itu, mengenai urgensi pelaksanaan penahanannya kembali pada kewenangan subjektif penegak hukum," tuturnya.
Untuk itu, kata dia, jika istri Sambo yakni Putri belum dilakukan penahanan, yakni karena aparat tidak melihat adanya kekhawatiran dari tiga faktor tersebut.
"Jika sampai hari ini PC belum ditahan maka kemungkinannya penyidik merasa belum ada kekhawatiran terjadinya tiga faktor itu, meskipun pada kasus utamanya justru pelaku utamanya banyak menghilangkan dan mengaburkan barang bukti untuk menutupi tindak pidananya (obstruction of justice)," pungkasnya.
Tak Ditahan
Sebelumnya, tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yousa Hutabarat bertambah. Tim Khusus bentukan Polri mengungkapkan adanya keterlibatan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi atau PC dalam pembunuhan ajudannya tersebut.
Baca Juga: Terkuak, Peran dan Posisi Putri Candrawathi saat Ekseskusi Brigadir J Terjadi
Tim penyidik mengungkapkan jika istri Ferdy Sambo tersebut belum ditahan karena kondisinya masih sakit. "Posisinya masih di rumah, karena dalam pemeriksaan terakhir yang bersangkutan menyertakan surat sakit," ujar Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto.
Komjen Agung pun mengungkapkan jika pasal yang menjerat ialah pembunuhan berencana, pasal 340 KUHP, termasuk pasal ikut serta dalam pembunuhan berencana tersebut.
"Penyidik telah menemukan sejumlah alat bukti baru, termasuk CCTV yang berusaha dihilangkan sebelumnya," ujarnya.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo sebelumnya menyebutkan Timsus terkait penyidikan terhadap 35 personel Polri yang dilakukan Inspektorat Khusus (Itsus),
Dalam waktu dekat Perhimpunan Doktera Forensi Indonesia (PDFI) juga akan disampaikan hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J. Hal ini sebagai bentuk transparansi, akuntabilitas dari PDFI yang bekerja secara independen.
“Artinya dalam hal ini Polri terbuka, Polri transparan dan juga proses pembuktiannya harus betul-betul dapat dibuktikan secara ilmiah,” terangnya.