Suara.com - Sejumlah mantan tahanan menyatakan kepada BBC bahwa mereka diperkosa dan disiksa secara sistematis di penjara-penjara Rusia.
Tahun lalu rekaman berbagai peristiwa kekerasan dipublikasikan oleh 'orang dalam' yang mengetahui peristiwa itu.
Dalam beberapa waktu belakangan, para tahanan yang menjadi korban memberi tahu BBC mengapa hal itu terjadi dan bagaimana mereka berjuang meraih keadilan.
Peringatan: Artikel ini berisi gambar grafis dan deskripsi pelecehan dan kekerasan seksual
Baca Juga: 6 Fakta Baru Skandal Pemerkosaan Kris Wu, Sang Aktor Diklaim Tak Bersalah
Rumah Sakit Penjara Saratov, di barat daya Rusia, menjadi perhatian publik pada tahun 2021 ketika video mengerikan berisi pelecehan terhadap tahanan bocor ke organisasi hak asasi manusia dan diberitakan banyak media internasional.
- 'Saya diperingatkan akan mati sangat cepat' - Pengakuan tahanan yang bocorkan video penyiksaan di penjara Rusia
- Tahanan yang meninggal tiga jam setelah masuk penjara di Rusia
- Siapa Alexei Navalny, sosok yang paling gencar kritik Vladimir Putin?
Alexei Makarov mengetahui reputasi penjara itu sebelum dia dipindahkan ke sana pada tahun 2018, sebagai bagian dari pemidanaan selama enam tahun dalam kasus kekerasan.
Para tahanan yang dikirim ke Saratov mengeluh bahwa berbagai alasan medis sengaja dibuat sehingga mereka dapat disiksa di balik pintu tertutup.
Penjara Rusia hampir tidak memiliki pengawasan independen. Akuntabilitas rumah sakit penjara dengan segala aturan karantina kesehatannya bahkan lebih buruk.
Makarov kala itu benar-benar tidak sehat. Dia didiagnosis menderita TBC, meski berharap bisa pulih. Namuni dia mengaku diperkosa dua kali selama berada di sana.
Baca Juga: Gempar! Alibaba, Perusahaannya Jack Ma Diguncang Skandal Pemerkosaan Karyawati
Para korban dan ahli mengatakan pelecehan semacam itu, termasuk yang dialami Makarov, selalu mendapat persetujuan otoritas penjara. Kekerasan seksual itu digunakan untuk memeras tahanan, mengintimidasi atau memaksa mereka membuat pengakuan.
Berbagai video yang beredar tahun lalu itu memaksa pemerintah Rusia angkat bicara untuk menanggapi skandal penyiksaan di penjara mereka.
Penyiksaan dilaporkan terjadi di 90% wilayah Rusia antara tahun 2015 dan 2019, menurut proyek media independen Rusia, Proekt. Namun tanggapan dan tindakan atas berbagai kekerasan itu lambat diambil otoritas Rusia.
BBC menganalisis ribuan dokumen pengadilan yang berasal dari periode itu. Kami menemukan bahwa 41 petugas penjara dihukum dalam persidangan kasus pelecehan terhadap tahanan yang paling serius.
Namun hampir separuh dari mereka hanya dijatuhi hukuman percobaan.
BBC mewawancarai para mantan tahanan, termasuk Makarov, tentang cobaan berat yang mereka alami dalam sistem penjara Rusia.
Makarov berkata, dia pertama kali disiksa pada Februari 2020. Dia menolak tekanan para sipir untuk membuat pengakuan atas dugaan melawan administrasi penjara.
Konsekuensinya, kata Makarov, tiga pria melakukan pelecehan seksual dengan kekerasan secara terus-menerus kepadanya.
"Selama 10 menit mereka memukuli saya, merobek pakaian saya. Dan, katakanlah, dua jam berikutnya mereka memperkosa saya setiap menit dengan cara menyodok dengan gagang pel.
