Suara.com - SETARA Institute memandang Polri sudah tidak pandang bulu dan lebih tegas dalam hal penanganan kasus penembakan yang menewaskan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau J.
Selain empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, beberapa personel Polri juga terseret dalam hal dugaan pelanggaran kode etik.
Empat orang tersangka dalam kasus ini adalah bekas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau E, Brigadir Ricky Rizal atau RR, dan Kuwat Maruf atau KM.
SETARA Institute berpendapat, Polri harus tetap terbuka dalam proses penyidikan tersebut.
"Namun penerapan status tersangka maupun dugaan pelanggaran kode etik terhadap puluhan personil baik dari Polres Jaksel, Polda Metro Jaya, maupun Mabes Polri mesti benar-benar fair, akuntabel dan terbuka dalam prosesnya," kata Hendardi selaku Ketua SETARA Institute dalam keterangannya, Selasa (16/8/2022).
Menurut Hendardi, hal itu menjadi penting guna memastikan tidak terjadi demoralisasi terhadap anggota Polri.
Menurut dia, anggota yang diduga melanggar etik tentu dapat dijerat pidana, apabila terbukti terkait langsung dengan peristiwa pidananya atau turut serta membantu tindak pidana.
Hendardi mengatakan, penetapan jerat pidana tersebut mesti dilakukan secara berhati-hati dan bertanggung jawab. Tidak hanya itu, prosesnya harus cukup terbuka tentang tindak pidana apa yang dilakukan.
"Banyak dari anggota yang sebenarnya hanyalah korban skenario di awal kasus ini muncul," beber Hendardi.
Merujuk pada banyaknya personil Polri yang diperiksa berkaitan dengan pelanggaran etik dan pidana, papar Hendardi, sangat penting adanya pertimbangan tentang kondisi mental dan moral anggota serta kewibawaan
institusi.
Baca Juga: Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Terlibat Percakapan Serius Sebelum Penembakan Brigadir J
Dugaan itu harus dipertimbangkan secara matang, apakah seluruh personil memiliki dasar fakta-fakta awal yang sama dan transparan untuk dianalisis.