Suara.com - Ditetapkannya Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus penembakan terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat dinilai menjadi langkah yang baik. Diplomasi kejujuran, transparansi dan kinerja berbasis data telah mengantarkan pada kesimpulan dan fakta dengan bukti permulaan yang cukup bahwa ada keterlibatan Ferdy Sambo atas kematian Brigadir J.
Ketua SETARA Institute, Hendardi mengatakan, semula Polri terkesan sangat berhati-hati. Sebab, peristiwa tersebut menyangkut perwira tinggi Polri yang juga berprestasi dan adanya suatu upaya menghalangi proses penegakan hukum (obstruction of justice).
"Belum lagi semburan informasi menyangkut kasus ini yang sangat massif membuat proses penyidikan sempat terhambat," kata Hendardi dalam siaran persnya, Rabu (10/8/2022).
Di tengah menurunnya kepercayaan publik pada institusi Polri, lanjut Hendardi, kasus ini sungguh menjadi ujian terberat bagi Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dia mengatakan, terungkapnya Ferdy Sambo dalam kasus ini menjadi pembelajaran sangat penting bahwa anggota Polri -- dan juga penegak hukum lainnya -- dapat saja terlibat suatu perbuatan yang melanggar hukum.
Baca Juga: Hendardi: Ferdy Sambo Tersangka, Kapolri Lulus Ujian Terberat
Dalam sebuah korps, kata Hendardi, adagium "naughty cop dan clean cop" akan selalu ada. Tetapi, sebagai sebagai sebuah instrumen penegakan hukum, Polri tetap harus menjalankan tugas legal dan konstitusionalnya menegakan keadilan.
"Polri harus diawasi dan dikritik, tetapi sebagai sebuah mekanisme tentu harus dipercaya," ucap dia.
Menurut Hendardi, langkah Polri dalam menyibak sengkarut kematian Yosua telah memutus berbagai spekulasi dan politisasi yang mengaitkan peristiwa ini dengan banyak hal di luar isu pembunuhan itu sendiri. Meski demikian, motif dari pembunuhan Yosua belum terungkap.
"Tetapi penetapan tersangka atas FS telah memusatkan kepemimpinan penyidikan Polri mengalami kemajuan signifikan dan memutus politisasi oleh banyak pihak yang berpotensi menimbulkan ketidakstabilan politik dan keamanan."
Selain Ferdy Sambo dan Bharada Richard Eliezer atau E, polisi juga menetapkan Brigadir RR alias Ricky Rizal dan KM sebagai tersangka. Mereka berempat dijerat dengan pasal pembunuhan berencana dan terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara atau pidana mati.
Baca Juga: Harta Kekayaan Ferdy Sambo Tak Terlacak di Situs KPK, Kok Bisa?
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyebut Ferdy Sambo, RR, dan KM dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
"Ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun atau pidana mati," kata Agus di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022).
Status tersangka lebih dulu disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Penetapan tersangka dilakukan setelah diketahui fakta bahwa Richard menembak Yosua atas perintah Ferdy Sambo.
"Timsus menemukan peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang menyebabkan J meninggal dunia yang dilakukan saudara RE atas perintah saudara FS," ungkap Listyo.
Di sisi lain, Listyo menyebut Ferdy Sambo menggunakan senjata milik Yosua untuk menembak dinding-dinding di sekitar lokasi kejadian. Hal ini dilakukannya sebagai upaya untuk merekayasa kejadian seakan-akan peristiwa tersebut merupakan peristiwa tembak menembak.
"FS melakukan penembakan dengan senjata milik saudara J ke dinding untuk membuat kesan seolah terjadi tembak menembak," bebernya.
"Timsus telah menetapkan saudara FS sebagai tersangka," imbuhnya.
Dalam kasus pembunuhan yang terjadi di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo ini, tim khusus bentukan Kapolri sebelumnya telah menetapkan dua orang tersangka.
Keduanya, yakni Bharada E alias Richard Eliezer dan Brigadir RR alias Ricky Rizal.
Bharada E dijerat dengan Pasal 338 tetang Pembunuhan Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 56 KUHP. Sedangkan, Brigadir RR dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.