Suara.com - Herve Trentin, seorang pemadam kebakaran yang telah bekerja selama 34 tahun di Gironde, Prancis, berdiri di tepi hutan yang terbakar. Dia menyeka air mata dari pipinya. Ini adalah kedua kalinya dia menangis pagi itu.
"Maafkan saya," ujarnya, menenangkan diri. "Ini adalah hutan kami. Sedih melihat hutan terbakar," kata Tretin.
Trentin dan tim kecilnya bergerak di sekitar area selatan kota Bordeaux, Prancis, di wilayah Gironde, pada Sabtu (13/08) pagi lalu. Dia berusaha bertahan di depan api yang menyala-nyala.
Tretin dan para koleganya bertugas membuat sekat bakar. Ini adalah cara memisahkan area yang diperkirakan akan menjadi sumber api dengan area lain.
Baca Juga: Kebakaran Hutan Di Spanyol, Ribuan Warga Terpaksa Dievakuasi
Mereka berlatih selama bertahun-tahun menguasai metode ini lalu ditugaskan ke dalam sebuah kelompok kecil.
Namun Trentin tumbuh dewasa di daerah ini. Dia merasa sangat emosional. Dia merasa telah membakar tanah rumahnya.
"Sulit bagi saya untuk berpikir bahwa saya tidak akan melihat hutan ini lagi seperti dulu. Saya sudah berusia 53 tahun dan hutan ini akan membutuhkan lebih dari 30 tahun untuk pulih," ujarnya.
Trentin memiliki seorang putri berusia tiga tahun. Ketika Trentin memikirkan masa depan hutan, dia juga memikirkan putrinya.
"Saya ingin tahu apa yang akan terjadi," katanya. Saat dia mengatakan itu, pandangannya menuju ke puncak pepohonan dan langit.
Baca Juga: Kebakaran Hutan Karhutla di California: Dipicu Cuaca Panas dan 6.000 Ribu Orang Dievakuasi
"Saya tidak ingin mengatakan masa depan kita terlihat seperti apa yang kita jalani musim panas ini, tapi... Anda seperti juga paham yang saya katakan," ucapnya.
Penduduk Gironde terkepung asap sejak kebakaran besar Juli lalu, yang membakar sekitar 14.000 hektare hutan.
Api tampaknya sudah terkendali, tapi panasnya masih tersimpan di dan berpotensi memicu kebakaran baru.
Banyak kalangan di negara Barat menyebutnya sebagai "api zombie", yang akan muncul kembali dalam kondisi iklim kering dan mempercepat kebakaran baru.
Trentin juga bertugas memadamkan kebakaran hutan pada Juli lalu. Selama 48 jam dia berada di antara api.
"Saya belum pernah melihat api sebesar itu," katanya. "Saya ingat kebakaran besar pada tahun 1991 dan 1997 tapi waktu itu api tidak menyebar secepat ini," kata Trentin.
Entah bagaimana kebakaran baru ini lebih buruk. Vegetasi lebih kering dari sebelumnya.
"Bahkan kayu keras terbakar seperti jerami. Biasanya kami menggunakan kayu keras untuk membantu melawan api," kata Trentin.
Sabtu pagi lalu, tim Trentin membuat sekat bakar di sekitar beberapa rumah keluarga. Mereka membakar sepetak hutan untuk melindungi penduduk itu.
Trentin dan koleganya membakar bagian-bagian di depan area yang dilalap api, untuk menghilangkan bahan yang mudah terbakar.
Situasi di Gironde saat itu sangat kering sehingga api yang mereka nyalakan dapat menyapu sepanjang bagian yang terbakar dalam hitungan detik dan merobek batang pohon setinggi kepala.
Para personel pemadam kebakaran hanya dapat melakukan pekerjaan ini ketika angin sedang rendah. Tujuannya untuk meminimalkan risiko penyebaran api balasan, tapi mereka tidak dapat mengendalikan angin.
Selasa malam pekan lalu, Trentin dan timnya membuat sekat bakar di dekat desa Hostens ketika angin bertiup ke arah mereka. Setelah itu mereka merasakan udara sejuk mengalir melewati kaki mereka. Mereka merasakan angin sepoi-sepoi. Namun udara itu sebenarnya tersedot api.
Orang-orang itu bergerak cepat ke area yang telah mereka bakar dan berlutut. Mereka berusaha bernapas dengan tenang di tengah asap tebal. Api dengan seketika mengelilingi mereka.
"Kami kehilangan kendali atas situasi. Kami tahu kebakaran besar akan terjadi," ucapnya.
Terdapat lebih dari 1.000 petugas pemadam kebakaran yang memerangi kobaran api di hutan Gironde. Mereka mendapat bantuan dari berbagai negara Eropa.
Namun tidak semua petugas pemadam api itu memiliki pengalaman panjang seperti Trentin. Beberapa dari mereka baru pertama kali menghadapi kebakaran besar saat ditugaskan di Gironde.
