Suara.com - Bagi Anda penyuka novel, pasti pernah mendengar sebuah novel yang kontroversial berjudul Ayat-ayat Setan atau The Satanic Verses karya Salman Rushdie, yang terbit pada 1988.
Novel ini dituding berisi penghinaan terhadap Islam sehingga membuat Salman Rushdie harus hengkang dari negara kelahirannya karena gelombang protes dan sejumlah ancaman pembunuhan.
Karena itu, Salman Rushdie melarikan diri ke Inggris dan bersembunyi di bawah perlindungan Scotland Yard pada akhir era 1980-an.
Dan pada Jumat (12/8/2022) ancaman pembunuhan tersebut menjadi nyata. Salman Rushdie ditikam belasan kali oleh seorang pemuda ketika sedang memberikan kuliah umum di Chautauqua Institution, New York, Amerika Serikat.
Baca Juga: Salman Rushdie Ditikam Belasan Kali hingga Berisiko Cedera Permanen
Penulis berusia 75 tahun tersebut sedianya akan memberikan kuliah umum dengan topik kebebasan artistik. Saksi mata di lokasi mengatakan, penyerang langsung naik ke panggung dan menerjang Salman Rushdie lalu menikamnya beberapa kali.
Akibat serangan tersebut, Rushdie terancam kehilangan satu matanya. Tak hanya itu, saraf di lengannya putus dan luka tusuk juga merusak jaringan hatinya.
Tersangka penikamnya adalah Hadi Matar, pria berusia 24 tahun, yang merupakan simpatisan ekstremisme Syiah dan Korps Pengawal Revolusi Iran.
Salman Rushdie adalah novelis berkebangsaan inggris dan lahir di India pada 19 Juni 1947. Ia merupakan putra seorang pengusaha muslim yang terbilang berada di India.
Baca Juga: Profil Hadi Matar, Terduga Pelaku Penikaman Novelis Salman Rushdie
Rushdie menempuh pendidikan tinggi di Rugby School dan University of Cambridge. Di sana ia menerima gelar M.A dalam bisang sejarah pada 1968. Ia pernah bekerja di London sebagai penulis dan copywriter periklanan sepanjang 1970-an.
Sebelum Ayat-ayat Setan atau The Satanic Verses, Salman Rushdie telah menerbitkan tiga novel, yakni Grimus yang terbit pada 1975, Midnight’s Cihldren tersebut pada 1981, yang menceritakan tentang Indoa modern. Melalui novel inilah ia mulai sukses dan popular sehingga mendapatkan pengakuan internasional.
Novel ketiganya yang berjudul Shame terbit pada 1983, mengenai politik kontemporer di Pakistan, juga popular dan mendapatkan sambutan baik oleh masyarakat.
Namun novel keempat Rushdie yang berjudul Ayat-ayat Setan, mendapatkan sambutan berbeda dari masyarakat, khususnya umat Islam.
Buku ini dianggap bentuk dari penistaan agama, karena menggambarkan seorang tokoh yang diduga mirip dengan Nabi Muhammad. Dalam buku itu disebutkan, tokoh mirip Muhammad itu menambahkan ayat-ayat dalam Al Quran yang isinya mengenai eksistensi tiga dewa yang biasa dipuja trakyat Mekah.
Alhasil, novel tersebut memicu kemarahan umat muslim di sejumlah negara. Gelombang demonstrasi terjadi hingga keluar Fatwa dari pemimpin Iran Ayatollah Khomeini pada 14 februari 1989. Secara terbuka, Khomeini mengutuk novel tersebut dan menghalalkan pembunuhan terhadap Rushdie.
Kelompok Sunni juga menargetkan Rushdie
Tak hanya kelompak Syiah saja yang geram dengan munculnya novel Ayat-ayat Setan atau Satanic Verses karya Salman Rushdie.
Setelah muncul fatwa dari Ayatollah Khomeini yang merupakan pemimpin Syiah, pada 2010, kelompok Al Qaeda yang merupakan islam Sunni, juga memasukkan nama Rushdie ke dalam daftar salah satu orang yang menjadi target pembunuhannya.
Penerjemah Satanic Verses dibunuh
Gelombang protes terhadap novel The Satanic Verses tidak hanya menyasar Salman Rushdie seorang diri. Orang-orang yang terkait dengan penyebaran novel tersebut juga terancam jiwanya.
Hal itu terbukti ketika pada 1991, penerjemah novel The Satanic Verses di Jepang, yang bernama Hitoshi Igarashi tewas karena ditikam.
Di tahun yang sama, penerjemah novel The Satanic Verses di Italia yang bernama Ettore Capriolo juga ditikam oleh pembenci Salman Rushdie hingga luka parah.
Kontributor : Damayanti Kahyangan