Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan bahwa kontruksi perkara yang menjerat Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming bermula ketika politikus PDIP itu menjabat sebagai bupati pada 2010 silam.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan kasus ini bermula ketika Maming masih menjabat Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan selama 2010 sampai 2018 dengan memiliki kewenangan memberikan izin tambang.
Pada 2010 pihak swasta bernama Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP operasi dan produksi milik PT. Bangun Karya Pratama Lestari (PT.BKPL) seluas 370 hektar yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
"Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan MM (Mardani Maming), Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada MM selaku Bupati agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN dimaksud," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/7/2022).
Baca Juga: Mardani Maming Ditahan KPK
Di tahun 2011 Mardani mempertemukan Henry dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.
"Selanjutnya di bulan Juni 2011, Surat Keputusan MM selaku Bupati tentang IUP OP terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN ditandatangani MM dimana diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di-backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang," ujar Alex
Menurut Alex, peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
“Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain," tegas Alex.
"MM juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktifitas operasional pertambangan dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT ATU (Angsana Terminal Utama) yang adalah perusahaan milik MM," imbuh Alex
Lebih lanjut, kata Alex, diduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk Mardani untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.
Baca Juga: Mardani Maming Resmi Ditetapkan sebagai Tersangka, Langsung Ditahan
"Adapun perusahan-perusahaan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga MM dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh MM," kata Alex
Sehingga di 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012 sampai 2014.
"Dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio dimana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU," ucap Alex
Diduga terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada Mardani melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani.
"Yang kemudian dalam aktivitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerjasama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani," ujar Alex
Dari perhitungan KPK, kata Alex, Mardani menerima uang dalam bentuk transfer mencapai ratusan miliar.
"Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp104,3 Miliar dalam kurun waktu 2014 sampai 2020," imbuhnya
Untuk proses penyidikan lebih lanjut, kata Alex, KPK akan melakukan penahanan terhadap Mardani H. Maming untuk 20 hari pertama mulai 28 Juli sampai 16 Agustus 2022 di Rumah Tahanan KPK Pomdam Jaya Guntur.