AHY Ingatkan Tiga Ancaman yang Bisa Merusak Demokrasi Pemilu 2024

Siswanto Suara.Com
Rabu, 03 Agustus 2022 | 16:52 WIB
AHY Ingatkan Tiga Ancaman yang Bisa Merusak Demokrasi Pemilu 2024
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) usai melakukan pertemuan tertutup di Kertanegara, Jakarta, Jumat (24/6/2022). [ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mengingatkan tiga ancaman yang bisa merusak demokrasi dalam pemilihan umum 2024.

Ancaman pertama ialah politik uang atau politik transaksional, sehingga semua pihak harus mengawal setiap tahapan pemilu 2024 agar tidak terjadi jual beli suara, kata AHY dalam keterangan pers, hari ini.

"Ini bahaya karena hanya mereka yang memiliki uang yang akhirnya bisa menguasai politik dan mengawaki negara ini," katanya.

Ancaman kedua adalah politik identitas. Jika dieksploitasi secara berlebihan, menurut dia, politik identitas yang memanfaatkan isu agama, suku, ras, dan identitas itu akan berbahaya, bahkan hingga menimbulkan perpecahan bangsa.

Baca Juga: Ketua Demokrat Kepri Asnah Mundur, Baliho dan Spanduk SBY-AHY Disobek

"Ini hanya akan menimbulkan perpecahan di antara kita dan sentimen itu akan diteruskan pada anak dan cucu," katanya.

Ancaman ketiga yakni politik fitnah, hoaks, berita palsu, dan kampanye hitam.

Dari ketiga ancaman tersebut, dia berharap ada mekanisme yang dimunculkan oleh bangsa Indonesia untuk melawan itu semua.

"Jangan biarkan bangsa kita dihancurkan oleh perilaku buzzer-buzzer yang hanya ingin meruntuhkan persatuan di antara kita," kata dia.

Sebagai solusi, AHY mengajak lembaga penyelenggara pemilu dan eluruh masyarakat, khususnya generasi muda sebagai kelompok calon pemilih terbesar, untuk mengembangkan literasi politik.

Baca Juga: Elektabilitas AHY Tertinggi sebagai Cawapres di Atas Puan Maharani

Demokrasi tidak boleh hanya dihitung dari penyelenggaraan pemilu yang berkelanjutan, melainkan juga harus ada kualitas dan rasionalitas untuk memilih pemimpin paling tepat bagi rakyat Indonesia.

"Pada akhirnya, demokrasi tidak boleh hanya dihitung hanya dari regularitas penyelenggaraan pemilu atau penyelenggaraan pemilu yang berkelanjutan, tetapi juga memerlukan kualitas dan rasionalitas para pemilih untuk menggunakan haknya memilih pemimpin yang paling tepat bagi rakyat," ujarnya. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI