Suara.com - Soutik Biswas
Koresponden BBC
Pekan depan, sekelompok citah akhirnya akan melakukan perjalanan jauh dari Afrika menuju rumah baru mereka di sebuah taman nasional yang luas di India.
Hewan darat tercepat di dunia ini akan muncul kembali di India, setelah lebih dari setengah abad punah di negara ini.
Baca Juga: WWF: Perdagangan Ilegal Satwa Liar Secara Online Meningkat di Myanmar
Ini merupakan pertama kalinya karnivora terbesar dipindahkan dari satu benua ke benua lainnya, dan dilepas kembali ke alam liar.
"Ini menarik dan menantang. Ini akan menjadi sebuah kehormatan besar bagi India bisa mengembalikan harta yang pernah hilang," kata Yadvendradev Jhala, dekan Institut Margasatwa India sekaligus salah satu ahli yang ditugaskan dalam upaya tersebut.
Dari mana citah ini berasal?
Setidaknya 16 ekor citah yang didatangkan ke India berasal dari Afrika Selatan dan Namibia, habitat sepertiga lebih dari 7.000 ekor citah di dunia.
Lebih dari setengah populasi citah di seluruh dunia ditemukan di dua negara ini dan Botswana.
Di Afrika Selatan, citah ditemukan di tiga tempat berbeda: kelompok kecil dan jumlahnya makin berkurang yang berkeliaran bebas, hidup di daerah tidak terlindungi; populasi lebih besar, dengan populasi yang stabil, hidup di taman nasional luas; dan sisanya dalam kelompok kecil berada tempat yang telah dipagari - kebanyakan punya pribadi – cagar alam yang dilindungi.
Baca Juga: KSDA Agam Selamatkan 18 Ekor Satwa Liar Dilindungi
Citah yang diangkut ke India kebanyakan diambil dari cagar alam, di mana mereka berkembang biak dengan baik.
Terdapat sekitar 500 citah dewasa di lebih dari 50 cagar alam seperti ini di Afrika Selatan.
Dokter hewan menembakkan jarum berisi obat bius dari helikopter untuk menangkap beberapa citah ini.
"Beberapa ekor citah sedikit lebih liar," ungkap Vincent van der Merwe, konservasionis di Afrika Selatan yang terlibat dalam misi ini.
Setelah ditangkap, kucing-kucing besar bertubuh ramping tersebut dikenakan microchip, disuntikkan dengan antibiotik untuk mencegah infeksi, dan diinfus untuk mencegah dehidrasi. Darah mereka kemudian diambil untuk pemeriksaan DNA.
Setelah itu, citah ini dimasukkan ke dalam peti kandang untuk diterbangkan ke fasilitas karantina.
Citah yang dibawa ini meliputi lebih dari enam betina, masih muda dan dalam masa subur.
"Mereka adalah kucing-kucing yang sudah siap meninggalkan induknya, dan secara penuh mampu bertahan hidup sendiri," kata Merwe.
Di mana citah ini sekarang?
Citah dari Afrika Selatan saat ini berada di dua kandang karantina di fasilitas dokter hewan di Rooiiberg dan cagar alam di Zululand. Empat lainnya berada di Namibia.
Citah-citah ini sudah menjalani tes untuk sejumlah penyakit dan vaksin, setidaknya enam, termasuk rabies, parasit darah, dan herpes.
Di dalam karantina, citah-citah ini dipantau dan diamati untuk memastikan bahwa hewan buas ini tak punya penyakit yang mengkhawatirkan, kata Merwe.
Seberapa menantang perjalanan mereka?
Para ahli mengatakan citah liar bisa sulit diangkut karena mereka stres akibat terlalu dekat dengan manusia, dan terkurung di dalam peti kandang.
Citah yang dibawa ke India harus menjalani penerbangan jauh di dalam pesawat kargo dari Johannesburg menuju Delhi.
Setelah itu, mereka akan melewati jalur darat atau bisa juga dengan helikopter untuk mencapai taman nasional Kuno di negara bagian Madya Pradesh - habitat baru mereka.
Kucing-kucing besar ini akan dilumpuhkan dengan obat bius selama perjalanan darat, dan ditaruh di dalam kandang logam di pesawat, bersama dengan spesialis satwa liar, termasuk dokter hewan.
Setelah berada di dalam kandang, citah akan diberikan obat penawar untuk membangunkan mereka dari efek anestesi, dan juga obat penenang ringan agar mereka tetapi terjaga dan tenang selama perjalanan.
"Cara ini membuat lebih mudah untuk mengangkut hewan-hewan ini," kata Adrian Tordiffe, profesor satwa liar veteriner di Universitas Pretoria.
Sebelumnya, pengalaman mengangkut citah dengan jarak jauh juga pernah dilakukan.
Merwe mengatakan, dia mengangkut seekor citah betina di mobil bak terbuka melalui jalur darat selama 55 jam dari Afrika Selatan ke Malawi.
"Mereka adalah hewan-hewan yang sangat adaptif."
Apakah citah ini akan diberi makan selama perjalanan?
Tidak.
Citah ini diberi makan sekali - biasanya berupa daging seberat 15 kilogram - setiap tiga hari sekali.
Di Afrika Selatan, misalnya, citah diberi makan babi hutan, meskipun mereka lebih suka dengan antelop berukuran sedang.
