Suara.com - Jemaah haji Indonesia dinilai belum mampu mandiri dalam menunaikan rangkaian ibadah selama di Tanah Suci. Ini menjadi tugas bagi petugas Bimbingan Ibadah (Bimbad) pada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dalam mewujudkan haji mabrur.
Petugas Bimbad Daerah Kerja (Daker) Bandara, H. Zulkarnain Nasution, Lc. M.Si, kepada tim Media Center Haji (MCH) mengatakan, secara umum jemaah haji belum mampu melepaskan ketergantungan terhadap orang lain atau pembimbingnya.
Padahal, seharusnya sebelum keberangkatan, jemaah haji harus sudah menguasai manasik ibadah haji, baik dalam hal hukum maupun tata cara ibadah.
"Hal itu demi mempermudah jemaah mencapai kemabruran haji. Tetapi kita dapat memaklumi karena keterbatasan waktu dan alasan lainnya," ujar Zulkarnain, Sabtu (6/8/2022).
Baca Juga: Curhat Petugas Bandara: Antara Rindu Keluarga dan Tugas Mulia Layani Jemaah
"Meski itu akan menyulitkan jemaah haji dalam mencapai tujuan ibadah tersebut. Perlu pendampingan yang serius dalam mencapai kemabruran haji para jemaah," sambungnya.
Zulkarnain menjelaskan bahwa secara konstitusi tujuan Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan bagi jamaah haji. Ini agar jemaah dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan syariat dan mewujudkan kemandirian dan ketahanan.
"Untuk itu pemerintah membentuk petugas-petugas pembimbing ibadah yang diharapkan dapat mencapai keutamaan haji mabrur. Sejak sebelum keberangkatan jamaah haji ke tanah suci materi manasik sudah disampaikan pada tingkat kecamatan dan Kabupaten/Kota," imbuh Zulkarnain.
Ia melanjutkan, pembimbing ibadah juga ikut diberangkatkan bersama kloter jemaah haji. Kemudian sampai di Arab Saudi, keberadaan pembimbing ibadah haji ditempatkan di setiap sektor dan Daerah Kerja.
"Terkhusus di Daerah Kerja Bandara tentu, pembimbing ibadah memiliki tantangan sendiri. Mengingat bandara adalah starting awal bagi jemaah merasakan suasana yang berbeda dengan negara asalnya," kata Zul.
Baca Juga: Seorang Jemaah Haji Asal Bangka Belitung Meninggal Dunia di Madinah
Zulkarnain mengungkapkan ada beberapa tantangan dan kendala yang dirasakannya selama menjadi Bimbad di Bandara. Tantangan ini adalah sarana dan prasarana kerja yang belum memadai di Daker Bandara.
Alhasil, dalam menyampaikan hal-hal yang terkait bimbingan ibadah, baik saat kedatangan dan menjelang kepulangan jemaah haji kurang maksimal karena tidak didukung dengan sound system yang cukup.
Kemudian banyaknya jemaah haji yang masih menginginkan berihram dari Bandara Jeddah sehingga menyebabkan suasana riuh dan terburu-buru karena keterbatasan toilet dan waktu tunggu.
"Bahkan ada ditemukan petugas kloter yang belum mengerti manasik, seperti sudah berniat dan memakai ihram di atas pesawat tetapi masih memakai rompi petugas dengan alasan agar jemaah haji mengenalinya," lanjut Zulkarnain.
Selain itu, terdapat Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIHU) yang masih memakai identitas dan atribut KBIHU-nya. Ada pula KBIHU yang menganjurkan jemaah haji untuk mengambil miqat di bandara Jeddah tanpa terlebih dahulu mandi dan memakai ihram sejak dari embarkasi.
Ada juga ditemukan jemaah haji yang memilih melaksnakan haji ifrod (terus memakai ihram sejak kedatangan sampai selepas lontar Aqobah), ketimbang haji tamattu'.
Zulkarnain pun memberi solusi dan saran atas tantangan dan kendala tersebut, yakni perlu penambahan prasarana kerja untuk penunjang kelancaran tugas, pengadaan sound system yang memadai dan perlu pemahaman kepada KBIHU dan jemaah haji agar sudah berihram dari embarkasi.
Lalu perlu penguatan bimbingan manasik bagi petugas, sosialisasi pelarangan sejak di embarkasi dan TPIHI bisa tegas dalam menertibkan cara miqot jemaah haji sejak di embarkasi.
"TPIHI juga wajib melaporkan ke Bimbingan Ibadah di Daker Bandara. Serta yang paling penting perlunya secara terus menerus pemahaman yang baik akan pilihan berhaji sehingga tidak terkesan memaksakan dan memberatkan diri," tutur Zulkarnain.