Suara.com - Pemeriksaan terhadap Putri Candrawathi, istri mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo belum juga bisa dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hingga saat ini. Alasannya, karena kondisi mentalnya yang belum stabil.
Komnas HAM memandang keterangan Putri sangat penting dalam peristiwa penembakan Brigadir J oleh Bharada E yang diduga diperintahkan suaminya, Ferdy Sambo.
Terlebih pada laporan awal kasus ini, dirinya disebut sebagai korban pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J. Hal itu pula disebut sebagai pemicu baku tembak hingga menewaskan Brigadir J.
Guna mendapatkan keterangannya, komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan, lembaganya telah menggunakan psikolog independen sebagai second opinion terkait kondisi mental Putri, disamping pihaknya menggandeng Komnas Perempuan.
Baca Juga: Tolak Pemohonan Perlindungan Istri Ferdy Sambo, LPSK: Ada Beberapa Kejanggalan
"Kami menggandeng ahli (psikolog independen) untuk kemudian melihat dan juga membantu Komnas HAM dalam proses permintaan keterangan ibu Putri. Dengan melihat kekhususan kondisi Ibu Putri," kata Beka saat konferensi pers di Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/8/2022).
Bagi Komnas HAM, kondisi mental Putri yang stabil sangat penting dalam proses pemeriksaannya nanti. Hal itu disebut berpengaruh saat keterangannya digali mengenai penembakan Brigadir J.
"Meminta keterangan PC (Putri) dengan baik, tanpa menjadikan trauma seperti sekarang ini," ujar Taufan.
Tercatat, sejumlah pihak berkaitan dengan kasus ini sudah diperiksa Komnas HAM, kecuali Putri. Pusdoker Polri hingga Ferdy Sambo yang diduga menjadi aktor utama di balik kematian Brigadir J, telah diperiksa. Mendatangi Tempat kejadian perkara (TKP) juga sudah dilakukan, bersamaan dengan pemeriksaan ulang kepada Bharada E.
Sambil menunggu kondisi Putri siap diperiksa, Komnas HAM mulai menyusun sejumlah temuannya untuk dijadikan laporan dan kesimpulan.
"Rencana ke depan, jadi setelah kami melakukan peninjauan TKP dan pemeriksaan Bharada E, beberapa hari ke depan akan menyusun laporan-laporan. Terus kemudian mengidentifikasi setiap data, keterangan, informasi disinkronkan antara satu keterangan yang didapat dengan orang lain. Supaya keliatan mana bolong-bolongnya," jelas Taufan.
Skenario Palsu Ferdy Sambo
Diberitakan sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo memerintahkan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E untuk menembak Brigadir J.
"Peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang mengakibatkan saudara J meninggal dunia yang dilakukan oleh saudara RE (Bharada E) atas perintah saudara FS (Ferdy Sambo)," kata Listyo saat jumpa pers di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kemudian, karena ingin membuat skenario seolah-olah telah terjadi tembak menembak, Ferdy Sambo lantas melakukan penembakan dengan senjata milik Brigadir J ke arah dinding rumah dinasnya.
Dengan demikian, Listyo menegaskan bahwa tidak terdapat peristiwa tembak menembak seperti informasi yang disampaikan pada awal informasi muncul.