Suara.com - Dalam kasus polisi tembak polisi di rumah dinas Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir J, terdapat obstruction of justice atau penghambat proses hukum.
Ada berbagai upaya yang dilakukan sejumlah pihak untuk menghalangi pengungkapan dari kasus itu. Salah satunya, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang sempat mengaku dilecehkan Brigadir J.
Nah, berikut selengkapnya terkait fakta-fakta obstruction of justice dalam kasus penembakan yang menewaskan Brigadir J.
1. Dua Tuduhan kepada Brigadir J Termasuk Obstruction of Justice
Baca Juga: Kawal Rencana Komnas HAM Cek TKP Rumah Ferdy Sambo Senin Besok, Polri Utus Tim Labfor hingga Dokter
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi mengungkapkan bahwa dua laporan yang sempat dilayangkan kepada Brigadir J termasuk dalam kategori upaya menghalangi penyidikan kasus atau obstruction of justice.
"Kita anggap dua laporan polisi ini menjadi satu bagian yang masuk dalam kategori obstruction of justice. Ini bagian dari upaya untuk menghalangi-halangi pengungkapan dari kasus 340," kata Andi kepada wartawan, Jumat (13/8/2022) malam.
Adapun dua laporan itu adalah dugaan percobaan pembunuhan terhadap Bharada E yang dilayangkan oleh Briptu Martin Gabe dan dugaan pelecehan seksual yang dibuat istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
2. Laporan Tuduhan Itu Dihentikan
Lantaran tergolong sebagai obstruction of justice, tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi menghentikan dua laporan yang dituduhkan kepada mendiang Brigadir J.
Laporan tersebut dihentikan setelah diyakini tidak ada unsur pidana sebagaimana yang dilaporkan Briptu Martin dan Putri Candrawathi ke Polres Metro Jakarta Selatan.
Brigadir J disebut tidak terbukti melakukan pelecehan seksual kepada istri Ferdy Sambo itu. Hal ini juga disampaikan Brigjen Andi Rian berdasar hasil gelar perkara yang dipimpin Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto.
3. Komnas HAM Temukan Indikasi Obstruction of Justice yang Kuat
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sempat menemukan indikasi kuat pelanggaran HAM di kasus tersebut.
Hal tersebut dikatakan sebagai bentuk dari obstruction of justice oleh Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, melansir Antara, pada Kamis (11/8/2022).
"Makanya salah satu fokus kami misalnya soal obstruction of justice dalam konteks kepolisian itu perusakan tempat kejadian perkara," kata Choirul Anam.
"Jadi kalau pertanyaannya saat ini banyak ditemukan indikasi adanya pelanggaran HAM, khususnya soal obstruction of justice? Indikasinya sangat kuat," imbuhnya.
4. Rincian Obstruction of Justice Versi Komnas HAM
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, obstruction of justice dalam kasus ini dapat dilihat dengan adanya upaya pengubahan fakta penembakan Brigadir J.
"Kami indikasikan satu obstruction of justice, baik dengan langkah-langkah yang sistematis berupa penghilangan barang bukti, pengubahan terhadap TKP, pembuatan skenario, dan pengkondisian para saksi yang memberikan keterangan yang tidak seperti fakta yang sesungguhnya," jelas Taufan.
5. Arti Obstruction of Justice
Obstruction of justice merupakan segala tindakan mengancam, yang dapat berupa kekuasaan, komunikasi memengaruhi, menghalangi, atau menghambat sebuah proses hukum administratif.
Secara singkat, obstruction of justice adalah segala bentuk intervensi atau menghalangi proses hukum. Hal ini tertuang dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), dan Pasal 221 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kontributor : Xandra Junia Indriasti