SETARA Institute Sebut Penegakan Hukum dan Etik Kasus Penembakan Brigadir J Harus Terbuka

Selasa, 16 Agustus 2022 | 11:31 WIB
SETARA Institute Sebut Penegakan Hukum dan Etik Kasus Penembakan Brigadir J Harus Terbuka
Sejumlah orang mengangkat peti jenazah almarhum Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat saat pembongkaran makam di Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, Rabu (27/7/2022). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - SETARA Institute memandang Polri sudah tidak pandang bulu dan lebih tegas dalam hal penanganan kasus penembakan yang menewaskan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau J.

Selain empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, beberapa personel Polri juga terseret dalam hal dugaan pelanggaran kode etik.

Empat orang tersangka dalam kasus ini adalah bekas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau E, Brigadir Ricky Rizal atau RR, dan Kuwat Maruf atau KM.

SETARA Institute berpendapat, Polri harus tetap terbuka dalam proses penyidikan tersebut.

Baca Juga: Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Terlibat Percakapan Serius Sebelum Penembakan Brigadir J

"Namun penerapan status tersangka maupun dugaan pelanggaran kode etik terhadap puluhan personil baik dari Polres Jaksel, Polda Metro Jaya, maupun Mabes Polri mesti benar-benar fair, akuntabel dan terbuka dalam prosesnya," kata Hendardi selaku Ketua SETARA Institute dalam keterangannya, Selasa (16/8/2022).

Menurut Hendardi, hal itu menjadi penting guna memastikan tidak terjadi demoralisasi terhadap anggota Polri.
Menurut dia, anggota yang diduga melanggar etik tentu dapat dijerat pidana, apabila terbukti terkait langsung dengan peristiwa pidananya atau turut serta membantu tindak pidana.

Hendardi mengatakan, penetapan jerat pidana tersebut mesti dilakukan secara berhati-hati dan bertanggung jawab. Tidak hanya itu, prosesnya harus cukup terbuka tentang tindak pidana apa yang dilakukan.

"Banyak dari anggota yang sebenarnya hanyalah korban skenario di awal kasus ini muncul," beber Hendardi.

Merujuk pada banyaknya personil Polri yang diperiksa berkaitan dengan pelanggaran etik dan pidana, papar Hendardi, sangat penting adanya pertimbangan tentang kondisi mental dan moral anggota serta kewibawaan
institusi.

Baca Juga: Bahas Pembunuhan Brigadir J, Komisi III DPR Panggil Polri dan Komnas HAM serta LPSK

Dugaan itu harus dipertimbangkan secara matang, apakah seluruh personil memiliki dasar fakta-fakta awal yang sama dan transparan untuk dianalisis.

"Juga kecenderungan penerapan dugaan dan sanksi etik ini secara tidak transparan dapat menuai prasangka pemanfaatan untuk interest tertentu maupun upaya menyudutkan pihak-pihak tertentu secara unfair," sebut dia.

Empat Tersangka

Tim khusus bentukan Kapolri telah menetapkan Bharada E dan tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat. Tiga tersangka lainnya, yakni mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Brigadir RR alias Ricky Rizal, dan KM alias Kuwat.

Kaporli Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut Ferdy Sambo ditetapkan tersangka lantaran diduga sebagai pihak yang memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J. Sedangkan, KM dan Brigadir diduga turut serta membantu.

Listyo juga menyebut Ferdy Sambo berupaya merekayasa kasus ini dengan menembakan senjata HS milik Brigadir J ke dinding-dinding sekitar lokasi. Hal ini agar terkesan terjadi tembak menembak.

"Timsus menemukan peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang menyebabkan J meninggal dunia yang dilakukan saudara RE atas perintah saudara FS," ungkap Listyo di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022).

Dalam perkara ini, penyidik menjerat Bharada E dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP.

Sedangkan Brgadi RR, Ferdy Sambo, dan KM dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Ketiganya mendapat ancaman hukuman lebih tinggi dari Bharada E, yakni hukuman maksimal 20 tahun penjara atau pidana mati.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI