Suara.com - Mantan penerjemah Afghanistan yang bekerja untuk militer Australia mengatakan anggota keluarga mereka masih terjebak dan menghadapi risiko, hampir setahun setelah Taliban menguasai kembali negara itu.
Dari sekitar 200.000 warga Afghanistan yang mencari perlindungan di Australia sejak Agustus tahun lalu, hampir setengahnya masih menunggu permohonan mereka dipertimbangkan.
Lama proses ini menyebabkan seorang penerjemah yang dua tahun mendampingi pasukan Angkatan Bersenjata Australia (ADF) di Tarin Kot, menyatakan penyesalannya karena telah bekerja dengan ADF.
"Kami menyesal mengapa kami bekerja untuk pemerintah Australia karena dampaknya pada anggota keluarga kami," kata pria yang tidak disebutkan namanya kepada ABC News.
Baca Juga: Video Pengungsi Afghanistan Ricuh di Batam Gara-gara Kibarkan Bendera Asing Saat Berdemo
"Keluarga saya ditanyai mengapa saya bekerja untuk Angkatan Darat Australia. Mereka ditanyai di mana kami berada," katanya.
"Kini saya merasa putus asa karena tidak ada bantuan untuk keluarga saya. Mereka belum dievakuasi ke tempat yang lebih aman seperti Australia," tambahnya.
Lebih dari 6.000 warga Afghanistan telah diberikan visa kemanusiaan sejak Taliban mengambil-alih kembali kekuasaan, dengan prioritas diberikan kepada staf lokal, perempuan, dan etnis minoritas.
Banyak dari kelompok ini masih berada di Afghanistan atau negara-negara tetangga dengan visa sementara.
Nasib mantan penjaga Kedubes Australia
Glenn Kolomeitz, mantan perwira dan pengacara Angkatan Darat Australia yang membantu warga Afghanistan untuk mendapatkan visa, menyebut sejumlah orang telah menjadi korban.
Baca Juga: Ricuh Pengungsi Afghanistan saat Kibarkan Bendera Asing, Warga: Coreng Semangat Kemerdekaan
"Dalam 48 jam terakhir, salah satu mantan penjaga kedutaan kita diculik dan kami memperkirakan dia akan dibunuh," kata Kolomeitz kepada ABC.
"Kami memperkirakan jenazahnya akan dibuang di depan rumahnya dalam beberapa hari mendatang," katanya.
Kolomeitz mengatakan Taliban masih menargetkan orang-orang yang pernah membantu pasukan asing di Afghanistan.
Ia menyebut istri salah satu penerjemah baru-baru ini meninggal setelah hidup berpindah-pindah saat menghindari kejaran Taliban.
Kolomeitz menambahkan keluarga dari seorang penerjemah yang meninggal saat bertugas dengan pasukan Australia masih mendekam di kamp pengungsi Texas, 12 bulan setelah dievakuasi.
"Salah satu saudara mereka adalah seorang penerjemah untuk Angkatan Darat Australia yang dibunuh oleh seorang tentara Afghanistan, bersama tiga tentara Australia," kata Kolomeitz.
"Jika ada yang memerlukan perlindungan dari Australia, mereka adalah keluarga penerjemah ini," ucapnya.
Pemohonan visa menumpuk
ABC News menghubungi Menteri Imigrasi Andrew Giles untuk membahas laporan ini, tapi belum mendapatkan tanggapan.
Awal pekan ini, Menteri Giles mengatakan kepada SBS News bahwa satuan tugas telah dibentuk dengan fokus pada pemukiman kembali warga asal Afghanistan.
"Kami mengerahkan sejumlah besar sumber daya untuk masalah ini karena merupakan prioritas besar bagi pemerintah," katanya.
Ketua Dewan Pemukiman Kembali Australia, Sandra Elhelw Wright, mengatakan penundaan visa disebabkan oleh banyaknya permohonan yang makin menumpuk.
"Inilah yang terjadi seiring dengan konflik karena permintaan untuk pemukiman kembali melonjak dan tidak cukup tempat yang tersedia bagi semua orang yang membutuhkan keselamatan," katanya.
Sandra menambahkan bahwa 6.000 orang yang telah dimukimkan kembali dalam enam bulan terakhir telah berkontribusi pada masyarakat Australia.
"Mereka menyampaikan optimisme mereka tentang kehidupan baru di Australia, tapi tantangan besar mereka adalah kekhawatiran tentang keluarga mereka yang masih di luar negeri," jelasnya.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News.