Memberi makan seekor citah sebelum perjalanan panjang bisa berisiko dan bisa membuat hewan ini jatuh sakit, atau tersedak muntah sendiri.
Citah yang dikirim ke India tidak akan diberi makan selama dua hari sebelum perjalanan, kata Merwe.
Apa yang akan dilakukan pada citah-citah ini setelah tiba?
Pertama-tama, mereka akan dikarantina setidaknya selama satu bulan di sebuah kawasan kecil yang dipagari - sekitar 700 kilometer persegi di taman nasional Kuno.
Ini bukan untuk penangkaran, tapi sebagai tambatan mereka.
"Semua citah ini memiliki naluri untuk pulang, dan mereka cenderung mencari jalan pulang ke tempat asalnya. Kami mengacaukan insting tersebut dengan menempatkan mereka di fasilitas penampungan selama satu atau dua bulan," kata Merwe.
Setelah itu, citah-citah ini akan dilepaskan di taman nasional seluas 115.000 hektare.
Apa tantangan yang mungkin dihadapi citah ini?
Macan tutul, salah satunya.
Mereka bisa mengganggu populasi citah dengan membunuh bayi-bayinya, terutama di taman nasional Kuno.
Citah merupakan hewan yang peka, dimaksudkan untuk kecepatan. Mereka cenderung menghindari konflik, dan menjadi sasaran predator pesaing lainnya.
Citah yang akan didatangkan ke India ini berasal dari satu ekosistem dengan singa, macan tutul, hyena, dan anjing liar di Afrika Selatan.
Di taman nasional Kuno, mereka akan bertemu pertama kalinya dengan beruang sloth, hyena blang, dan serigala.
Mangsa utama mereka di India di antaranya rusa besar, termasuk gazel (sejenis antelop berukuran kecil) India dan antelop bertanduk.
"Jadi kami yakin, bahwa mereka cukup berpengalaman untuk mengatasi interaksi berbahaya apa pun dengan macan tutul di taman nasional Kuno," kata Merwe.
Juga, di cagar alam tanpa pagar seperti Kuno, terdapat kemungkinan bahwa citah bisa menyebar ke segala arah dan menjadi terisolasi. Hal ini akan dipantau melalui pelacak atau VHS untuk membawa kembali mereka ke tambatan awal.
"Citah ini nampaknya akan menetap setelah beberapa saat, dan kami punya strategi untuk menjaga yang jantan, khususnya agar kembali ke tambatan awal tempat mereka dilepas dengan menggunakan aroma dan lainnya," kata Profesor Tordiffe.
Relokasi hewan selalu penuh dengan risiko.
"Kami membawa hewan-hewan keluar dari lingkungan mereka, dan ini memakan waktu bagi mereka untuk benar-benar merasa nyaman dengan habitat barunya. Memang benar, bahwa citah dikenal memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah setelah dipindahkan ke tempat yang baru, dibandingkan dengan karnivora besar lainnya," kata Prof Tordiffe.
Tapi dia menunjukkan pengenalan kembali tempat baru bagi citah yang terdokumentasikan dengan baik di Malawi.
Berdasarkan data tersebut, 80% citah dewasa masih hidup setelah satu tahun di tempat barunya, dan populasi mereka tumbuh cukup berhasil meskipun harus ada angka kehilangan 20% citah pada tahun pertama.
Apa langkah India untuk mempertahankan populasi citah?
Sejumlah konservasionis India tetap skeptis terhadap gagasan ini, dengan mengatakan kebanyakan bekas habitat citah di negara ini menyusut karena tekanan dari populasi manusia.
Pejabat seperti Jhala lebih optimistis dan meyakini taman Kuno memiliki ruang yang cukup, mangsa yang cukup, dan sedikit tekanan dari populasi manusia.
Semua itu adalah kunci kelangsungan hidup bagi citah.
India sedang mencari populasi dengan kapasitas 20 ekor citah di taman nasional Kuno.
Dalam lima sampai enam tahun, India berencana untuk mendatangkan dan menempatkan 50-60 ekor citah di belasan cagar alam dan taman nasional di seluruh negara ini.
India juga berencana memindahkan hewan-hewan tersebut untuk keragaman genetika dan demografi.
Kenapa ini menjadi proyek yang penting secara global?
Para ahli mengatakan, ini merupakan eksperimen kunci dalam konservasi citah.
Saat ini hanya ada sekitar 12 citah Asia yang hidup di alam liar di Iran.
Sebuah survei terbaru mengungkapkan bahwa hewan-hewan ini sangat bisa kawin dalam satu kerabat.
Namun, menurut Profesor Tordiffe hal ini "Konyol untuk punya harapan menghidupkan kembali populasi kecil yang terisolasi dari wilayah yang begitu kecil.
Menurutnya, upaya melestarikan subspesies seperti itu merupakan upaya yang sia-sia dan punya sedikit kemungkinan untuk berhasil.
"Lebih baik untuk fokus pada populasi global, bahkan kalau itu berpeluang beberapa tingkat hibridisasi (persilangan dari populasi yang berbeda)," ucapnya.
"Memunculkan kembali citah di tempat baru di India, merupakan langkah berani dalam hal konservasi, dan salah satu yang sangat dibutuhkan kalau kita punya kesempatan untuk menyelamatkan spesies ini dari kepunahan," kata Tordiffe.