"Ketika saya pingsan, mereka akan menyiram saya dengan air dingin dan melemparkan saya kembali ke meja," tuturnya.
Dua bulan kemudian, hal itu terjadi lagi kepada Makarov. Dia dipaksa membayar 50.000 rubel (sekitar Rp13 juta) kepada penyerangnya. Menurut Makarov, dia diperkosa agar bungkam soal kekerasan tersebut.
Makarov mengatakan kepada BBC bahwa penyiksaan terhadapnya direkam. Para tahanan tahu bahwa rekaman yang memalukan dapat dibagikan ke seluruh penjara jika mereka tidak memenuhi tuntutan.
Para pemerkosa Makarov adalah sejumlah tahanan di penjara itu. Dia dan para korban yang lainnya yakin, para pelaku bertindak atas instruksi pimpinan penjara.
Selama penyiksaan berlangsung, kata Makarov, lantunan musik dimainkan dengan volume keras. Tujuannya untuk menyamarkan jeritan para korban.
- Tentara Rusia divonis penjara seumur hidup karena kejahatan perang di Ukraina
- Warga Ukraina mengaku disiksa di penjara Rusia, diberi kartu identitas nama negara bagian dari Uni Soviet
Rekaman video yang bocor ke organisasi HAM beredar karena andil sejumlah mantan tahanan di penjara Saratov.
Sergey Savelyev, misalnya, berhasil menyelundupkan rekaman yang menunjukkan penghinaan dan kekerasan terhadap puluhan tahanan.
Dia juga percaya bahwa penyiksaan itu dilakukan sebagai upaya tertinggi sebagai bagian dari sistem yang terorganisir.
Savelyev memiliki akses ke rekaman itu karena dia diminta untuk bekerja di departemen keamanan penjara yang kekurangan staf. Dia diminta untuk memantau dan membuat katalog rekaman dari kamera tubuh yang biasanya dipakai sipir penjara.
Namun dia berkata, ketika harus menyiksa seorang tahanan di Saratov, para petugas akan meminta tahanan untuk melakukan pekerjaan kotor tersebut. Para sipir meminta tahanan memasang kamera tubuh untuk merekam pelecehan tersebut.
"Saya akan mendapat perintah [untuk mengeluarkan kamera tubuh] dari kepala keamanan," katanya.
Savelyev diminta menyimpan berbagai rekaman penyiksaan ini, lalu menyerahkannya ke departemen keamanan penjara. Tidak jarang, dia menyimpan video-video itu ke perangkat keras komputer agar dapat disaksikan sipir yang lebih senior.
Setelah menemukan kengerian yang terjadi di balik pintu tertutup, Savelyev mulai menyalin berbagai video tersebut dan menyembunyikannya.
"Saya berjalan melewati para sipir dan tidak melakukan apa-apa agar mereka melihat saya biasa saja saat menyaksikan penyiksaan tersebut," ucapnya.
Dalam beberapa klip, para pria yang melakukan penyiksaan terlihat menggunakan borgol dan peralatan seperti kamera tubuh yang hanya dapat diakses sipir.
Menurut Savelyev, terdapat semacam aturan bahwa para tahanan yang turut melakukan pelecehan adalah mereka yang dipenjara dalam kasus kekerasan dan harus menjalani hukuman panjang.
Karena itu aturan tidak tertulis itu, para tahanan tersebut tertarik untuk menjilat otoritas agar diperlakukan lebih baik, kata Savelyev.
Tahanan semacam itu terkadang diberi julukan "pressovskiki".
"Mereka pasti tertarik untuk berbuat baik dan patuh selama masa-masa itu. Mereka ingin otoritas penjara bersikap ramah sehingga mereka mendapatkan jatah makan yang pantas, tidur nyenyak, dan memiliki beberapa hak istimewa," ujar Savelyev.
Aktivis HAM dari Gulagu.net, Vladimir Osechkin, yang organisasinya menerbitkan video penyiksaan yang bocor, menilai para pelaku mengikuti protokol secara runut. Artinya, kata dia merujuk sebuah klip, para penyiksa telah terlatih melakukan itu.
"Mereka saling memberi isyarat, beraksi dalam bisu, saling memahami meski tanpa kata-kata karena mengikuti sistem yang sudah mapan," kata Osechkin.
"Petugas yang terlihat di video memberi isyarat tentang cara memelintir atau melebarkan kaki korban sehingga mereka bisa memperkosanya."
Menyusul kebocoran bukti Savelyev, enam 'pressovskiki' ditangkap. Mereka membantah terlibat.
Dua bulan kemudian direktur rumah sakit penjara Saratov dan wakilnya juga ditangkap. Mereka juga membantah terkait dengan berbagai pelecehan ini.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengganti pimpinan Layanan Penjara Nasional dan mengumumkan bahwa "langkah-langkah sistematis" diperlukan untuk membawa perubahan.
Rusia pada Juli lalu juga mengubah aturan yang berisi ancaman hukuman berat kepada orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaan untuk melakukan penyiksaan atau menggunakan kekerasan untuk mendapatkan bukti.
Namun para aktivis HAM menekankan bahwa saat ini belum ada ancaman hukuman bagi pelaku penyiksaan.
Ini bukan pertama kalinya Presiden Vladimir Putin menjanjikan perubahan. Dia membuat janji serupa usai kebocoran mengejutkan pertama dari rekaman tersebut, pada tahun 2018. Berbagai rekaman itu menunjukkan para sipir melakukan pemukulan massal di sebuah penjara di Yaroslavl, utara Moskow.
Sebelas pegawai penjara Yaroslavl dijatuhi hukuman ringan pada tahun 2020. Sementara itu, dua pimpinan penjara itu dibebaskan.
Advokat Yulia Chvanova, yang kerap mewakili para korban penyiksaan, menyebut motif utama pelecehan terorganisir terhadap tahanan adalah untuk pengakuan.
Oleh sebab itu, menurutnya, pejabat yang bertanggung jawab untuk menyelidiki kejahatan adalah pendorong utama terjadinya penyiksaan di berbagai penjara di Rusia.
"Pengakuan ditempatkan sebagai yang pertama dan terutama," ujarnya.
Chvanova tengah berusaha memenangkan kompensasi untuk Anton Romashov (22 tahun) yang disiksa pada tahun 2017. Dia menolak untuk mengakui kejahatan yang tidak dia lakukan.
Romashov ditangkap karena memiliki mariyuana, tapi polisi menekannya untuk mengakui bahwa dia menjual narkotik. Menjual narkotik adalah pelanggaran yang jauh lebih serius.
Ketika dia menolak untuk mengaku, dia dibawa ke pusat penahanan pra-sidang di Vladimir, Rusia barat, pada akhir 2016.
"Saya dibawa ke sel nomor 26. Saya tahu persis sel macam apa itu karena saya mendengar jeritan datang dari sana, jeritan selama berhari-hari," ujarnya.
Di sel itu, dua pria sedang menunggu Romashov. Dia berkata dilempar ke lantai, tangan dan kakinya diikat di belakang tubuhnya, lalu dipukuli sepanjang hari.
Ketika para pelaku menurunkan celananya, dia berkata bahwa dia akan menandatangani apa pun yang mereka inginkan.
Dia kemudian dijatuhi hukuman lima tahun penjara, meskipun mengatakan kepada pengadilan bahwa dia telah disiksa dalam pengakuan.
Investigasi terhadap praktik semacam itu di pusat penahanan Vladimir akhirnya dilakukan setelah seorang tahanan lain membunuh salah satu pressovschiki yang mengancam akan menyiksanya.
Sipir penjara, diminta memberikan pernyataan, mengungkapkan bahwa sebagian besar dari mereka tahu apa yang terjadi di sel 26 yang terkenal itu.
