Suara.com - Anggota Komisi III DPR fraksi Partai NasDem, Ahmad Ali, mengaku prihatin usai mengetahui Irjen Pol Ferdy Sambo menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofryansah Yosua Hutabarat. Terlebih setelah mendengar peran Ferdy dalam kasus tersebut.
"Kita prihatin atas kejadian tersebut ya. Tentunya pada akhirnya skenarionya rekayasa itu kemudian jadi terang benderang hari ini," kata Ali saat dihubungi, Selasa (9/8/2022).
Ia bersyukur Polri bisa mengungkap kasus tersebut, terlebih agar tidak ada lagi muncul opini liar di tengah masyarakat. Dengan pengungkapan ini juga disebut bisa mematahkan anggapan soal Polri terlibat melakukan rekayasa kasus.
Namun demikian, Ali menegaskan, dengan ditetapkan tersangka baru tersebut bisa mengungkap pelaku-pelaku lain apabila terbukti terlibat. Kasus dimintanya harus diusut tuntas.
Baca Juga: Jadi Tersangka Penembakan Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo Terancam Hukuman Mati
"Sehingga kita berharap setelah pengumuman tsk (tersangka) ini kita percayakan penuh kepada polisi kepolisian untuk mengusut tuntas kejadian tersebut. Dan siapapun yang terlibat dalam skenario atau dalam peristiwa ini hendaknya diusut secara tuntas," ungkapnya.
Lebih lanjut, Ali mengingatkan soal adanya prinsip asas praduga tak bersalah. Hal itu menurutnya, harus dikedepankan.
"Jadi asas praduga tak bersalah menjadi pedoman kita. Jadi kita belum bisa menghakimi orang-orang yang hari ini ditetapkan sebagai tersangka karena masih ada tahapan selanjutnya yaitu proses pembuktian di pengadilan," tandasnya.
Ferdy Sambo Tersangka
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan bahwa Irjen Pol Ferdy Sambo menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofryansah Yosua Hutabarat. Ferdy Sambo menjadi tersangka keempat dalam kasus ini.
Baca Juga: Langgar Kode Etik, IPW Desak Kapolri Pecat Irjen Ferdy Sambo
"Timsus menetapkan saudara FS sebagai tersangka" kata Listyo saat jumpa pers di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022).
Dalam kasus pembunuhan yang terjadi di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo ini, tim khusus bentukan Kapolri sebelumnya telah menetapkan dua orang tersangka. Keduanya, yakni Bharada E alias Richard Eliezer dan Brigadir RR alias Ricky Rizal.
Bharada E dijerat dengan Pasal 338 tetang Pembunuhan Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 56 KUHP. Sedangkan, Brigadir RR dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Kemarin, Bharada E melalui kuasa hukumnya mengajukan permohonan justice collaborator atau JC ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Mereka berjanji akan membantu dan buka-bukaan soal peristiwa yang sebenarnya terjadi.
"Kami buka semuanya karena ini kan harus transparan kalau di LPSK," kata kuasa hukum Bharada E, Boerhanuddin pada Senin (7/8/2022) kemarin.
Tak Ada Baku Tembak
Boerhanuddin sebelumnya juga memastikan tak ada baku tembak dalam pristiwa ini. Pernyataan tersebut bertolak belakang dengan kronologi awal yang sempat disampaikan pihak kepolisian.
Pada awal kasus ini mencuat, Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyebut Brigadir J lebih dahulu melesatkan tembakan ke Bharada E saat terpergok melakukan dugaan pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo berinisial PC.
Bahkan, Ramadhan ketika itu menyebut Brigadir J total melesatkan tujuh kali tembakan dengan senjata jenis HS. Namun, ketujuh tembakan tersebut ketika itu diklaim tak ada yang mengenai Bharada E.
"Pengakuan dia (Bharada E) tidak ada baku tembak, yang itupun adapun proyektil atau apa yang di lokasi katanya alibi. Jadi senjata almarhum yang tewas itu dipakai untuk tembak kiri-kanan itu. Bukan saling baku tembak," kata Boerhanuddin kepada wartawan, Senin (8/8/2022).
Di sisi lain, Boerhanuddin juga menegaskan bahwa Bharada E diperintah oleh atasannya untuk menembak Brigadir J. Meski tak menyebut nama, Boerhanuddin menyebut kliennya itu menembak Brigadir J atas tekanan dari atasannya tersebut.
"Dari BAP (berita acara pemeriksaan) dan keterangan kepada kuasa hukum dia mendapatkan tekanan dapat perintah untuk menembak itu saja," pungkasnya.
Ferdy Sambo dutetapkan dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup, atau paling lama 20 tahun penjara.