Kekhawatiran Akan Adanya Eksekusi Lanjutan Tahanan Politik di Myanmar

SiswantoABC Suara.Com
Kamis, 28 Juli 2022 | 14:54 WIB
Kekhawatiran Akan Adanya Eksekusi Lanjutan Tahanan Politik di Myanmar
Eksekusi mati aktivis demokrasi di Myanmar [Foto: ANTARA]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dieksekusinya empat pegiat demokrasi di Myanmar pekan ini menimbulkan kekhawatiran soal nasib lebih dari seratus tahanan politik yang sudah dijatuhi hukuman mati sejak kudeta bulan Februari tahun lalu.

Seorang mahasiswa dan aktivis politik, Minn Khant Kyaw Linn mengatakan kepada ABC jika warga di Myanmar marah dengan kejadian tersebut.

"Sekarang ada kekhawatiran di kalangan anggota keluarga dari mereka yang sudah dijatuhi hukuman mati. Apakah anggota keluarga mereka yang dieksekusi berikutnya?"

Namun dia mengatakan kebencian warga terhadap rezim militer sudah mengalahkan ketakutan mereka.

Baca Juga: Junta Militer Myanmar Bebaskan Ribuan Tahanan Politik

"Ini hanya akan menambah minyak ke bara api pemberontakan para pendukung pro-demokrasi," katanya.

Menurut lembaga Asosiasi Bantuan Untuk Tahanan Politik (AAPP), saat ini ada 74 orang yang ditahan setelah dijatuhi hukuman mati di Myanmar sejak kudeta militer 1 Februari tahun 2021.

Sejumlah 41 orang lagi dijatuhi hukuman mati 'in-absentia' dan sekarang tidak berada dalam tahanan, sehingga keseluruhan jumlahnya adalah 115 orang.

Tom Andrews pelapor khusus PBB mengenai situasi HAM di Myanmar memperkirakan jumlah orang sudah dijatuhi hukuman mati lebih tinggi lagi yaitu 140 orang.

AAPP mengatakan dua remaja pria yang berusia di bawah 18 tahun pada awalnya dijatuhi hukuman mati, namun hukuman kemudian dibatalkan dan mereka akan diadili kembali di pengadilan remaja.

Baca Juga: Dapat Tekanan Internasional, Junta Militer Myanmar Bebaskan Ribuan Tahanan Politik

Di antara empat pria yang dieksekusi di akhir pekan kemarin adalah mantan artis hip hop yang sebelumnya pernah menjadi anggota parlemen Phyo Zeya Thaw dan aktivis pro-demokrasi terkenal Kyaw Min Yu, yang dikenal dengan nama Jimmy.

Keduanya pernah mengunjungi Australia sebelumnya dan memiliki hubungan erat dengan komunitas diaspora Myanmar di Australia.

Sudah muncul laporan mengenai kemungkinan eksekusi berikutnya, namun ABC belum bisa mengonfirmasikan kebenaran berita ini secara independen.

"Tidak ada informasi yang bisa keluar dari penjara Insein. Namun kami mengetahui bahwa ada 41 tahanan politik yang sudah dihukum mati yang sekarang dipisahkan dari tahanan lainnya," kata Sekretaris AAPP U Bo Kyi kepada ABC.

"Kami tidak tahu ini hanyalah gertakan atau memang ada rencana melakukan eksekusi. Namun karena junta militer tidak pernah peduli dengan hukum apa pun, tak ada yang tahu apa yang akan terjadi."

Tidak banyak yang diketahui mengenai para tahanan politik yang dijatuhi hukuman mati tersebut karena sebagian besar dinyatakan bersalah dalam pengadilan militer yang tertutup.

Data dari AAPP menunjukkan kebanyakan mereka dijatuhi hukuman menurut UU Terorisme atau Pasal 302 hukum pidana setempat mengenai hukuman terhadap kasus pembunuhan.

Tetapi U Bo Kyi mengatakan hukum pidana di negeri itu digunakan "sebagai senjata untuk menindas warga".

Menurut AAPP, lebih dari 2100 orang tewas di tangan junta militer sejak kudeta terjadi, dan sejumlah tentara yang melarikan diri dari kesatuan mereka mengatakan kepada BBC jika militer membakar orang hidup-hidup dan memerkosa perempuan.

Anak-anak jadi sandera menurut PBB

Pelapor khusus PBB Tom Andrews kepada Radio ABC pekan ini mengatakan eksekusi terhadap empat tahanan politik tersebut adalah "tindakan yang dilakukan oleh junta yang panik".

Dari sekitar 14 ribu orang yang ditahan sejak kudeta, menurut PBB 1.400 orang di antaranya adalah anak-anak.

"Ada 61 anak-anak yang ditahan junta sebagai sandera sehingga orang tua mereka atau anggota keluarga yang lain menyerahkan diri," katanya.

"Jadi eksekusi ini adalah dalam konteks tindakan brutal yang sangat mengerikan dan mendalam, yang menjadi mimpi buruk bagi warga Myanmar yang hidup di negeri tersebut."

Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong, mengatakan Australia sangat "prihatin" dengan eksekusi dan menyerukan diakhirinya kekerasan dengan mempertimbangkan penambahan sanksi terhadap rezim militer.

Juru bicara militer Myanmar, Zaw Min Tun, membela keputusan melakukan eksekusi dengan mengatakan  dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku.

"Saya tahu ini akan menimbulkan kritikan, namun ini dilakukan demi keadilan. Bukan masalah pribadi," katanya.

Kementerian Luar Negeri Myanmar juga mengkritik negara-negara yang mengutuk eksekusi.

"Kementerian melihat bahwa keprihatinan dan kritik mengenai tindakan legal yang dilakukan Pemerintah Myanmar sama dengan campur tangan terhadap masalah dalam negeri dan secara tidak langsung mendukung terorisme," kata mereka dalam pernyataan.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI