Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak kasus polisi yang diduga menembak warga sipil di Bunaken, Manado, Sulawesi Utara ditindak secara hukum pidana, bukan berhenti pada persidangan etik internal Polri.
"Tidak cukup dengan hukuman berupa etik, aparat kepolisian yang diduga sebagai pelaku penembak korban RL harus mempertanggung jawabkan tindakannya dengan menempuh proses hukum melalui mekanisme peradilan pidana secara transparan dan akuntabel," kata Divisi Hukum KontraS, Abimanyu Septiadji saat dihubungi Suara.com, Selasa (16/8/2022).
Hal itu harus dilakukan guna memberikan efek jerah dan guna mengantisipasi terjadinya kasus yang sama.
"Kasus penggunaan senjata api oleh aparat bukan kali pertama terjadi. Penyebab keberulangan ini antara lain karena rendahnya penghukuman yang maksimal terhadap pelaku dan berakibat pada gagalnya memberikan efek jera," tegas Abimanyu.
Di samping itu, pada prosesnya nanti keluarga korban harus diberikan akes seluas-luasnya untuk menjawab rasa keadilan mereka.
"Berikan akses seluas-luasnya kepada keluarga korban atas perkembangan informasi penanganan kasus tersebut," kata Abimanyu.
Ditembak di Depan Anak-Istri
Seperti pemberitaan sebelumnya, di Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara seorang warga sipil berinisial RL (38) meninggal diduga akibat ditembak seorang anggota polisi. Bahkan peristiwa penembakan itu diduga terjadi dihadapan istri dan anak korban.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado, Frank Tyson Kahiking yang mendampingi keluarga korban, megungkap peristiwa itu terjadi pada 23 Juli 2022 lalu di Pandu, Bunaken sekitar pukul 22:30 WITA. Anggota polisi yang menjadi terduga pelaku berinisial WL dari Polsek Bunaken.
"Telah terjadi pembunuhan sewenang-wenang diluar proses peradilan (extra judicial killing), anggota polisi dari Polsek Bunaken diduga melakukan penembakan terhadap RL (38) dihadapan anak & istrinya," kata Frank saat dikonfirmasi Suara.com pada Minggu (14/8/2022) malam kemarin.