Terancam Dideportasi dari Australia Setelah Ketahuan Masturbasi di Mobil

SiswantoABC Suara.Com
Selasa, 02 Agustus 2022 | 23:14 WIB
Terancam Dideportasi dari Australia Setelah Ketahuan Masturbasi di Mobil
Ilustrasi masturbasi. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seorang migran asal Nepal yang ketahuan sedang masturbasi di mobilnya terancam dideportasi dari Australia jika dia didaftarkan sebagai pelaku kejahatan seks di bawah hukum Tasmania. Tapi pengacaranya dan beberapa psikolog mempertanyakan metode yang digunakan untuk menentukan status itu.

Dua psikolog klinis telah menuduh Community Corrections Tasmania telah secara tidak tepat mengaplikasikan alat penilaian bagi pelaku kekerasan seksual untuk menentukan apakah pria asal Nepal ini punya potensi untuk mengulangi perbuatannya.

Mereka juga mengatakan alat ukur ini juga telah disalahgunakan untuk kasus-kasus yang lain.

Kini pria asal Nepal yang pindah ke Australia di tahun 2015 itu menghadapi kemungkinan masuk ke dalam daftar pelaku pelanggaran seksual, dan menurut pengacaranya terancam dideportasi dari Australia.

Baca Juga: 5 Efek Samping Masturbasi

Pada tahun 2021, saat peristiwa itu terjadi, pria berusia 26 tahun tersebut bekerja sebagai pengemudi layanan antar makanan di ibu kota Tasmania, Hobart.

Di pengadilan Hobart diungkapkan bahwa pada hari kejadian, ia baru saja selesai dengan tugas hariannya dan mendatangi Rosny Park, sebuah taman kecil yang biasanya sepi.

Merasa tidak ada siapa-siapa di sana, dia kemudian melakukan masturbasi di dalam mobilnya.

Pengadilan juga mendengarkan kesaksian dari seorang petugas taman yang mendekati mobil tersebut untuk mengingatkan larangan parkir di sana.

Ketika mengetuk jendela mobil, si petugas melihat pria Nepal itu sedang melakukan masturbasi sehingga ia memerintahkan pengendara mobil untuk meninggalkan tempat tersebut.

Baca Juga: Heboh Video Lelaki Mirip Ardhito Pramono Diduga Lakukan Masturbasi, Ketahui Efek Sampingnya, Yuk!

Pria asal Nepal itu kemudian dikenai tuduhan melakukan tindakan seksual terlarang dan mengaku bersalah.

Community Corrections Tasmania (CCT) kemudian diminta melakukan penilaian psikologis terhadap pelaku untuk melihat apakah ia  punya kemungkinan mengulangi tidakannya itu.

Penilaian tersebut nantinya akan digunakan untuk menentukan apakah dia harus masuk ke dalam daftar pelaku pelanggaran seksual.

CCT dalam kesimpulannya menyatakan risiko pria tersebut akan melakukan lagi adalah di tingkat medium.

Kesimpulan inilah yang dipermasalahkan oleh sang pengacara, Dinesh Loganathan.

CCT menggunakan peralatan yang tidak sesuai

Loganathan meminta laporan terpisah dari dua psikolog klinis - Dr Grant Blake dan Dr Emma Collins — di mana keduanya tidak sependapat dengan penilaian CCT dan mengatakan kemungkinan pria asal Nepal tersebut melakukan tindakannya lagi sangat rendah.

Dr Blake bahkan menggambarkan kemungkinan pria tersebut melakukan tindakannya lagi "hampir mustahil" dan "terlalu dibesar-besarkan."

Pada pengadilan hari Senin (01/08), Dinesh Loganathan mengatakan kepada Hakim Andrew McKee bahwa meski ada laporan dari dua psikolog klinis tersebut, CCT tetap pada keputusanya.

"Kami memiliki laporan dua psikolog klinis yang memberikan laporan kepada pengadilan bahwa Static-99R (alat penilaian psikologi yang digunakan) tidak seharusnya digunakan untuk klien saya dan cara penggunaannya keliru," katanya di persidangan.

"Laporan dari Community Corrections memberikan rekomendasi bahwa kemungkinan dia melakukan perbuatannya lagi adalah di tingkat medium.

"Di sisi lain, ada laporan Dr Blake yang mengatakan bahwa Community Corrections sudah lama salah menggunakan alat penilain dan entah sudah berapa lama mereka menggunakannya.

McKee kemudian mempertanyakan tuduhan bahwa CCT telah salah menggunakan alat penilai.

Loganathan menjawabnya dengan mengutip pendapat Dr Blake.

"Community Corrections  harus diberitahu bahwa mereka terus menggunakan alat penilaian yang keliru.

"Ini adalah tindakan tidak etis, hal yang tidak bisa diterima. Ini tidak bisa dibiarkan terus terjadi." kata Loganathan membacakan laporan Dr Blake.

Loganathan mengatakan pendapat Dr Blake adalah bahwa alat penilaian tersebut tidak seharusnya digunakan untuk kliennya dan CCT terus menggunakannya untuk mereka yang masuk dalam Kategori B.

Di pengadilan, psikolog lainnya, Dr Emma Collins juga mengatakan Static-99R tidak seharusnya digunakan untuk mereka yang masuk Kategori B.

Alat tersebut dikembangkan oleh peneliti Kanada dan Inggris

Menurut petunjuk manual Static-9R, pelanggar Kategori B termasuk mengirim SMS bernada seksual, melakukan tindakan seksual bersama-sama di tempat publik, dan melakukan tindakan senonoh tanpa adanya motif seksual.

Static-99R ini dikembangkan oleh para peneliti di Inggris dan Kanada dan digunakan untuk menilai kasus di mana terjadi pelanggaran seksual dengan korban yang diketahui.

Perwakilan Community Corrections di pengadilan, Emily Drysdale, yang tidak  melakukan sendiri penilaian tersebut mengatakan penilaian dilakukan dengan asumsi adanya pelanggaran seksual yang terjadi.

"Komunikasi saya dengan manajemen senior adalah bahwa ini sudah diterapkan dengan benar," katanya di persidangan.

Dia mengatakan CCT tidak memiliki pendapat apakah pria tersebut harus masuk dalam Daftar Pelaku Pelanggaran Seksual atau tidak, dan itu diserahkan kepada keputusan pengadilan.

Persidangan masih akan dilanjutkan.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.

REKOMENDASI

TERKINI