Para pegawai penjara yang menjalankan sel penyiksaan dihukum dalam persidangan. Dalam persidangan itu, Romashov dan dua tahanan lainnya memberikan kesaksian.
Namun skandal penyiksaan terbesar di negara itu hingga saat ini terjadi di wilayah Siberia, Irkutsk.
Setelah gelombang protes pada musim semi 2020 di Penjara 15 di Angarsk, dekat kota Irkutsk, pihak berwenang mengirim pasukan anti huru-hara. Ratusan tahanan ditangkap dan dibawa ke dua pusat penahanan. Di sana, para sipir penjara dan pressovskiki sudah menanti para tahanan.
Denis Pokusaev, salah satu yang mengaku disiksa di penjara itu, menjalani hukuman tiga tahun karena penipuan. Dia berkata, sipir penjara angkat bicara soal alasan penyiksaan tersebut.
"Mereka mengatakan kepada saya: 'Apakah Anda pikir kami peduli Anda bersalah atau tidak? Anda terlibat kasus kerusuhan, jadi Anda akan dimintai pertanggungjawaban untuk itu'," ujar Pokusaev.
Advokat Yulia Chvanova menjelaskan pola umum penyiksaan terhadap para tahanan.
"Penyelidik memutuskan siapa yang akan diinterogasi, saksi mana dan investigasi apa yang akan dilakukan. Mereka kemudian menghubungi sipir penjara dengan instruksi, 'Saya butuh pengakuan dari individu tertentu'."
Pokusaev mengatakan penganiayaan itu berlangsung tanpa henti.
"Pelecehan berlangsung selama hampir tiga bulan, setiap hari, kecuali akhir pekan," ujarnya.
Dia mengatakan para sipir terlibat dalam berbagai penyiksaan itu. "Mereka tertawa, makan buah. Seseorang diperkosa dengan berbagai macam benda dan mereka hanya tertawa. Mereka menikmatinya," kata Pokusaev.
BBC meminta Pusat Layanan Penjara Rusia untuk mengomentari tuduhan tentang penyiksaan dan pemerkosaan tersebut. Namun mereka tidak merespon permintaan wawancara.
Sejumlah Aktivis HAM memperkirakan setidaknya 350 tahanan disiksa di penjara setelah kerusuhan terjadi di Penjara 15, Angarsk.
Pokusaev termasuk di antara sekitar 30 pria yang telah memenangkan hak untuk diakui secara hukum sebagai korban dalam insiden tersebut. Dia juga salah satu dari sedikit yang siap bersaksi di pengadilan.
Beberapa persidangan lain diharapkan akan digelar. Dalam kasus Denis, dia dan beberapa narapidana lainnya akan segera memberikan bukti terhadap dua sipir penjara.
Dua sipir itu sejauh ini selalu membantah tuduhan terhadap mereka.
Yulia dan semua yang memberikan kesaksian dalam kasus tersebut telah diminta untuk menandatangani perjanjian kerahasiaan. Tidak jelas apakah salah satu temuan akan berujung pada reformasi sistem penjara.
Pokusaev mengatakan, dia masih dihantui oleh apa yang terjadi padanya.
"Saya datang ke hutan di sebelah rumah kami hampir setiap hari. Saya meneriakkan kata-kata kotor, meneriakkan ini semua untuk menghindari menyimpannya di dalam diri saya."
Namun dia bertekad untuk mendapatkan keadilan. Dia percaya keadilan itu bisa diraih jika para korban berani untuk berbicara.
"Saat ini, orang-orang di Rusia takut untuk keluar dan mengatakan apa pun. Itulah penyebab banyak orang tidak mendapatkan keadilan," ujarnya.
Daftar organisasi yang menawarkan informasi dan dukungan bagi korban pelecehan seksual dapat diakses melalui situs BBC Action Line.