Suara.com - Kendati jumlah kuota Indonesia kurang dari 50 persen, ibadah haji 2022 bisa diselenggarakan. Sejumlah layanan, seperti konsumsi, akomodasi dan transportasi, pun diupayakan secara maksimal dan menuai pujian jemaah.
"Tahun ini kita mendapatkan kuota 100.051 jemaah. Dari kuota itu, dialokasikan untuk jemaah reguler sebanyak 92.825 dan haji khusus sebanyak 7.226 jemaah," ujar Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri, Subhan Cholid kepada tim Media Center Haji (MCH) di Jeddah, Arab Saudi, Jumat (29/7/2022).
Subhan menggambarkan betapa mepetnya persiapan ibadah haji tahun ini ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Betapa tidak, Arab Saudi baru mengumumkan total kuota 1.000.000 jemaah di awal Ramadan 2022. Pada 17 Ramadan, Arab Saudi mengumumkan kuota untuk Indonesia.
"Tanggal 17 Ramadan itu merupakan H-47 dari keberangkatan kloter pertama. Kemudian, jika dipotong libur Lebaran selama 10 hari, total persiapan yang kita lakukan itu 37 hari," tutur Subhan.
Baca Juga: Sisa 3 Kloter Jamaah Haji Asal Lampung yang Belum Pulang ke Tanah Air
Pada situasi normal, lanjut dia, satu bulan setelah penyelenggaraan haji, yakni pada 15 Muharam, Indonesia biasanya sudah mendapatkan undangan untuk membahas pesiapan ibadah haji tahun berikutnya. Indonesia selalu mendapatkan giliran pertama, yakni pada Rabiul Awal atau bulan maulid Nabi Muhammad SAW. Alhasil, waktunya panjang, dari Rabiul Awal sampai Syawal untuk menyiapkan ibadah haji.
"Nah, tahun ini, kita baru mulai H-37. Kita meyakini karena ini adalah tamu Allah dan kita hanya sekadar melaksanakan syariat, Alhamdulillah bisa menyelenggarakan ibadah haji," ujar Subhan.
Dalam kesempatan tersebut, Subhan Cholid juga menjabarkan sejumlah layanan luar negeri yang dijalankan untuk jemaah selama operasional ibadah haji. Ini meliputi akomodasi, transportasi dan konsumsi.
Hotel
Di Makkah, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) menggandeng 40 hotel untuk kapasitas seluruh jemaah haji reguler. Dari 40 hotel tersebut, disiapkan 26.647 kamar, 26.985 kamar mandi dengan 737 lantai.
Baca Juga: Makan Nasi Kotak di Acara Syukuran Warga yang Pulang Ibadah Haji, 145 Warga Warga Sukabumi Keracunan
"Sementara di Madinah, kita bekerja sama dengan 48 hotel. Kenapa lebih banyak, karena hotel di Madinah itu kapasitasnya lebih kecil. Paling besar saja kapasitasnya itu 1.000 kamar," tutur Subhan.
Dari 48 hotel di Madinah, disiapkan 8.631 kamar, 8.580 kamar mandi dengan 576 lantai. "Kamar mandi di sana lebih sedikit karena ada yang dua kamar mendapat satu kamar mandi," kata dia.
"Jika ditotal, jumlah hotelnya baik di Madinah maupun di Makkah itu 88 hotel. Untuk kamarnya itu, ada 35.278 kamar dengan 35.565 kamar mandi dan total 1.331 lantai," terang Subhan Cholid
Air Bersih
Ketika menempati seluruh akomodasi di Makkah maupun di madinah, mereka mengonsumsi air bersih. Keperluan jemaah haji pun beragam: mandi, wudu maupun mencuci pakaian. Kebutuhan itu menghabiskan 393.000.897 liter air bersih.
"Jadi kita senantiasa cek ke pemilik hotel. Jika pagi atau sore, teman-teman melihat ada tangki yang berhenti di depan untuk mengisi tandon. Total yang kita dapatkan itu sebesar 393.000.897 liter air," kata dia.
Konsumsi
Selain akomodasi, untuk layanan konsumsi baik di Jeddah, Makkah, Madinah maupun Masyair, PPIH menggandeng 46 perusahaan. Total jumlah makanan yang disediakan yakni 11.047.135 boks, dengan jumlah 35.088.810 botol air minum.
"Jadi, setiap katering dibagikan botol kecil kalau dulu ada yang besar. Sekarang untuk menjaga sterilisasi dan kesehatan, setiap hari kami bagikan dalam bentuk botol, yakni 9 botol per hari," ujar Subhan.
Sampah
Soal sampah ini juga disorot. Setelah jemaah menyantap makanan, tentunya meninggalkan sampah. "Nah, Sampah yang ditinggalkan seberat 11.696.910 kilogram, itu sampahnya saja," ucap dia.
Transportasi
Kemudian, untuk layanan transportasi, PPIH menyiapkan bus antarkota, shalawat dan masyair. Rute untuk antarkota, yakni Bandara ke Madinah, Madinah ke Makkah, kemudian Makkah ke Jeddah dan sebaliknya. Untuk rute ini, menghabiskan sebanyak 6.264 trip atau perjalanan.
Untuk bus shalawat di Makkah, PPIH menyiapkan kendaraan itu beroperasi 24 jam tanpa henti selama penyelenggaraan haji di Makkah mulai 13 Dzulqa'dah sampai dengan 5 Muharram.
"Kita baru menghentikan permanen operasional bus shalawat tersebut yakni di saat jemaah terakhir meninggalkan Makkah pada 5 Muharram atau 4 Agustus," terang Subhan.
Terhitung, imbuh Subhan, total operasional bus shalawat ini sebanyak 89.760 putaran. Maklum, bus tersebut berbentuk shuttle dan beroperasi 24 jam untuk melayani mobilisasi jemaah haji di Makkah, terutama mereka yang hendak menunaikan ibadah di Masjidil Haram.
"Kemudian untuk angkutan masyair, jumlah trip terhitung dari Makkah ke Arafah, Arafah ke Muzdalifah dan Muzdalifah ke Mina dan Mina kembali ke Makkah itu sebanyak 1.927 trip," kata Subhan.
Masyair
Sementara terkait Masyair, Subhan mengatakan menjadi tantangan tersendiri karena terkait kuota. Sebab, dalam puncak ibadah haji itu, para jemaah dari seluruh dunia, termasuk Indonesia, berkumpul di Masyair.
"Di Madinah dan Makkah, jemaah bisa bergantian ke masjid baik itu Nabawi atau Masjidil Haram dan seterusnya. Sementara di Masyair, jemaah dari seluruh dunia berkumpul di area tersebut. Apalagi, area itu memiliki batas syar'i yang sudah ditetapkan dan tidak bisa diperluas," terang Subhan.
Dengan kuota 46 persen, Indonesia mendapatkan tempat seluas 142.520 meter persegi. Jika dibagi, per orangnya mendapatkan jatah 1,6 meter persegi. Kondisi ini tentunya lebih lebih longgar ketimbang di Muzdalifah.
"Ketika di Muzdalifah, kita dapat tempat seluas 83.825 meter persegi, jadi setiap orang dijatah 0,9 meter persegi atau 90 sentimeter. Karena itu, di Muzdalifah, sifatnya sirkulatif. Ketika lewat tengah malam, jemaah keluar masuk. Ini untuk menyiasati sempitnya tempat," kata Subhan.
Sayang, siasat ini tidak bisa dilakukan saat puncak haji di Mina. Pasalnya, jemaah berada di Mina selama 4 hari berturut-turut. Dengan kuota saat ini, kita mendapatkan tempat seluas 111.390 meter persegi di Mina. Jadi per orangnya mendapatkan jatah masing-masing 1,2 meter persegi.
Jatah Kuota 46 Persen
Subhan mengatakan itu merupakan angka yang didapatkan dengan kuota 46 persen. Jika kembali ke kuota normal dengan tempat yang didapatkan seperti ini, Subhan menilai porsi untuk jemaah pun bakal semakin sempit.
"Pilihannya: kita pingin longgar dengan mengurangi jemaah atau kita ingin mempercepat antrean dengan tambah kuota tapi dengan risiko jemaah berdesakan," terang Subhan.
Subhan pun mengambil contoh ketika Arab Saudi memperluas Mina, jemaah kemungkinan ditempatkan di Mina jadid atau area bayang-bayang. Wilayah itu masuk muzdalifah
Alhasil, ketika jemaah haji menunaikan mabit atau menginap di Muzdalifah di malam hari sepulangnya dari Arafah, keesokan paginya bisa berubah di Mina.
"Ini jadi problem syar'i. Untung, pembimbing kita cepat mencari solusi, meski bukan permanen. Agar mabitnya sah, sore hari menjelang terbenam matahari, jemaah diajak jalan ke Moasseim untuk lempar jumrah. Alhasil, pagi-pagi sudah mabit di Mina yang asli," kata Subhan.
Menurut Subhan, inilah yang menjadi masalah alasan kuota tidak ditambah. Problem wilayah sya'ri di Masyair itu sudah dibatasi. Ketika diperluas sedikit, itu menjadi persoalan.
"Banyak jemaah yang merasa ibadahnya tidak sah karena tidak mabit di Mina yang asli," tutup Subhan.