Suara.com - Presiden Joko Widodo mengumumkan telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Koalisi Masyarakat Sipil menilai Keppres tersebut memutihkan pertanggungjawaban kesalahan para pelaku.
Komisi Nasional Hak Asasi Manuisia (Komnas HAM) sebagai lembaga penyelidikan pelanggaran HAM berat mengaku belum mengetahui secara langsung sistem kerja dari tim itu.
"Pertama yang ingin saya sampaikan, Presiden kan itu baru pidato itu. Jadi sampai hari ini, tim itu akan bekerja untuk apa, metode kerjanya kayak apa, serta siapa isi tim itu, nama-nama orangnya, kami Komnas HAM sampai hari ini belum mengetahuinya," kata Komisioner Komnas HAM, Amiruddin saat ditemui wartawan di Jakarta Pusat, Kamis (18/8/2022).
Karenanya, Amir mengatakan belum dapat berkomentar terkait keputusan Jokowi.
Baca Juga: Presiden Jokowi Beri Peringatan Kepala Daerah: Belanja APBD Baru 39,3 Persen, Hati-hati
"Oleh karena itu saya ingin sampaikan, karena kami belum mengetahui, jadi kami tunggu saja itu diumumkan dulu," ujar dia.
Ditegaskannya, sampai hari ini mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dilakukan di pengadilan HAM. Hal itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Untuk cara yang lain belum ada aturan atau prosedurnya, maka dari itu kita konsentrasi saja, Komnas HAM mau konsentrasi saja ke tugas pokoknya, sebagaimana yang dimaksud Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 yaitu sebagai penyelidik pelanggar HAM dalam kerangka crimininal justice system, karena ini soal kejahatan," jelas Amir.
Namun dikatakannya, penyelesaian pelanggaran HAM berat di luar pengadilan memang bisa dilakukan, hal itu merujuk pada Pasal 47 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Dinyatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya jalan di luar pengadilan melalui mekanisme komisi kebenaran dan rekonsialiasi. Pertanyaannya apakah yang dimaksud dengan pasal 47 itu yang dimaksud oleh Pak Presiden, saya tidak memiliki informasi yang cukup untuk itu," jelasnya.
Baca Juga: Naura Ayu Kaget Diajak Foto Presiden di Istana Merdeka: Aku Kira Pak Jokowi Enggak Tahu Aku
Pidato Presiden
Presiden Jokowi berpidato dalam acara Sidang Tahunan MPR-DPR-DPD RI di Kompleks Parlemen, Selasa (16/8/2022). Jokowi menyampaikan komitmennya terkait penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.
Jokowi mengaku kalau dirinya telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.
"Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu telah saya tanda tangani," kata Jokowi sebagaimana dikutip melalui YouTube Sekretariat Presiden.
Lebih lanjut, Kepala Negara melaporkan kalau Rancangan Undang-Undang (RUU) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tengah dalam proses pembahasan. Jokowi menyebut tindak lanjut atas temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) masih terus berjalan.
"Tindak lanjut atas temuan Komnas HAM masih terus berjalan."
Ditentang Koalisi Masyarakat Sipil
Anggota Divisi Pemantauan Impunitas KontraS Ahmad Sajali, menyoroti Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, yang dokumennya belum bisa diakses secara terbuka oleh publik. KontraS kata Sajali menilai hal tersebut menunjukkan niat pemerintah yang memang ingin menyelesaikan problem kejahatan kemanusiaan yang serius ini, secara sepihak.
"Alih-alih membuat tim baru yang komposisi anggotanya sangat mungkin kontroversial ,serta muatannya yang bertentangan dengan ketentuan pemulihan yang berlaku secara internasional, Pemerintah semestinya bisa mengubah ketentuan pemulihan bagi korban pelanggaran HAM berat agar bisa menyerupai korban tindak pidana terorisme yang bisa diproses oleh LPSK sejak penyelidikan," papar Sajali.
Pihaknya memandang, Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu sengaja untuk memutihkan pertanggungjawab kesalahan para pelaku dengan dalih pemulihan para korban.
"Dengan berbagai faktor ini, kami menganalisis bahwa regulasi dan tim yang baru ini memang sengaja dihadirkan untuk memutihkan pertanggungjawaban kesalahan para pelaku di balik dalih pemulihan bagi para korban," tandasnya.