Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) saat ini tengah mendalami partikel Gun Shoot Residue (GSR) dalam keterangan uji balistik terkait kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Banyak orang yang bertanya-tanya mengenai apa itu GSR?
Seperti yang diketahui, Komisioner Komnas HAM bidang Penyelidikan dan Pengawasan M Choirul Anam, telah menerima peluru dari tim laboratorium forensik kepolisian atas tewasnya Brigadir J di kediaman Ferdy Sambo. Data tersebut diterima oleh Komnas HAM pada Rabu (10/8/2022), dan dianggap sebagai alat bukti yang penting.
Selanjutnya, Komnas HAM akan mendalami pemeriksaan GSR. Hal ini dipercaya akan mengungkap rekam jejak residu yang dihasilkan dari kasus penembakan Brigadir J.
"GSR itu rekam jejak residu tembakan, ya siapa yang menembak, di mana yang nembak, residu paling banyak di mana dan lain sebagainya. Ya penting cek residu itu," kata Anam saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2022).
Lebih lanjut disebutkan bahwa pemeriksaan GSR tersebut menjadi satu rangkaian dengan permintaan keterangan dari hasil uji balistik oleh Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri.
Lantas, apa itu GSR?
Dalam keterangannya, Anam menjelaskan GSR merupakan sebuah serbuk atau partikel muntahan yang keluar setelah peluru dari senjata api ditembakkan kemudian muncul residunya. Partikel yang keluar ini biasanya akan menempel pada orang yang memegang senjata, pada peluru dan juga benda yang terkena peluru di tempat kejadian perkara.
"GSR itu bahasa gampangnya residu senjata, plus juga residu yang ada dalam tubuhnya almarhum Yosua maupun Bharada E," ungkapnya.
Saat ini, Komnas HAM telah mengantongi data residu pada tubuh Brigadir J maupun Bharada E dari Puslabfor Mabes Polri untuk selanjutnya dilakukan pendalaman.
Baca Juga: Bharada E Mendekam di Sel Khusus Bareskrim Polri, Rumah Keluarga Dijaga Ketat Personel Brimob
GSR bagian dari uji balistik
Berdasarkan penjelasan dari Insitute Nasional untuk Standar dan Teknologi (NIST) Amerika Serikat, uji balistik forensik sendiri merupakan pemeriksaan atau eksaminasi terhadap bukti-bukti yang ditemukan dari senjata api yang diduga digunakan dalam sebuah aksi kejahatan.
Saat peluru atau proyektil yang ditembakkan dari sebuah senjata api, maka senjata itu akan meninggalkan tanda atau jejak yang amat sangat kecil. Hanya saja, jejak itu hanya bisa dilihat melalui mikroskop pada peluru dan juga selongsongnya, jejak atau partikel inilah yang dinamakan sebagai GSR atau Gunshot Residue.
Jejak-jejak yang ada dalam sebuah proyektil dan selongsong senjata api tersebut fungsinya mirip dengan sidik jari pada tangan manusia. Ketika seorang penyidik berhasil menemukan peluru dari senjata api di Tempat Kejadian Perkara (TKP), maka ahli forensik dapat melakukan uji tembak terhadap senjata yang diduga digunakan dalam tindak kejahatan.
Selanjutnya, hasil dari tanda pada proyektil dan selongsong dalam senjata api yang digunakan saat uji balistik ini kemudian akan dibandingkan dengan semua bukti yang didapat dari TKP.
Dari perbandingan itulah, penyidik kemudian dapat melakukan penilaian tentang semirip apa proyektil yang didapat dari uji balistik dengan yang didapat dari hasil olah TKP. Nantinya hasil asesmen tersebut akan digunakan untuk menentukan apakah senjata api yang digunakan dalam aksi kejahatan itu sama atau berbeda dengan yang dipakai saat uji balistik.
Nah itulah tadi ulasan mengenai apa itu GSR? Saat ini Komnas HAM tengah mendalami petunjuk baru tersebut untuk mengungkap misteri kematian Brigadir J di kediaman Ferdy Sambo.
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari