Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J harus dilakukan dengan hati-hati. Hal itu karena tersangka pelaku internal Polri sehingga perlu penanganan khusus.
Mahfud pun mengibaratkan penanganannya kasus tewasnya Brigadir J seperti menangani orang yang sulit melahirkan dan terpaksa dilakukan operasi 'caesar'.
"Karena terjadi di internal Polri gitu. Ini harus hati-hati agar Polrinya selamat. Seperti yang sering saya katakan, ada fenomena psychopolitis juga ada psychohierarki juga sehingga kemudian kelompok-kelompok juga. Nah itu kan agak sulit kalau tidak melalui operasi caesar," ujar Mahfud dalam jumpa pers yang disiarkan dari Youtube Kemenko Polhukam, Selasa (9/8/2022).
Kata Mahfud, pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J bukan hal mudah, karena melibatkan pejabat tinggi Polri.
Baca Juga: Komnas HAM Tegaskan Tidak Terpengaruh Narasi Temuan Polisi Terkait Kematian Brigadir J
Ia pun menceritakan pendapat Ketua KPK Firli Bahuri yang merupakan purnawirawan Polri.
Firli, kata Mahfud, menyampaikan bahwa kasus pembunuhan Brigadir J seharusnya mudah diungkap. Namun karena melibatkan pejabat tinggi Polri sehingga menjadi rumit untuk diselesaikan.
"Ini purnawirawan cerita kepada saya itu, pak Firli teman saya di KPK. Pak menko, kasus kayak gini kalau tidak ketemu itu kebangetan. Wong orang hilang tubuhnya terpisah, hanya orang masih dikubur dengan apa semen bisa ketemu kok," kata Mahfud yang menjelaskan pernyataan Firli.
"Kalau kayak gini tuh Polsek aja bisa kalau tidak ada psycho psychological itu. Itu bisa polsek itu. Karena itu tempatnya hanya dalam sekian area. Orang yang ada di situ sudah diketahui lebih dari dua atau tiga itu gampang," sambungnya.
Selain itu, kata Mahfud, adanya dorongan kuat dari masyarakat sehingga kasus pembunuhan Brigadir J dapat diungkap.
Baca Juga: Pemerintah Pastikan Kawal Kasus Ferdy Sambo Hingga Persidangan
"Dan itu memang dorongan masyarakat membuat itu jadi gampang membuat psychobarrier," katanya.
Irjen Ferdy Sambo Tersangka
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menetapkan mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Penetapan status tersebut dilakukan setelah Ferdy Sambo menjalani beberapa kali pemeriksaan di Mako Brimob.
"Timsus telah menetapkan saudara FS (Ferdi Sambo) sebagai tersangka," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam keterangan persnya, Selasa (9/8/2022).
Listyo mengungkapkan bahwa timsus telah menemukan sejumlah bukti adanya dugaan tindakan penghalangan proses penyidikan terhadap kasus Brigadir J.
Selain itu, Timsus juga menemukan fakta bahwa tidak ada peristiwa tembak menembak seperti yang dilaporkan pada awal kasus ini diumumkan.
"Timsus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah persitiwa penembakan terhadap saudara J yang mengakibatkan saudara J meninggal dunia oleh saudara E atas perintah saudara FS. Saudara E telah mengajukan JC dan ini yang membuat peristiwa semakin terang," ungkap Listyo.
Selain Ferdy Sambo, terdapat tiga tersangka lain yakni Bharada E alias Richard Eliezer, Brigadir RR alias Ricky Rizal, dan KM.
Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP.
Sedangkan RR, Ferdy Sambo, dan KM dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
RR, Ferdy Sambo, dan KM mendapat ancaman hukuman lebih tinggi dari Bharada E, yakni hukuman maksimal 20 tahun penjara atau pidana mati.
Adapun, peran Ferdy Sambo dalam kasus ini ialah memerintahkan Bharada E menembak mati Brigadir J.
Selain itu, Ferdy Sambo juga berupaya merekayasa kasus dengan menembakan senjata milik Brigadir J ke dinding-dinding sekitar lokasi agar terkesan terjadi tembak menembak.
"Timsus menemukan peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang menyebabkan J meninggal dunia yang dilakukan saudara RE atas perintah saudara FS," ujar Listyo.