Suara.com - "Semoga ibadah saya melayani jemaah haji, berbalik menjadi amal baik untuk orangtua saya di Tanah Air." Kalimat menggetarkan tersebut meluncur dari mulut Neneng Suryatiningsih, petugas perempuan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang bermukim di Jeddah, Arab Saudi.
Neneng merupakan satu dari sekian banyak 'srikandi' yang menjadi ujung tombak bagi pelayanan untuk jemaah haji di daerah kerja bandara, baik di Jeddah maupun di Madinah. Dengan bahu membahu, mereka menolong jemaah dengan sepenuh hati hingga seluruh kebutuhan jemaah pun bisa terpenuhi.
Menjadi petugas haji di Arab Saudi tak pelak memberikan pengalaman sangat berharga bagi perempuan yang kesehariannya sebagai ibu rumah tangga tersebut. Salah satunya adalah momen ketika Neneng membantu seorang jemaah lanjut usia alias lansia untuk menceboki kotorannya lantaran menderita sakit.
Menurut Neneng, dirinya hanya menjalani tugas sebagai pendamping dan pelayan tamu Allah untuk memberikan seluruh keperluan mereka. Menghadapi jemaah seperti itu, Neneng seolah memperlakukannya seperti keluarga dan ibunya sendiri di Tanah Air.
Baca Juga: Keberuntungan Kloter SOC 43: Bisa Menyentuh Ka'bah
Tadinya, Neneng tak memungkiri, dia sempat jijik. Namun, rasa jijik itu berubah menjadi iba, ketika Neneng melihat kondisi jemaah tersebut yang sedang sakit dan memiliki keterbatasan ketika hendak melakukan sesuatu.
"Kita secara nurani, ikhlas dan rela membantu, meski mesti mencebok jemaah. Ketika dihadapkan hal itu, hilanglah rasa jijik, dan timbul rasa iba. Ini bagaikan menolong keluarga maupun dan ibu kita," ujar Neneng ketika diwawancarai Tim Media Center Haji, Rabu (3/8/2022).
Jemaah tersebut memang tidak bisa melakukan apa-apa, imbuh Neneng. Dia bilang, jemaah itu seperti stroke. Namun, Neneng seolah diberikan kekuatan untuk membopong dan menggantikan pampers
Selain karena tugas, Neneng merasa membantu jemaah seperti menolong ibunya sendiri. Terlebih, Neneng jauh dari orangtua. Sang ibu berada di Tanah Air, sedangkan dia di rantau, di tanah Arab. Yang dia lakukan semata agar amalan baik itu kembali ke ibunya nun di sana.
"Saya hanya berharap mudah-mudahan ibadah saya bisa kembali ke orangtua saya, apalagi saya jauh dari ibu saya. Semoga amal saya kembali ke orangtua saya, orangtua saya ada yang membantu dan memperhatikan di Tanah Air," kata Neneng dengan suara bergetar.
Baca Juga: Jadwal Pemulangan Jemaah Haji Indonesia 5 Agustus 2022
"Insya allah dengan keikhlasan saya (melayani jemaah), semua menjadi ibadah."
Menggotong jemaah
Pengalaman lain juga dirasakan oleh Hartati. Perempuan asal Madiun, Jawa Timur, yang kesehariannya sebagai ibu rumah tangga tersebut sempat menggotong jemaah haji lumpuh turun dari bus hingga ke kursi roda.
"Secara reflek, waktu itu kami tidak melihat yang bisa dimintai tolong, kami langsung naik ke bus dan membopong jemaah yersebut ke kursi roda. Karena sempitnya kabin bus, bismillah dengan keikhlasan diberikan kemudahan," ujar Hartati.
Bekerja selama 70 hari dalam melayani kebutuhan para jemaah haji di Tanah Suci, Hartati bukannya tanpa seizin suami. Dia senang karena suami mengizinkan untuk menerima jemaah.
"Saya senang mendapatkan izin dari suami untuk bekerja menerima jemaah dan merasa bahagia karena bertemu dengan jemaah dari beragam provinsi," kata perempuan yang mengenakan kacamata itu.
Suka duka pun dilewati selama menjadi petugas haji. Kerja sama tim yang baik dan keikhlasan, menurut Hartati, menjadi kunci sukses dalam melayani para jemaah haji Indonesia.
Ketika mendapatkan kondisi kedatangan kloter yang beruntun, Hartati dan tim di bandara pun kerap saling mengisi. Hartati, yang bertugas di seksi konsumsi, kerap menolong bidang kerja lain ketika jemaah ramai berdatangan.
"Jika ada kedatangan 3 sampai 4 kloter bersamaan, kita akan membagi tim. Tim pun bergerak cepat. Jika kedatangan berbarengan, kami tinggalkan seksi konsumsi dan menolong sesama teman supaya pelayanan jemaah haji berjalan tertib dan nyaman," terang Hartati.
Pengalaman membopong jemaah juga dialami oleh Verawati, petugas asal Dompu, Nusa Tenggara Barat. Bahkan, Verawati sempat terjatuh ketika menggotong jemaah karena medan yang licin.
"Ketika meggotong, saya sempat terjatuh karena merasa berat dan licin karena turun dari bus. Tapi, dengan kekuatan lutut, saya bisa menahan diri," ujar Verawati yang tinggal di Kota Thaif, Makkah.
Verawati pun memaklumi. Ada jemaah yang memang butuh pertolongan. Sebagai petugas, menurut Verawati, dirinya dan teman-teman lain patut menjadi garda terdepan yang bisa memberikan pertolongan.
"Berhubung karena kita bisa menolong, kita bismillah. Setelah menggotong, badan pun tidak sakit karena niatnya untuk membantu jemaah haji," terang Verawati.
Rindu dendam
Namun, rindu dendam menjadi salah satu musuh bebuyutan bagi insan yang berada jauh di tanah seberang. Hal ini yang juga dirasakan para srikandi bandara ini. Tapi, kerinduan itu terobati kala melihat para jemaah.
Neneng, misalnya. Melihat jemaah haji, membuat dia melampiaskan kerinduan terhadap kampung halaman, orangtua dan sanak saudara di Tanah Air. Apalagi, Neneng saat ini jauh dari keluarganya.
"Kita belum bisa berjumpa dengan mereka, ketika melihat jemaah yang datang, kita teringat dengan orangtua kita, semoga orangtua kita bisa menginjakkan kaki di Tanah Suci," kata Neneng, menahan haru.
Tak jauh berbeda dengan Hartati. Dia merasa rindu dengan kampung halaman. Maklum, sudah cukup lama Hartati berada di Arab Saudi. Namun, kedatangan para jemaah cukup ampuh menjadi penawar rindu.
"Tentunya ingat orangtua, ingat keluarga, sangat rindu dengan kampung halaman. Semoga jemaah yang belum bisa datang ke Tanah Suci, cepat dapat panggilan dari Allah, semoga tidak menunggu terlalu lama," ujar Hartati.