Suara.com - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi membubarkan Satuan Tugas Khusus atau Satgassus Polri. Satuan elite tersebut sebelumnya dipimpin oleh Irjen Pol Ferdy Sambo selaku Kasatgassus.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menyebut Satgassus tersebut resmi dibubarkan Kapolri mulai malam ini.
"Pada malam hari ini juga, Bapak Kapolri secara resmi sudah menghentikan kegiatan dari Satgassus Polri," kata Dedi di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis (11/8/2022).
Adapun, kata Dedi, pertimbangan Kapolri membubarkan Satgassus ialah demi efektivitas kerja organisasi.
"Maka lebih diutamakan atau diberdayakan satker-satker (satuan kerja) yang menangani berbagai macam kasus sesuai tupoksi masing-masing. Sehingga Satgassus dianggap tidak perlu lagi dan diberhentikan hari ini," katanya.
Tersangka Pembunuhan
Tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya telah menetapkan Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat. Total tersangka dalam kasus ini sendiri sejauh ini berjumlah empat orang.
Selain Ferdy Sambo, tiga tersangka lainnya yakni Bharada E alias Richard Eliezer, Brigadir RR alias Ricky Rizal, dan KM alias Kuwat.
Kaporli Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut Ferdy Sambo ditetapkan tersangka lantaran diduga sebagai pihak yang memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J. Sedangkan, KM dan RR diduga turut serta membantu.
Baca Juga: Polri Sebut Motif Tewasnya Brigadir J akan Diungkap di Persidangan
Listyo juga menyebut Ferdy Sambo berupaya merekayasa kasus ini dengan menembakan senjata milik Brigadir J ke dinding-dinding sekitar lokasi. Hal ini agar terkesan terjadi tembak menembak.
"Timsus menemukan peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang menyebabkan J meninggal dunia yang dilakukan saudara RE atas perintah saudara FS," ungkap Listyo di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022).
Dalam perkara ini, penyidik menjerat Bharada E dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP.
Sedangkan, Brgadi RR, Ferdy Sambo, dan KM dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Ketiganya mendapat ancaman hukuman lebih tinggi dari Bharada E, yakni hukuman maksimal 20 tahun penjara atau pidana mati.
Kesal Dengar Pengakuan Istri Dilecehkan
Belakangan, tim khusus mengungkap motif Ferdy Sambo melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J karena emosi istrinya dileceh di Magelang, Jawa Tengah.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian Djajadi menyebut hal ini berdasar hasil pemeriksaan terhadap Ferdy Sambo. Dia mengaku mengetahui adanya dugaan pelecehan tersebut berdasar pengaku istrinya.
"Dalam keterangannya tersangka FS mengatakan, bahwa dirinya menjadi marah dan emosi setelah mendapat laporan dari istrinya PC yang mengalami tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang yang dilakukan almarhum Yosua," kata Andi di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis (11/8/2022).
Atas hal itu, kata Andi, Ferdy Sambo kemudian mengajak Brigadir RR dan Bharada E untuk melakukan pembunuhan berencana.
"Kemudian FS memanggil tersangka RR dan tersangka RE untuk melakukan rencana pembunuhan terhadap almarhum Yosua," ungkap Andi.
"Yang saya sampaikan pengakuan di BAP (berita acara pemeriksaan)," imbuhnya.
Detail Diungkap di Persidangan
Dedi sempat mengemukakan bahwa detail daripada motif pembunuhan berencana ini hanya akan diungkap di persidangan. Alasannya, demi menjaga perasaan keluarga Brigadir J dan Ferdy Sambo.
"Pak Kabareskrim sudah menyampaikan untuk motif ini Pak Kabareskrim menyampaikan harus menjaga perasaan dua pihak baik pihak dari Brigadir Joshua maupun pihaknya dari saudara FS," kata Dedi di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (11/8/2022).
Dedi juga menyinggung soal pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD yang menyebut motif kasus ini sensitif dan hanya boleh didengar orang dewasa.
"Dan Pak Menko Polhukam sudah menyampaikan juga karna ini masalah sensitif nanti akan dibuka di persidangan," kata dia.
"Karen ini materi penyidikan dan semuanya nanti akan diuji di persidangan insyaAllah nanti akan disampaikan di persidangan," sambungnya.