Lebih lanjut, Kahfi mengungkapkan fakta-fakta dalam proses laporan hasil pemeriksaan Ombudsman perihal dugaan maladministrasi proses penunjukkan Penjabat Kepala Daerah yang dilakukan Kemendagri.
Pihaknya menilai penunjukan PJ Kepala Daerah merupakan anomali. Sebab kata Kahfi, masa jabatan dan jumlah daerah yang dipimpin berbeda dengan penunjukkan penjabat sementara (Pjs), Penjabat (PJ) dan Pelaksana Tugas (Plt) sebelumya.
"Penunjukkan Penjabat kepala daerah ini merupakan anomali karena melihat masa jabatan yang panjang, kemudian juga jumlah daerah yang dipimpin itu berbeda dengan dengan penunjukan penunjukan Pj dan Pjs atau Plt sehingga harus ada kekhususan , karena ini berbeda dengan penujukkan Pjs, Plt sebelumnya," paparnya.
Bahkan kata Kahfi, di dalam proses pemeriksaan di Ombudsman, Kemendagri juga menyatakan bahwa telah mengikuti semua regulasi dalam penunjukan PJ kepala daerah.
"Nah ini yang akan sangat mudah ya kita sanggah seperti itu," ucapnya.
Selanjutnya Kahfi menuturkan dari hasil pemeriksaan Ombudsman, penugasan anggota TNI-Polri aktif di luar institusi menyaratkan adanya koordinasi dengan lembaga pengguna dan lembaga yang meminta.
Sementara di sisi lain, dari fakta proses pemeriksaan Ombudsman, Kahfi mengungkapkan pihak TNI tidak pernah mengusulkan prajurit aktif untuk menjadi Penjabat kepala daerah.
"Ini koordinasinya di mana. Kemudian kita bicara soal undang-undang TNI yang dilanggar, tapi koordinasi juga nggak ada. Pihak TNI menjelaskan bahwa TNI aktif bisa ditugaskan dengan lembaga yang berbeda, lembaga pemeringah daerah bukan lembaga di bidang keamanan," kata Kahfi.
Selain itu, di dalam proses pemeriksaan Ombudsman keterangan ahli kerangka hukum tidak memadai.
"Dan putusan MK harus dilihat secara komprehensif bukan hanya amar putusan saja, sehingga perintah MK penting untuk dijalankan. Juga belum adanya partisipasi publik," katanya.