Suara.com - Aleem Maqbool
BBC News
Sejumlah besar populasi Yahudi dari Rusia melakukan migrasi massal ke luar negeri, dengan setidaknya satu dari delapan orang Yahudi meninggalkan negara tersebut sejak perang dengan Ukraina dimulai Februari lalu.
Jewish Agency membantu orang Yahudi di seluruh dunia pindah ke Israel.
Baca Juga: Makam Kehormatan Belanda Ereveld Kalibanteng, Korban Perang dari Orang Yahudi Hingga Muslim
Lembaga itu mengatakan, 20.500 dari perkiraan total 165.000 orang Yahudi di Rusia telah pergi sejak bulan Maret.
Ribuan lainnya pindah ke negara lain.
Tidak diragukan lagi persekusi terhadap Yahudi yang berkali-kali terjadi dalam sejarah menghantui benak banyak dari mereka yang ambil bagian dalam migrasi besar-besaran yang tiba-tiba ini, dan mereka yang masih berusaha untuk keluar dari Rusia.
Di Moskow, telah ada upaya besar untuk mengembangkan komunitas Yahudi sejak jatuhnya Komunisme.
Salah satu sosok di garis depan gerakan tersebut adalah Pinchas Goldschmidt, kepala rabi Moskow sejak 1993.
Baca Juga: Mencekam, Seorang Pria Lakukan Penembakan di Bus Jemaat Yahudi di Yerusalem
"Kami merintis dari nol dengan sinagoge, sekolah, taman kanak-kanak, layanan sosial, guru, rabi, dan anggota masyarakat," katanya.
Tetapi hanya dua minggu setelah perang dengan Ukraina yang dimulai awal tahun ini, Rabbi Goldschmidt dan keluarganya meninggalkan Rusia, awalnya ke Hongaria dan kemudian ke Israel.
Ia kemudian mengundurkan diri dari posisinya dan berbicara menentang perang.
"Saya merasa saya harus melakukan sesuatu untuk menunjukkan pemisahan total dan sikap tidak setuju saya dengan invasi ke Ukraina ini, tapi saya akan membahayakan diri saya sendiri jika saya melakukan itu saat masih di Moskow."
- Anti-Yahudi meningkat drastis di seluruh dunia - hasil studi
- Orang Yahudi menyamar sebagai Muslim agar bisa beribadah di kompleks al-Aqsa
- Mengenal komunitas Yahudi di Indonesia
Beberapa orang Yahudi yang masih di Rusia mengkritiknya karena pergi dari negara tersebut dan terang-terangan menentang perang; mereka khawatir itu akan membuat pihak berwenang memperketat pengawasan terhadap komunitas Yahudi.
Namun Rabbi Goldschmidt mengatakan sebagian besar mendukungnya.
"Saya menerima beberapa pesan yang mengatakan 'Bagaimana Anda bisa meninggalkan kami?' tetapi saya akan mengatakan mayoritas besar sangat mendukung. Bukan masalah sepele untuk memutuskan apakah kami akan pergi, bagi saya dan istri saya, komunitas adalah hidup kami," katanya.
Rabi Goldschmidt mengatakan bahwa bila tetap tinggal di Rusia dan terus menentang perang, komunitas Yahudi bisa terancam punah.
Namun sejak itu, banyak orang telah mengikuti jejaknya.
Banyak yang telah mengambil kesempatan untuk pergi ke Israel, yang dengan Undang-Undang Kepulangan (Law of Return) memberi siapa pun yang dapat membuktikan bahwa mereka memiliki setidaknya satu kakek atau nenek Yahudi hak atas kewarganegaraan.
"Saya sempat bertanya-tanya tentang mengapa orang Yahudi terburu-buru pergi karena kita tidak melihat ada gelombang besar anti-Semitisme," kata Anna Shternshis, Profesor studi Bahasa Yiddi di Universitas Toronto dan spesialis dalam sejarah Yahudi di Rusia.
"Tetapi kemudian mengenakan topi sejarawan saya, saya melihat bahwa setiap kali sesuatu terjadi di Rusia, suatu pergolakan, suatu perubahan, orang Yahudi selalu dalam bahaya."
Ia menerangkan bahwa beberapa peristiwa sejarah Rusia mengakibatkan kekerasan terhadap orang Yahudi, misalnya revolusi, krisis ekonomi akhir Abad ke-19, dan Perang Dunia Kedua.
"Tidak semua orang mau bertindak, tetapi setiap orang Yahudi di Rusia saat ini memikirkan hal ini."
Profesor Shternshis lahir dan besar di Rusia. Dia mengatakan dia merasa sangat kecewa dengan cara orang Yahudi merasa, sekali lagi dalam sejarah dunia, bahwa betapapun mereka telah berkomitmen untuk membangun kehidupan di suatu tempat, semua itu bisa hilang seketika.
Seorang pria yang berusaha untuk pergi merasa dia berada di posisi itu. Dia ingin disebut dengan nama palsu, Alexander, karena takut akan konsekuensi berbicara kepada BBC karena dia masih di Moskow.
"Setelah 24 Februari, keluarga saya menyadari bahwa kami benar-benar menentang perang ini tetapi kami tidak tahu bagaimana kami bisa memprotes. Salah seorang anak saya sudah cukup umur untuk wajib militer, itu jadi alasan lain kami ingin pergi," katanya.
Keresahan dalam suaranya karena harus mempertimbangkan untuk meninggalkan rumah dan negaranya terlalu jelas, dan dia berbicara tentang rasa takutnya bila tidak dapat menemukan pekerjaan di luar negeri dan tidak punya banyak tabungan.
Tetapi seperti yang disarankan Profesor Shternshis, kecemasan Alexander tentang masa depan keluarganya di Rusia lebih dari sekadar karena menentang perang.
"Pihak berwenang di Rusia tidak dapat diprediksi dan mereka punya tendensi buruk; Orang Yahudi menjadi salah satu target propaganda mereka, kami secara tradisional sering dianggap sebagai musuh internal. Kakek buyut dan kakek-nenek saya menderita karena masa-masa itu," katanya.
Alexander mengatakan dia hanya mengenal dua keluarga Yahudi lainnya dan bahwa komunitas tersebut belum menjadi bagian besar dari hidupnya.
Tetapi dia khawatir betapapun terintegrasinya dia, ini tidak akan ada artinya jika suasana hati masyarakat terhadap Yahudi berubah.
Dia telah mengajukan permohonan kewarganegaraan Israel dan akan diwawancarai dalam beberapa minggu mendatang.
Salah satu hal yang membuat Alexander khawatir adalah niat Kremlin, yang telah dinyatakan, untuk menutup cabang Jewish Agency di Rusia.
"Tiba-tiba kita melihat itu di berita, dan kami bertanya-tanya apa selanjutnya? Kami merasa sangat tidak aman dan kami pikir bisakah kami kehilangan pekerjaan, atau masuk penjara. Situasi telah menjadi sangat menakutkan."
Laporan tambahan oleh Harry Farley.