Suara.com - Sekelompok ilmuwan menyatakan telah memecahkan misteri evolusi terkait makhluk mikroskopis berduri berusia 500 juta tahun yang memiliki mulut tapi tanpa anus.
Fosil kecil dari binatang laut yang terlihat seperti karung ini ditemukan pada tahun 2017. Saat itu mahkluk ini diperkirakan bisa saja merupakan nenek moyang manusia paling awal yang sejauh ini diketahui.
Hewan purba ini dikenal dengan nama Saccorhytus coronarius dan sempat ditempatkan ke dalam kelompok yang disebut deuterostom.
Binatang ini diyakini adalah nenek moyang paling primitif dari kelompok vertebrata, termasuk manusia.
Baca Juga: Gambar-gambar Kosmik Hasil Tangkapan Teleskop James Webb Ini Akan Bantu Singkap Evolusi Galaksi
Namun sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa Saccorhytus seharusnya dimasukkan ke dalam kelompok hewan yang sama sekali berbeda.
Sebuah penelitian gabungan antara periset asal China dan Inggris melakukan analisis sinar-X yang sangat rinci terhadap makhluk itu.
Mereka menyimpulkan bahwa makhluk itu termasuk dalam kelompok yang disebut ecdysozoans. Mereka kini diyakini merupakan nenek moyang laba-laba dan serangga.
Salah satu sumber kebingungan perihal sejarah evolusi ini adalah tidak adanya anus pada hewan tersebut.
"Agak membingungkan. Kebanyakan binatang dalam kelompok ecdysozoans memiliki anus, jadi mengapa yang ini tidak?" kata Emily Carlisle, seorang peneliti yang mempelajari Saccorhytus secara rinci, kepada BBC Radio 4's Inside Science.
Baca Juga: Dinosaurus Gargoyle Argentina, Petunjuk Evolusi Hewan Purba
Salah satu jawaban yang memantik rasa ingin tahu selanjutnya, kata Carlisle, adalah bahwa nenek moyang yang lebih awal dari kelompok binatang ini tidak memiliki anus.
Menurutnya, Saccorhytus berevolusi setelah itu.
"Bisa jadi dia kehilangan anus selama evolusinya sendiri. Mungkin dia tidak membutuhkannya karena dia hanya bisa duduk di satu tempat dengan satu celah untuk semuanya," ujar Carlisle.
Alasan utama bentuk evolusi itu, termasuk reposisi Saccorhytus pada pohon kehidupan Kambrium, agar lubang yang mengelilingi mulutnya ditafsirkan sebagai pori-pori untuk insangini merupakan salah satu keunggulan deuterostom.
Ketika para ilmuwan menggunakan sinar-X yang kuat untuk memeriksa lebih detail makhluk seukuran 1 milimeter ini, mereka menyadari bahwa lubang ini sebenarnya adalah pangkal duri yang patah.
Para ilmuwan yang mempelajari fosil-fosil ini mencoba untuk menempatkan setiap hewan di pohon kehidupan. Cara ini memungkinkan mereka membangun gambaran untuk memahami dari mana Saccorhytus berasal dan bagaimana mereka berevolusi.
"Saccorhytus akan hidup di lautan dan sedimen. Duri menahan mereka tetap berada di tempatnya," kata Carlisle, periset yang berbasis di University of Bristol.
"Binatang purba ini, menurut kami, hanya duduk di lokasi itu, di lingkungan yang sangat aneh dengan banyak hewan yang akan terlihat seperti beberapa makhluk hidup hari ini, tapi banyak yang tampak benar-benar asing."
Batuan yang mengandung fosil Kambrium ini masih dipelajari.
"Ada begitu banyak yang masih bisa kita pelajari tentang lingkungannya," ujar Carlisle.
"Semakin saya mempelajari paleontologi, semakin saya menyadari betapa banyak yang hilang. Dalam hal konteks Saccorhytus dan tempat tinggalnya, kita benar-benar baru melihat puncak gunung esnya," ucapnya.
Anda dapat mendengar lebih banyak cerita sains dalam program di Inside Science melalui laman BBC Sounds