Ketika kebakaran mencapai puncaknya pada pertengahan minggu lalu, Trentin dan rekannya, Christophe Dubois, sedang berada di hutan. Mereka melihat bola api terbang ke arah mereka.
"Ini seperti ombak yang menghampiri Anda. Anda tidak bisa berlari lebih cepat darinya," kata Dubois.
"Kamu harus jatuh dan berbaring rata di tanah," ucapnya.
Tapi empat rekan mereka yang lebih muda, yang berasal dari Toulouse justru diam membeku. Mereka berdiri tegak saat bola api itu datang.
Dubois dan seorang rekannya bergegas untuk menyemprot mereka dengan air dan menarik mereka ke bawah.
Namun upaya mereka tidak lebih cepat dari datangnya api. Dua dari petugas pemadam kebakaran itu mengalami luka bakar tingkat dua di kaki dan wajah.
Pada malam harinya, Dubois bekerja menyalakan sekat bakar balasan di sepanjang jalan raya sampai jam empat pagi. Durasi kerja mereka, kata Dubois, ditentukan harus menyesuaikan kondisi api.
"Jika Anda tidak memiliki hasrat untuk pekerjaan ini, Anda tidak dapat melakukannya," ucapnya.
"Kami mungkin tampak seperti orang-orang tangguh tapi kami juga sensitif. Kami memiliki hasrat melindungi hutan dan alam.
"Sangat menyakitkan melihatnya terbakar, dan menyakitkan kami harus membakar pohon pinus untuk menyelamatkan hutan ini," kata Dubois.
Setelah pagi yang berat membuat sekat bakar di sekitar beberapa rumah, Dubois dan tim kembali untuk makan siang ke titik kumpul.
Di sana ada ratusan petugas pemadam kebakaran. Di antara anggota tim, ada yang berpengalaman selama puluhan tahun melakukan pembakaran taktis.
Saat mereka makan, mereka berbicara tentang dampak kebakaran pekan sebelumnya. Sekitar 2509 hektare hutan hangus dalam satu malam.
"Saya telah menjadi petugas pemadam kebakaran selama 40 tahun dan saya belum pernah melihat kebakaran seperti itu," kata Jean-Pierre Le Cunff, kepala pemadam kebakaran taktis untuk wilayah Haute-Garonne.
"Kami menunggu hujan, salju, musim dingin, dan campur tangan Tuhan," katanya.
Tidak ada perselisihan bahwa iklim memang berubah menjadi lebih buruk. "Kami tentu saja berbicara tentang pemanasan global ," kata Le Cunff.
"Kami melihatnya, kami merasakannya. Tahun ini, perubahan sangat mencolok. Di pegunungan tidak ada gletser lagi, semuanya kering, tidak ada pakan ternak yang tersedia," ucapnya.
Setelah makan siang, tim pemadam ini dipanggil ke sebuah kawasan hutan di pinggiran Belin-Beliet, sebuah desa terbengkalai yang terbakar parah pada bulan Juli dan Agustus lalu.
Mereka menyalakan api taktis besar, hanya sekitar 25 meter dari sebuah rumah, untuk melindunginya. Mereka datang setelah pemiliknya mengabarkan bahwa kebakaran baru terjadi di pekarangannya.
Petugas pemadam kebakaran telah pemilik rumah itu, Claudie Decourneau, untuk meninggalkan rumah ketika kebakaran bulan Juli lalu menjulang hingga dekat pagar rumahnya. Namun dia menolak.
Pada Sabtu lalu, Decourneau berdiri dan menyaksikan tim pemadam membakar lebih banyak pekarangan, tempat dia memelihara ternak dan menjual kayunya.
"Saya tidak ingin meninggalkan ternak saya. Saya merasa lebih berguna di sini karena saya bisa melihat munculnya kebakaran baru," kata Decourneau.
Namun dia menangis ketika melihat Trentin, Dubois, dan tim pemadam membakar pekarangan sebagai sekat bakar. Jumat lalu, Decourneau kehilangan harapan.
"Saya takut kehilangan segalanya. Kami tidak akan menyerah tapi ini sangat sulit. Pinus membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk tumbuh," ucapnya.
Panas terasa begitu menyengat saat pekarangan Ducourneau terbakar.
Ketika api menjilat pohon-pohon, petugas pemadam kebakaran bergerak cepat memadamkannya. Meski begitu, area tersebut juga akan hangus sepenuhnya. Hutan yang lebat itu berubah menjadi gurun.
Ketika kebakaran reda dan udara penuh asap, petugas pemadam kebakaran kembali ke truk mereka. Pembicaraan mereka beralih ke malam yang akan datang. Badai diperkirakan akan terjadi. Akan muncul angin kencang dan kilat. Namun hujan deras tidak akan turun.
"Ini menakutkan," kata Trentin. "Kami tidak tahu apakah akan ada hujan. Jika ada angin, dan kilat, api akan semakin parah."
Badai diperkirakan akan terjadi sekitar tengah malam. Sekitar jam 11 malam, kilat dan guntur mulai muncul, begitu pula hujan.
Baptiste Charbonnel berkontribusi untuk liputan ini.